Ch.4

"Ditaaaa ... " terdengar teriakan Megan dari ruang tamu. Hanindita yang sedang menyetrika pakaian di kamarnya lantas segera meletakkan asal setrika yang tadi dipegangnya dan segera menuju ruang tamu.

"Ya ... "

"Ya?" Megan mendelik kesal saat Hanindita hanya menyahutinya dengan kata 'ya'. "Kau lupa siapa kau di rumah ini? Kau itu hanya pembantu jadi lebih sopanlah kepadaku. Cepat perbaiki kata-katamu!" titah Megan dengan suara meninggi. Membuat teman-teman Megan yang duduk di ruang tamu itu jadi mengalihkan pandangannya pada penampilan lusuh Hanindita namun tetap terlihat cantik. Hanindita tidak memiliki pakaian yang bagus sebab ia hanya mendapatkan pakaian bekas dari ibu tiri maupun Megan saja. Karena itu penampilannya selalu lusuh. Bahkan wajahnya tak pernah menyentuh perawatan apapun maupun make up. Hal itu juga yang makin membuat Megan makin iri dengan Hanindita sebab tanpa perlu merawat kulitnya, Hanindita tetap terlihat cantik. Jauh lebih cantik dari dirinya. Kulitnya seputih salju.

Wajahnya pun begitu putih mulus tanpa noda apalagi jerawat. Hanya terlihat sedikit kusam saja karena ia hanya membasuh mukanya dengan sabun mandi yang ada di kamar mandi. Itupun sabun murahan. Kalau bukan karena tak ingin tubuh Hanindita menguarkan aroma tak sedap, Lidya takkan mengizinkan Hanindita membeli sabun mandi. Sedangkan anggota keluarga yang lain menggunakan sabun khusus baik itu untuk wajah maupun badan. Rambut Hanindita pun hanya menggunakan sampo murahan yang dijual di warung yang hanya dengan uang seribu rupiah dapat empat bungkus. Namun, rambutnya tetap terlihat indah dan hitam berkilau.

"Perbaiki?" Hanindita mengangkat wajahnya dan menatap lekat wajah Megan untuk meminta penjelasan.

"Nona. Panggil aku nona Megan!" tukasnya dengan sedikit penekanan.

Sudut bibir Hanindita terangkat satu. Dari dulu, Megan memang selalu menganggapnya sebagai pembantu. Dirinya tak pernah sekalipun menghargai Hanindita sebagai saudaranya. Malas berdebat, Hanindita pun menuruti perintah Megan tersebut.

"Ada apa, nona Megan? Apa nona butuh sesuatu?" tanya Hanindita dengan wajah datarnya.

"Bagus. Cepat ambilkan kami minum dan camilan!" titah Megan sok nyonya besar.

Dengan patuh, Hanindita pun segera berlalu menuju dapur untuk mengambilkan apa yang diminta Megan.

"Meg, dia beneran pembokat loe?" tanya salah seorang teman Megan.

"Iyalah, loe liat sendiri kan gimana dia patuh sama perintah gue." sahut Megan dengan bangga.

"Tapi muka kalian agak mirip ya, tapi ... "

"Tapi apa?" tanya Megan dengan alis berkerut.

"Sorry ya, gue mau jujur, dia lebih cantik." ujarnya sambil terkekeh membuat wajah Megan jadi masam. "Dia udah ada pacar belum?" lanjutkan lagi dengan penuh harap.

"Dia kerja di sini bukan buat cari pacar." ketus Megan tak suka.

"Toilet mana?" tanya seseorang lelaki yang sejak tadi diam.

"Eh, Alan, sini, ke kamar mandi yang ada di kamar gue aja!" ajak Megan.

"Nggak usah, tunjukkin aja. Gue bukan manula uang mesti dianterin." ketusnya membuat Megan cemberut.

"Yang di dapur aja kalo gitu. Sana lurus aja terus belok kiri." cetus Megan kesal. 'Dasar, Alan sialan! Untung cakep dan kaya, kalo nggak, ogah jadiin loe pacar.' umpat Megan dalam hati.

Saat Alan telah berlalu, teman-teman Megan tertawa melihatnya.

"Duh, kasian banget lu Meg, butuh perjuangan loe kayaknya buat dapetin hati Alan." seloroh teman Megan, tapi Megan hanya diam. Dia memang tengah berusaha mendapatkan Alan. Ia telah lama menyukai Alan. Baru 2 hari ini ia jadian, tapi sikap Alan masih tak acuh. Alan hanya memberinya kesempatan selama 1 bulan untuk meluluhkan hatinya sebab ia jengah selalu diikuti kemana pun. Bila dalam satu bulan ini ia gagal, maka ia harus menjauh dari Alan dan tak pernah lagi mencoba mendekatinya. Megan pun bersedia dan berusaha meluluhkan hati Alan.

"Maaf, kamar mandinya di mana?" tiba-tiba ada suara yang mengejutkan Hanindita yang tengah meletakkan cangkir-cangkir ke atas nampan membuat Hanindita sedikit terlonjak.

"Astagfirullah." ucap Hanindita sambil mengusap dadanya.

"Ah, maaf aku sudah mengejutkanmu!" ucap seseorang yang ternyata adalah Alan. "Perlu bantuan?" tawar Alan, namun Hanindita menggeleng.

"Terima kasih." ucapnya. "Kamar mandinya ada di sana." tunjuk Hanindita ke sebuah pintu putih.

Alan pun berlalu sembari tersenyum pada Hanindita tapi Hanindita hanya berwajah datar saja.

