Hari itu juga Winda memutuskan untuk pulang. Tidak peduli lagi dengan Tama yang sejak tadi sibuk menelponnya. Hanya butuh waktu kurang lebih dua jam akhirnya Winda sudah berada di rumah.
Winda langsung bicara pada orangtuanya, meminta agar pernikahannya dan Tama segera di batalkan.
"Tidak, papah tidak setuju jika pernikahan kau dan Tama di batalkan. Apa kata keluarga Tama nanti hah?"
Anwar menggebrak meja, tidak setuju dengan permintaan anaknya.
"Jika bukan karena keluarga Tama, tidak mungkin papah bisa duduk di kursi pemerintahan sekarang. Kenapa kau tidak tahu balas budi Winda, kau akan mencoreng nama baik keluarga kita!"
"Tapi pah, Tama itu sudah mengkhianati anak kita. Apa kau mau jika Winda hidup dengan lelaki seperti itu?" Weni angkat bicara.
"Winda bahkan pernah memergoki Tama sedang berhubungan badan dengan perempuan lain pah. Tama sudah mengkhianati ku dengan banyak perempuan," ucap Winda dengan tangisnya.
"Ah,...jika seorang laki-laki bujangan ya wajar saja. Nanti setelah menikah juga akan berubah sendiri." Anwar malah membela Tama.
"Pah, apa kau tidak kasihan dengan anak kita?"
"Papah tidak mau tahu, pernikahan Winda dan Tama harus tetap di langsungkan. Mau taruh di mana muka papah ini jika harus membatalkan pertunangan ini. Ingat, keluarga kita berhutang banyak dengan keluarga Tama!"
Anwar keras kepala, sama sekali tidak memikirkan nasib anak sulungnya ini. Demi nama baik keluarga dan harga diri, Anwar rela mengorbankan perasaan dan masa depan Winda.
Winda menangis dalam pelukan mamahnya, tidak peduli dengan ocehan sang papah yang terus menegaskan jika pernikahan Winda dan Tama harus tetap berjalan sesuai rencana.
Di dalam kamar, Winda hanya bisa menangis. Mencoba menenangkan hati dan mendinginkan kepala untuk mencoba bicara lagi pada papahnya.
Keras, masih sama seperti tadi siang bahkan amarah Anwar semakin berkobar malam ini. Pertengkaran antara anak dan ayah tersebut memecah, menggema di dalam rumah. Weni yang berusaha menjadi penengah kini sudah pasrah. Di bandingkan perasaan anaknya, Anwar lebih memilih mempertahankan nama baiknya sebagai seorang pejabat pemerintah.
Cukup lelah malam ini, Winda terlelap dengan mata sembab. Pertengkarannya dengan sang papah tidak membuahkan hasil apa-apa, Anwar tidak akan mengakui anak jika Winda berani membatalkan pernikahannya.
Pagi sekali Winda sudah pergi ke rumah orangtua Tama. Orangtua Tama termasuk keluarga yang terpandang di kota mereka, papah Tama seorang pengusaha properti dan meubel sukses di kotanya yang memiliki cabang di mana-mana. Berkat bantuan papah Tama lah Anwar bisa duduk di kursi panasnya sekarang.
"Fitnah macam apa yang kau lontar kan pada anak ku hah?" Diana bertanya sinis pada Winda.
"Winda tidak fitnah tante, aku bahkan menyaksikan sendiri jika tama sudah berhubungan badan dengan perempuan lain. Bahkan Tama sudah berkhianat dari ku dengan banyak perempuan," adu Winda berusaha menyakinkan kedua orangtua Tama.
"Tama, apa semua itu benar?" Herman bertanya pada anak lelakinya ini.
"Ya betul, tapi Tama tidak ingin membatalkan pernikahan kami," jawab Tama seolah tanpa merasa bersalah.
"Heh Winda, enak saja kau ingin membatalkan pernikahan ini. Apa kau lupa jika kau pernah meninta pada suami ku untuk membantu papah mu. Apa kau lupa berapa banyak uang yang kami berikan untuk nama besar papah mu itu?" Diana mengingatkan Winda, membuat hati Winda langsung lesu.
"Kau boleh membatalkan pernikahan ini asal kau bisa mengembalikan waktu dan uang yang sudah kami keluarkan untuk keluarga mu. Bagaimana?" Herman tersenyum sinis.
Winda hanya diam, sakit sekali rasanya di perlakukan seperti ini. Semua orang tidak setuju dengan keputusan yang ia ambil.
Winda memutuskan untuk pergi dari rumah Tama, tetapi Tama menghalanginya dan mengajak Winda pergi ke suatu tempat.
Lelaki ini memang tampan, mampu memikat banyak hati perempuan. Winda tidak ingin bicara, tapi tiba-tiba Tama berlutut di bawah kaki Winda.
"Aku minta maaf, aku janji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi," ucap Tama memohon.
"Aku sudah tidak percaya lagi pada mu!" kata Winda dengan suara seraknya.
"Dengan mereka aku hanya sekedar mencari kepuasan saja.Yang aku cinta hanya diri mu, Winda...!"
Rayuan seperti apa lagi yang akan di lontarkan Tama, sungguh pria ini pandai dalam bermain drama.
"Tiga tahun lebih aku setia pada mu, tapi kau membalas kesetiaan ku dengan pengkhianat. Kau pikir hati ku ini mainan kah?"
"Aku mengerti jika kau sakit hati, tapi ku mohon untuk kali ini maafkan aku. Jangan batalkan pernikahan kita...!"
"Lebih baik kau cari perempuan lain saja Tama. Ku mohon bantu aku untuk bicara dengan orangtua mu!"
Tama memeluk Winda erat, pria ini menangis memohon minta maaf dengan mengeluarkan sejuta janjinya.
"Aku akan berubah, sumpah demi apa pun aku akan berubah demi kau!" ucap Tama.
"Kalau begitu nikahi aku secepat!" tantang Winda dengan wajah serius.
Tama melepaskan pelukannya, menatap wajah sembab Winda.
"Baiklah, demi membuktikan keseriusan ku pada mu, besok aku akan segera menikahi mu!"
Oh tidak, Winda sebenarnya hanya menantang saja. Pikir Winda yang begitu yakin jika Tama pasti akan menolak namun kenyataannya malah seperti ini.
"Aku tidak mau, kita akhiri saja hubungan ini. Aku sudah terlanjur sakit!"
"Tidak, aku tidak mau hubungan kita berakhir. Aku benar mencintai mu, besok kita akan menikah. Toh, kita hanya tinggal menunggu wisuda saja."
"Tidak Tam, kita seperti ini saja kau sudah mendua bahkan entah berapa puluhkan aku dengan perempuan lain. Bagaimana jika kita menikah nanti? akan ada berapa banyak perempuan di belakang ku hah?"
Winda terduduk lemas, hanya bisa menangis atas kekacauan hidupnya. Kedua belah pihak keluarga begitu menentang pembatalan pernikahan mereka, Winda bingung harus berbuat apa sekarang.
Tama menatap Winda, tangis wanita ini begitu dalam dan sendu. Entah kenapa hati pria ini tersentuh, Tama mulai merasa bersalah. Tidak pernah Tama melihat Winda menangis hingga sesakit ini, begitu kejamkah dirinya menyakiti Winda.
"Winda, aku benar-benar minta maaf!" ucap Tama dengan suara pelan, "kita menikah besok, aku janji tidak akan mengkhianati mu lagi. Aku janji akan menjadi suami yang baik untuk mu!"
Winda hanya diam, tangisnya semakin dalam. Di bawah rimbun pohon beringin, di tengah taman kota yang nampak sepi. Winda membiarkan dirinya basah di guyur air hujan.
Tama berusaha membujuk, menarik Winda kedalam pelukannya namun terus di tolak oleh Winda. Hati seperti apa yang telah di sakiti Tama, luka yang di rasakan Winda begitu dalam adanya. Lelaki yang sangat ia cintai tega melukai berulang kali, sungguh Winda sakit sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Tati Aulia
next
2022-12-02
0
Rose_Ni
waduuh
2022-03-17
0
Babay Popay
racuni aja itu tama kan beres tinggal bayar orng pas dia lagi mabok
2022-02-22
1