Hana pulang ke rumah bersama dengan neneknya. Dengan sangat terpaksa ia membawa neneknya pulang kembali ke rumah. Dan untuk sementara, neneknya menjalani obat jalan karena untuk biaya rawat inap dan biaya operasi bagi nenek tersayangnya, Hana belum memilikinya.
"Berapa harga obatnya Nenek tadi, Hana?"
"Nenek nggak usah pikirkan biayanya. Yang penting obatnya bisa Hana tebus" sahut Hana.
Obat jantung cukup mahal juga, ya? Separuh dari celenganku terpakai untuk menebus obatnya Nenek. Tapi, nggak papa. Yang paling penting adalah kesehatannya Nenek. Uang bisa aku cari lagi. Batin Hana sambil membuat teh hangat untuk neneknya.
Hana menyelimuti neneknya dengan selimut tebal setelah menyuapi neneknya makan bubur dan makan obat. Hana memeluk neneknya dan berkata dengan lembut di telinga neneknya, "Hana sayang banget sama Nenek. Nenek harus kuat dan harus berumur panjang, ya? Supaya Hana bisa memeluk Nenek seperti ini untuk waktu yang sangaaaattttt lama"
Neneknya Hana mengelus punggung tangan Hana yang memeluk perutnya lalu neneknya Hana berkata, "Iya. Nenek akan berumur panjang demi cucu kesayangan Nenek ini"
Setelah neneknya tertidur lelap, Hana bangun untuk membuka kembali amplop cokelat besar bahwa pihak universitas tidak membiayai biaya ujian praktek. Jika ada ujian praktek, mahasiswa harus menyiapkan biaya sendiri. Hana membaca biaya ujian praktek, sekali ujian praktek menahan biaya sampai satu juta rupiah dan akan ada banyak sekali ujian praktek di fakultas kedokteran.
Hana mendongakkan wajahnya untuk membuang kepedihan hatinya dan untuk menahan air matanya yang hampir jatuh. Dia memang miskin tapi, memiliki gengsi yang cukup tinggi untuk mengeluarkan air mata.
Setelah berhasil menguasai segala rasa yang berkecamuk di dalam dada, Hana lalu bergumam, "Kenapa takdir begitu kejam padaku? Kenapa. takdir memilih aku untuk ia jadikan seorang yatim piatu di saat umurku masih sangat belia? Dan sekarang, di saat aku hampir saja menggenggam impianku, aku harus rela melepasnya kembali karena Nenek sakit dan butuh biaya yang tidak sedikit. Apa salahku pada takdir, kenapa ia begitu kejam padaku?"
Hana lalu membuka tas sekolahnya untuk mengambil buku dan alat tulis. Dua jam lebih Hana mengerjakan dua laporan dengan tema yang berbeda. Cukup melelahkan secara fisik tapi, anehnya kedua matanya masih belum ingin terpejam.
Hana lalu merogoh tasnya untuk mengambil buku yang dia pinjam di perpustakaan sekolah secara gratis. Buku itu bertajuk, 'Cara-cara mengubah takdir hidup seseorang menjadi lebih baik'
Hana menggarisbawahi tiga hal pokok yang harus dilakukan oleh seseorang jika ingin merubah takdir buruknya. Lalu Hana menutup buku itu dengan kesal sembari bergumam, "Aku sudah berdoa setiap hari, beramal kebaikan dan bekerja keras tapi, kenapa takdir masih kejam padaku? Keadaanku belum berubah sama sekali dan sekarang aku rasakan semakin berat karena Nenek sakit"
Hana memasukkan semua buku ke dalam tas sekolahnya yang ia buat sendiri dengan cara dijahit tangan dari kain bekas. Cukup awet tas kain buatannya sendiri itu, sudah menemani hari-harinya di bangku SMA selama hampir tiga tahun. Lalu ia merebahkan diri kembali di atas ranjang, memeluk tubuh kurus neneknya dan memejamkan kedua matanya untuk mencoba masuk ke alam mimpi dan mencoba lari dari kenyataan yang selalu pahit ia rasakan.
Keesokan harinya, sepeti biasanya, Hana bangun jam empat pagi. Memasak nasi dan pelengkap nasi uduk seperti telur cokelat, kering tempe. Untuk serundeng, dia membuatnya dua Minggu sekali pas hari Minggu. Setelah semuanya selesai, Hana memasak bubur untuk neneknya dan membuat teh hangat.
Hana mengelap bibir neneknya dengan penuh kasih sayang setelah menyuapi neneknya bubur dan membantu neneknya minum obat.
"Mungkin kamu tidak seberuntung orang lain. tapi, orang lain belum tentu sekitar kamu, Nduk. Nenek doakan kamu selalu diberi kesehatan dan keberuntungan" Neneknya Hana mengelus punggung tangannya Hana yang ia genggam.
