"Cih, apa-apaan ini! Kenapa dari ratusan pendaftar hanya hitungan jari yang masuk kriteria?!" Bentak seorang pria dalam ruangan tes. Terlihat beberapa juri lainnya hanya bisa menunduk karena sepertinya mereka takut padanya.
"Ma, maaf pak. Tapi menurut saya, tadi kita banyak menemukan yang berkualitas. Namun karena tak sesuai kriteria bapak, maka banyak yang harus gugur." Jawab seseorang dengan nada yang tidak begitu kencang, seperti menggumam secara langsung di depan orangnya.
"Oh, jadi kalian meragukan keputusanku?" Sarkas pria itu kepada yang lain.
"Ti, tidak, pak Erick." Jawab semua yang ada di sana secara kompak.
"Sudahlah, lanjutkan saja tesnya!" Dengan malas ia mlirik berkas yang baru saja diberikan oleh para pegawai yang bertugas memberikan berkas data diri peserta ujian tes.
"Selanjutnya," ucap seorang pria yang bertugas memanggil para peserta tes.
"Huh, apa-apaan ini. Kenapa membosankan sekali. Apakah tidak ada yang bisa sesuai dengan seleraku? Selain berpengalaman, mereka juga harus good looking kan? Karena hal itu juga berpengaruh pada citra perusahaan." Batin Erick sambil memainkan pulpen yang ada di tangannya menghiraukan salah seorang peserta yang sedang di wawancarai oleh yang lainnga. Dia bahkan tidak sadar kalau ternyata juri yang lainnya meminta pendapatnya tentang peserta yang baru masuk.
"Pak Erick, bagaimana pendapat anda? Ehm,," seseorang di dekat Erick menyadarkan dirinya dari lamunan.
"Eh, iya. Siapa namamu?" Tanya Erick spontan.
"Bagas, pak." Jawab si peserta sekenanya. Dia terlihat begitu bersamangat dan antusias di sana. Sementara itu, Erick mulai membaca kembali berkas yang berisi data diri Bagas.
"Oke, Bagas. Ehm,,, dari CV mu kulihat kamu punya kemampuan dan skill. Terlebih lagi kamu sudah pernah bekerja di perusahaan B&C yang bertaraf internasional. Apakah ini benar?" Kali ini aura yang dipancarkan oleh Erick berbeda seperti sebelumnya. Bagas yang awalnya berani dan antusias menatap wajah Erick pun ciut seketika. Jiwa bos Erick dikeluarkannya hingga juri yang lain pun ikut merasakan suasana yang tegang juga.
"Iy, iya, pak. Itu benar. Satu tahun saya bekerja di sana, tapi terpaksa mengundurkan diri karena saya harus pindah rumah." Bagas mencoba menjelaskan dengan melawan rasa takutnya untuk menatap Erick. Mau tak mau, mereka berdua saling tatap tanpa ada yang membuka suara termasuk juri yang lain.
"Baiklah kamu diterima." Kata Erick santai, menyudahi tatapan tajamnya kepada Bagas.
"Hah, serius pak?" Tanya Bagas mencoba agar Erick mengatakan ulang ucapannya barusan.
"Kamu tak mau?" Singkat, padat, dan jelas namun membuat Bagas yakin ia tak salah dengar.
"Mau, pak. Tentu saja saya mau." Jawab Bagas tanpa pikir panjang. Dirinya bahkan langsung mendekati Erick dan menyalaminya beserta juri yang lain.
*Sudahlah. Kamu bisa keluar. Nanti orang di luar akan memberikanmu arahan. Jadi, hentikan salam-salamannya, masih banyak peserta lain yang harus kami tes." Tukas Erick menghentikan Bagas yang masih menyalami juri lainnya.
"Baik, bos. Sekali lagi terimakasih." Bagas pun menunduk sebagai tanda hormat dan berjalan keluar ruangan itu dengan perasaan bahagia. Begitu berada di luar ruangan, dia langsung di arahkan untuk mengikuti salah satu staf untuk sesi selanjutnya. Dia pun mengikuti staf itu yang kemudian menggiringnya melewati ruang tunggu peserta lain.
"Semoga beruntung." Ucap Bagas ketika melewati seseorang di ruang tunggu yang tujuannya entah untuk mengejek atau menyemangatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments