Tamparan keras mendarat di pipi Adam, meninggalkan rasa sakit dan panas pada pipinya. Sakitnya mungkin tidak seberapa, tetapi malunya yang luar biasa. Ayahnya menamparnya di dalam sel kantor polisi, di depan petugas polisi dan teman-teman band -nya.
"Jangan di sini Yah, malu," protesnya pada Ayahnya. Matanya melirik bergantian ke arah petugas dan teman-temannya. Ia lalu menghunuskan pandangan tajam kepada Daniel yang menertawainya meskipun tanpa bersuara.
"Kamu tahu rasa malu juga? Kamu terus-menerus melakukan tindakan yang bertentangan dengan moral. Kamu tahu bagaimana malunya Ayah dan Ibu?" geram Ayahnya.
"Salah aku apa? Aku nggak ngapa-ngapain dengan cewek itu, Yah. Aku cuman dipijat doang sama dia," ia menyampaikan pembelaan dirinya.
"Tidak ngapa-ngapain? Sudah jelas polisi menangkap kalian di kamar berduaan, sama-sama tidak berpakaian, masih berkelit juga," berang Ayahnya tetapi memelankan suara agar tidak terdengar orang lain. "Dasar ca bul!"
"Persetubuhan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur biarpun suka sama suka, maka tindakannya dipandang sebagai pemerkosaan. Kamu akan dijerat pasal pencabulan anak di bawah umur. Kamu tahu berapa tahun kamu harus menghabiskan waktu di penjara? Paling singkat lima tahun."
Meskipun volume suara ayahnya rendah, namun kemarahan jelas berkobar dalam mata ayahnya.
Ia mendesah frustasi. Mengapa tidak ada yang percaya kepadanya. Belum dimintai keterangan secara resmi pun, ia sudah dituduh mencabuli anak di bawah umur.
Ia tidak habis pikir, ngapain juga si ... ah, bahkan nama anak itupun ia sudah tidak ingat. Ngapain juga anak itu membuka pakaiannya?
"Anaknya kami tahan dulu Pak untuk dimintai keterangan," ujar salah satu petugas berseragam polisi.
Entah kemalangan apa yang menimpanya. Baru tadi siang keluar dari pusat rehabilitasi narkoba, malam ini ia harus menginap dalam jeruji besi di kantor polisi. Bersama lima orang anggota kelompok band -nya.
Setelah dilakukan tes urine untuk mendeteksi adanya obat-obatan terlarang dalam tubuh, ia lebih beruntung dari yang lain. Karena hasil tesnya negatif. Sementara lima temannya positif. Dan yang paling sial adalah Andre dan Daniel, karena tertangkap tangan sedang menggunakan sabu di dalam kamar.
Malam itu mereka berenam tidur di dalam sel. Beralas kasur tipis, sehingga dinginnya lantai bisa mereka rasakan menggigit punggung. Bertolak belakang dengan udara di dalam sel sempit itu yang begitu panas dan pengap.
"Pak, ada kamar yang pakai AC nggak?" keluh Etan, saat petugas jaga berada dalam jarak yang cukup jauh dari mereka.
"Setan, kamu halusinasi ya? Ini penjara bukan hotel," sahut Andre tergelak.
"Kamu masih bisa tertawa? Kamu tidak takut kita akan menua di penjara?" decak Wildan. Orang yang paling tampak tertekan diantara mereka.
Ia hanya diam dengan seribu pikiran berkecamuk di kepalanya. Kehilangan kebebasan bukanlah hal yang menarik. Ia kemudian membuka ikat rambutnya lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur tipis dan usang.
Tiba-tiba saja Daniel tertawa terbahak-bahak sendiri.
Namun mereka tidak terkejut dengan tingkah Daniel. Karena Daniel sedang high atau intoksikasi akibat pengaruh narkotika.
"Hei gondrong, kasus kamu nggak keren banget sih. Pencabulan anak di bawah umur," Daniel kembali terbahak-bahak. Diikuti Andre yang juga sedang high.
Etan dan Zul hanya tertawa ringan. Karena otak mereka lebih bisa berpikir dibandingkan dengan Andre dan Daniel. Tentu mereka mulai cemas dengan kasus yang akan mereka hadapi.
"Nggak usah sedih begitu Dan, kalau kita berenam dipenjara, kita main band di dalam penjara," kekeh Daniel melihat wajah muram Wildan.
"Etan, Zul dan Wildan paling masuk pusat rehabilitasi. Kamu Daniel dan Andre, kalian agak berat, karena kalian tertangkap tangan." Ia menganalisa berdasarkan pengalaman dan pengetahuan hukumnya yang minim.
"Trus kamu?" sela Zul.
"Aku tergantung anak itu. Kalau anaknya jujur, bila kami nggak ngapa-ngapain, aku bebas. Kalian tinggal bilang mau makan apa, aku yang bawakan kalian makanan ke penjara dan panti rehab," selorohnya tanpa tertawa.
"Kamu garap berapa kali cewek itu sebelum digrebek?" sosor Zul. "Atau baru foreplay ya, pintu udah ditendang polisi? Nggak ngerti aja itu polisi."
Andre dan Daniel menjadi orang yang paling kencang tertawanya.
Keesokan harinya mereka berenam mulai diperiksa oleh penyidik Polri. Ia menjalani pemeriksaan terpisah dari lima temannya yang lain. Ia diperiksa di Satuan Reserse Kriminal sedangkan lima temannya diperiksa di Satuan Narkoba.
Para orang tua teman-temannya mulai bergerak, untuk menyelamatkan anak masing-masing. Berbeda dengan orang tuanya, yang tidak terlihat batang hidungnya pada hari itu.
Malam kedua berada dalam sel di kantor polisi, ia mulai gelisah. Karena orang tuanya tidak pernah muncul lagi. Mungkin ayahnya tidak mempedulikannya lagi. Karena bukan kali ini saja ia menyusahkan ayahnya.
Saat sekolah ia pernah ditangkap polisi karena terlibat tawuran antar pelajar. Ia juga berkali-kali diskors karena menjadi pengotak anak-anak yang bolos sekolah dan merokok di sekolah. Belum lagi saat ia didapati nonton bareng film por no bersama teman-teman basketnya.
Bahkan ketika ia sudah kuliah, ia belum berhenti menyusahkan orang tuanya. Yang pertama saat pacarnya Jovika hamil. Perundingan antara keluarganya dengan keluarga Jovika buntu karena perbedaan keyakinan. Yang menyebabkan Jovika depresi dan berdampak terhadap janin. Jovika mengalami keguguran. Orang tua Jovika pun memindahkan Jovika keluar negeri sebagai upaya memisahkan mereka berdua.
Kemudian ia tertangkap polisi saat sedang melakukan pesta narkoba. Dan yang terakhir saat ini, diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Ribuan kali ia mendengar keluhan, nasihat dan amarah dari orang tuanya.
Kenakalannya bukan karena faktor keluarga. Bukan karena orang tua tidak mendidik dengan baik. Dasar dirinya saja yang bengal, tidak mau mengindahkan nasihat orang tuanya.
Tetapi bila ayahnya tidak mau memedulikannya lagi, mengapa ibunya tega membiarkannya seperti ini?
Tiga temannya yang lain, Etan, Zul dan Wildan sudah dibawah ke Pusat Rehabilitasi Narkoba. Sementara ia, Daniel dan Andre masih mendekam di balik jeruji.
"Nggak kompak, harusnya kita masuk penjara sama-sama, keluar juga sama-sama," protes Andre, karena separuh dari mereka sudah keluar dari penjara.
"Otakmu di mana? Mana ada orang yang mau kompak tinggal di penjara kalau bisa keluar dari penjara? Emang penjara surga?" sosor Daniel.
Ia tidak ingin terlibat dalam perdebatan tidak penting antara Andre dan Daniel. Ada hal yang sangat ia cemaskan. Bagaimana bila Sophia mengetahui ia kembali tertangkap polisi? Bersama dengan seorang wanita dan dituduh berbuat cabul pula? Tentu pintu kembali untuknya semakin tertutup rapat. Bahkan sudah terkunci.
Rupanya ia terlalu jauh berprasangka buruk pada orang tuanya. Karena esok hari ayahnya sudah datang menjemput. Ternyata ayahnya tidak tinggal diam. Senakal-nakalnya dirinya, ia merupakan anak lelaki satu-satunya. Dua saudaranya yang lain berjenis kelamin perempuan.
"Kawan, kamu mau tinggalkan kami juga?" tukas Andre.
"Tenanglah, nanti aku datang besuk kalian. Bawakan kamu rokok, dua bungkus," sahutnya, memberi semangat dengan kalimat yang tidak tepat kepada dua temannya. Karena mental mereka sudah mulai down.
Tetapi bukan karena ia pulang ke rumah lantas masalah telah selesai.
Ternyata saat ia digrebek bersama anak SMA itu, beritanya masuk ke dalam berita kriminal di salah satu stasiun televisi. Sekali lagi menjadi pukulan telak bagi kedua orang tuanya, karena nama baik orang tuanya sebagai pejabat tercemar. Ibunya pun harus menjalani perawatan karena terserang tekanan darah tinggi akibat stres memikirkan putera satu-satunya.
Masalah tidak selesai sampai disitu. Keluarga Fely menuntut pertanggung jawaban agar ia menikahi Fely, karena apa yang ia lakukan membawa aib bagi keluarga Fely sebagai anak perempuan. Padahal di kantor polisi Fely mengakui sendiri bahwa ia tidak melakukan apa-apa kepada Fely selain meminta Fely memijatnya.
Tidak ada pilihan lain kecuali ia mengikuti syarat ayahnya, agar terbebas dari tuntutan menikahi Fely. Bukan karena ia ingin lari dari tanggung jawab, namun menurutnya tanggung jawabnya tidak mesti sejauh itu.
Syarat ayahnya adalah ia belajar agama pada seorang ustadz teman ayahnya sampai cuti akademiknya selesai. Namanya Ustadz Zaenal, tinggal di sebuah desa terpencil yang terletak di daerah ketinggian.
Sebagai seorang anak muda yang berada di masa transisi dan sedang mencari eksistensi dirinya, ia kurang mendapat pendidikan agama. Sehingga mudah terpengaruh hal-hal negatif dan terjerumus dalam pergaulan bebas. Begitu pertimbangan ayahnya, sehingga mengirimnya untuk mendapat bimbingan agama pada Ustadz Zaenal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lily
biasanya cowok yg punya saudara perempuan nggak akan mempermainkan permpuan karena selalu teringat dengan saudaranya. juga nggak mau saudaranya menanggung karma
2024-01-04
1
Lily
ADAM, nama yg elok. tapi tak seelok kelakuannya
2024-01-04
1
Tini Laesabtini
Adam Halilintar saudaranya Atha Halilintar ya thor....
Anak keberapa dr gen Halilintar ya.... 😁😁😁
2023-01-29
1