Hana tersenyum lebar untuk menahan air matanya yang seketika itu ingin tumpah. Bahkan untuk mengamini doa yang terucap dari bibir neneknya, Hana tidak sanggup. Hana tidak sanggup untuk menerima kekecewaan lagi karena kata amin yang sering ia ucapkan dari doa-doa baik, belum satu pun pernah terwujud di dalam kehidupannya Hana.
Hana mencium pipi neneknya dan berkata, "Nenek istirahat ya? Jangan turun dari tempat tidur selama Hana sekolah, ya Nek?! Minuman dan makanan sudah Hana taruh di meja di dekat ranjang"
Hana lalu berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Dia merasa sayang jika harus naik bus. Uang untuk baik bus bisa ia kumpulkan untuk membeli obat bagi neneknya.
Sampai di sekolahan, seragam Hana basah karena keringat.Berjalan kaki dari rumah ke sekolahannya memang cukup jauh.
Deo melepas jaketnya dan ia berikan ke Hana, "Pakai jaketku! Baju seragam kamu basah dan kaos dalam kamu kelihatan"
Deo adalah teman sekelasnya Hana yang pernah menyatakan perasaannya ke Hana. Walaupun Hana menolak cintanya, namun Deo tidak membenci Hana. Deo tetap menyayangi dan peduli pada Hana.
"Terima kasih" Hana berucap sambil memakai jaketnya Deo.
"Kau habis berlari ya? Kenapa basah kuyup kena keringat?" tanya Deo sambil mengiringi langkah Hana menuju ke kelas mereka.
"Aku jalan kaki dari rumah ke sini" Sahut Hana dengan wajah datar karena kelelahan.
"Minumlah dulu!" Deo memberikan Tumbler hijaunya ke Hana.
Hana menaruh tasnya di atas bangku lalu menerima Tumbler hijaunya Deo yang berisi susu hangat rasa cokelat.
Hana mengernyit, "Susu cokelat?"
"Iya. Aku butuh susu setiap hari karena akan ada perlombaan basket sebentar lagi" sahut Deo sambil menaruh tasnya di samping bangkunya Hana.
Deo dan Hana memang teman satu bangku sejak kelas satu SMA.
"Kenapa kau berikan ke aku kalau kau butuh susu?" tanya Hana.
Deo tersenyum, "Kau lebih butuh nutrisi daripada aku. Aku bisa beli susu nanti di kantin. Kau sudah sarapan?" tanya Deo.
Hana menggelengkan kepalanya. Hana memang tidak pernah sempat untuk sarapan dan untungnya lambungnya sangat pengertian dan tidak pernah menjerit protes ke Hana untuk minta diisi.
"Aku bawa roti. Makanlah! Aku heran sama kamu, kamu jarang sarapan tapi, otak kamu bisa encer begitu dan tidak pernah mengantuk di jam pelajaran" sahut Deo sembari mengeluarkan buku Matematika.
Hana memakan rotinya Deo dengan cepat setelah mengucapkan kata terima kasih karena lima menit lagi, guru Matematika akan memasuki kelas mereka.
Tepat di saat Hana menelan cuilan roti terakhirnya, guru Matematika memasuki kelas mereka.
Saat istirahat jam pertama, Hana bertanya ke Deo, "Aku butuh pekerjaan, Yo"
"Kamu kan udah berjualan nasi uduk di pasar. Kalau kamu bekerja lagi, kapan waktunya? Terus kapan kamu bisa belajar? Kamu udah dapat beasiswa masuk ke fakultas kedokteran, kan? Minggu depan udah mulai masuk kuliah" sahut Deo.
"Nenek sakit. Butuh biaya cukup besar dan sepertinya beasiswa itu tidak akan aku terima"
"Nenek sakit? Berapa biayanya? aku bisa pinjami kamu duit. Kamu bisa bayar dengan mencicilnya. Nggak usah bekerja lagi. Terus kenapa kamu nggak terima beasiswa itu?"
"Beasiswa itu hanya membiayai mata kuliah umum. Untuk ujian praktek, kita harus bayar sendiri dan biayanya cukup besar. Aku rasa, aku tidak akan mampu memenuhinya"
Deo menatap Hana dengan sendu. Lalu ia berkata, "Papaku punya teman. Temannya punya kafe cukup besar. Kalau kau mau, aku bisa masukkan kamu menjadi karyawan di sana tapi, kumohon jangan kau tolak beasiswa itu! Itu kan impian kamu"
Hana langsung menggenggam tangannya Deo saking gembiranya, "Aku mau bekerja di sana. Kapan? Nanti malam?"
"Janji dulu kalau kau nggak akan lepaskan beasiswa itu"
"Iya aku janji" Hana asal ucap karena baginya yang terpenting adalah ia bisa mencari uang tambahan untuk mempersiapkan operasi neneknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Anonymous
Bu p iya
2024-11-22
0
Elisabeth Ratna Susanti
Hana di sini malang banget nasibnya
2024-03-12
0
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
kasian hana masih kecil sudah ditimpa beban hidup yang berat
2022-10-31
0