Tak sampai 5 menit kemudian, Alan kembali keluar dari dalam kamar mandi. Lalu ia kembali menawarkan bantuan saat melihat banyak cangkir dan makanan yang akan dibawanya. Tapi Hanindita tetap menolak.

"Ya udah kalau nggak mau dibantu, kalau begitu boleh kenalan?" tanyanya lagi masih dengan senyum yang bertengger di bibirnya. Tapi Hanindita tak menanggapi sama sekali. Ia sudah biasa menghadapi laki-laki yang hendak berkenalan dengannya. Ia enggan menanggapi mereka. Baginya, berkenalan dengan laki-laki hanya akan membuat ribet plus masalah sebab seperti biasa, bila Megan melihatnya maka ia akan marah dan mengadu pada orang tuanya. Mengatakan yang tidak-tidak tentangnya tanpa peduli benar salah omongan Megan itu. Akhirnya, ia akan mendapatkan amukan baik itu dari ibu tirinya maupun ayahnya.

Tanpa berkata apapun, Hanindita segera beranjak dari tempatnya sambil membawa nampan yang berisi teko berisi minuman dan cangkir. Baru dua langkah Hanindita berjalan, sebuah tangan memegang pergelangan tangannya.

"Tolong lepaskan tanganku!" ujar Hanindita pelan dan datar.

Tapi lelaki itu tak mengindahkan.

"Kita berkenalan dulu, baru aku lepaskan!"

"Ditaaaa ... " pekik Megan murka. Wajah Hanindita telah pias melihat wajah murka Megan. Dapat ia pastikan, ia akan kembali merasakan kesakitan sebentar lagi.

Tanpa banyak kata, Megan merampas nampan itu dan meletakkannya kasar ke atas meja dapur. Lalu ia menyeret tangan Hanindita ke kamarnya lalu menutup pintu. Mata Megan makin membulat tatkala ia melihat asap mengepul dari meja setrikaan. Dilihatnya, ternyata itu blouse yang baru saja dibelinya 3 hari yang lalu dan baru dipakai satu kali.

Amarah Megan makin menjadi lalu dengan tanpa belas kasihan, Megan mendorong tubuh Hanindita hingga terjengkang di lantai dan mengambil setrika panas itu kemudian menempelkannya di punggung Hanindita.

"Aaargh ... "

Mendengar teriakan dari sebuah kamar, Alan yang tadi sempat mengikuti kemana arah Megan membawa Hanindita tadi segera mendobrak pintu.

Brakkk ...

Mata Alan membulat saat ia melihat apa yang dilakukan Megan pada Hanindita.

"Megan, loe gila! Loe mau bunuh orang, hah!" bentak Alan saat melihat kegilaan Megan yang menempelkan setrika panas di punggung Hanindita hingga baju bagian luarnya bolong dan tembus ke kulit. Bahkan Alan bisa melihat kulit Hanindita yang sudah melepuh karena setrika panas itu.

"A-Alan, ini tidak ... tidak seperti yang kamu pikirkan. Dia ... dia memang gadis nggak tau diri. Sudah ditampung di rumah ini, bukannya berterima kasih, tapi malah bersikap murahan. Ya murahan. Lihat, dia tadi mencoba menggodamu kan!" Megan mencoba membela diri dengan menjelek-jelekkan Hanindita.

Teman-teman Megan yang berada di ruang tamu berlarian ke sumber suara saat mendengar suara menggelegar Alan yang marah. Mereka penasaran, sebenarnya apa yang terjadi pikir mereka. Dan mereka terkejut bukan main saat melihat, Hanindita berusaha menyingkir dari sana sambil meringis kesakitan. Mereka terkejut saat melihat punggung Hanindita yang melepuh.

"Astaga, ini kenapa? Hei, kalian, cepat bantu bawa gadis ini ke klinik terdekat. Kulitnya melepuh." ujar salah seorang teman wanita Megan.

Hanindita mencoba menolak, tapi teman Megan berusaha membujuknya. Bila tidak segera diobati dengan benar, luka itu bisa menimbulkan infeksi.

Semua teman Megan menatap tak percaya pada Megan. Mereka tak menyangka teman mereka bisa bertindak begitu sadis.

"Loe psiko, Meg?" tuding teman wanita Megan. "Ck ... gue nggak nyangka. Dari awal gue aja muak liat sikap loe sok berkuasa di depan gadis itu. Gue jadi ngeri jadi teman loe, Meg. Gue takut, entar loe gituin gue pas lagi marah ama gue." imbuhnya lagi.

"Sil, gue nggak gitu. Ini ... ini cuma salah paham. Dia itu cewek murahan. Dia coba godain Alan." kilahnya masih ingin membela diri.

"Nggak usah berkilah loe, Meg!" sergah Alan. "Gue nggak nyangka nerima gadis sadis dan psiko kayak loe jadi pacar. Mulai sekarang kita putus dan jangan pernah muncul di hadapan gue lagi." ucap Alan tenaga sambil berlalu menyusul teman-temannya yang membawa Hanindita ke klinik terdekat.

"Breng-sek! Sialan! Awas kau Dita! Akan kubalas kau lebih menyakitkan nanti?" gumam Megan dengan gigi bergemeletuk dan tangan terkepal.

...***...

...Happy reading 🥰🙏🥰...

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝒌𝒂𝒑𝒂𝒏 𝑩𝒆𝒓𝒚𝒚𝒍 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝑫𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒂 🤔🤔🤔

2024-04-09

0

Bintang Timur

Bintang Timur

kelamaan

2024-02-21

0

Yani

Yani

Kasian Hanindita selalu di siksa

2024-02-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!