Karena tidak mempunyai cara lain selain terpaksa untuk terjun, Nanney memberanikan diri walaupun hanya menggunakan dirigen yang dijadikan alat pelampung.
“Sayang, apakah kamu sudah siap?” tanya sang suami. Nanney mengangguk, kemudian meraih tangan suaminya.
“Ayo, hanya ini jalan satu satunya yang bisa kita lakukan.” Ucap Regar, sedangkan Nanney kembali teringat dengan sesuatu.
“Ini, ini ada syal yang bisa kita gunakan untuk mengikat tangan kita agar kita tidak terpisah.” Ujar Nanney kembali dengan idenya.
“Ah ya, aku baru ingat. Sini, biar aku saja yang akan mengikatnya.” Kata Regar dan meraih syal yang ada ditangan istrinya.
Karena api semakin berkobar, Regar terburu buru untuk mengikat syal ke tangan miliknya dan sang istri.
Selesai, Regar dan Nanney kini sudah siap untuk terjun ke laut. Detak jantungnya mulai berdegup sangat kencang, bahkan perasaan takut telah menguasai pikirannya.
“Sayang, aku takut.” Kata Nanney sambil memejamkan kedua matanya.
“Kamu tidak perlu takut, ada aku yang akan selalu bersama kamu.” Jawab Regar, Nanney menganggukkan kepalanya.
“Kita hitung mundur dari angka lima, ok.” Kata Regar, sedangkan Nanney tidak juga membuka kedua matanya. Ia tetap dengan caranya sendiri yang tetap memejamkan kedua matanya hingga terjun ke laut.
“Baiklah, aku akan memulai menghitung.” Ucap Regar, sedangkan api semakin menyambar di mana-mana dan membuatnya ingin segera menghindarinya.
“Lima, empat, tiga, dua, satu.”
“Aaaaaaaaa!” teriak Regar dan Nanney bersamaan.
Sedangkan di ruang kerja milik Gane tengah sibuk dengan obrolan atas sesuatu yang sudah direncanakan oleh Gane dan Ciko.
Seketika, Gane mendadak kaget saat sebuah ponsel miliknya membuyarkan konsentrasinya dalam membicarakan hal penting mengenai pekerjaan yang sedang ia bicarakan bersama Ciko.
“Bos Gane, ada panggilan masuk.” Ucap Ciko sambil menunjuk ke ponsel yang berdering cukup keras.
Gane melirik ke ponselnya dan mencoba melihat siapa yang memanggil. Dilihatnya sebuah kontak telepon yang bertuliskan nama orang kepercayaannya, segera ia meraih ponselnya dan langsung menerima panggilan masuk.
Gane langsung terkejut saat mendapatkan panggilan dari anak buahnya.
“Apa!”
“Dasar! kalian semua ini benar-benar ceroboh.” Bentak Gane dengan emosi yang langsung meluap.
Tanpa harus berpikir panjang, Gane langsung mematikan panggilan telepon dan bergegas pergi begitu saja.
“Bos! tunggu, aku ikut.” Teriak Ciko cukup keras dan segera mengejar langkah Bosnya itu.
Sambil lari, Ciko mempercepat larinya untuk mengejar Gane yang langkah kakinya cukup gesit.
“Bos, kenapa terburu-buru. Sebenarnya ada apa sih Bos, jelaskan.”
Gane langsung menoleh ke sebelahnya, terlihat jelas kepanikan yang sedang Gane rasakan.
“Bos!” teriak Ciko yang kini sudah berada di hadapan Gane.
“Regar terkena musibah, puas!”
“Apa! Bukankah mereka sedang pergi di pulau terpencil? apa yang sebenarnya terjadi dengan Tuan Regar, Bos?”
“Aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya padamu, ayo kita berangkat sekarang juga.” Ucap Gane, kemudian ia langsung keluar dari Kantornya.
“Doin!” panggil Gane dengan suara yang lantang.
“Ya, Tuan.”
“Kamu urus kantor ini, jangan sampai tidak terkendalikan.”
“Siap, Bos.”
Gane langsung keluar dari Kantornya dan segera naik mobil bersama Ciko.
“Kalau boleh tahu, apakah Bos Gane sudah memberi kabar kepada Tuan Pras?”
“Tidak penting bagiku memberi kabar kepadanya.” Jawab Gane dengan pikirannya yang sangat gelisah. Bahkan rahangnya yang mengeras benar-benar begitu terlihat jelas ketika di dalam dadanya tengah bergemuruh memikirkan keselamatan adik satu-satunya.
“Cepat kau tambahkan kecepatannya, aku tidak ingin terjadi sesuatu pada Regar.” Perintah Gane yang sudah tidak sabar ingin segera sampai ke tempat tujuan.
“Baik, Bos.” Jawab Ciko, kemudian ia menambahkan kecepatan laju kendaraannya.
Kenapa bukan anak buah yang lainnya? tentu saja Niko memiliki alasan tersendiri atas kepercayaannya kepada Ciko.
Tidak memakan waktu yang lama bagi Ciko untuk mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dan kini telah sampai di tempat yang dituju. Yakni tempat penyebrangan ke pulau terpencil, pulau yang selalu dijadikan tempat berlibur untuk keluarga Huttama.
“Bos, kita sudah sampai.” Ucap Ciko, Gane langsung turun dari mobil begitu saja.
Karena panik dan takut terjadi sesuatu pada sang adik, Gane terus berlari menuju keramaian.
“Dimana adikku! dimana orangnya.” Teriak Gane mencari keberadaan sang adik laki lakinya.
“Tuan, tenangkan dulu pikirannya Tuan.”
“Tenang, kau pikir. Adikku adalah hartaku satu satunya! bagaimana aku bisa tenang, sedangkan adikku sendiri tidak juga terlihat orangnya, hah.”
“Semua anak buah sedang mencarinya, Tuan.”
“Cepat! kau dan yang lainnya cari adikku sampai ketemu, sekarang juga.” Perintah Gane dengan bentakan.
“Baik, Tuan.” Jawabnya dan segera meninggalkan Gane yang tengah gelisah memikirkan keselamatan sang adik.
“Bos, aku mau menghubungi anak buah kita dulu. Aku yakin jika Tuan Tegar agar segera kita temukan, dan pastinya dengan selamat.” Ucap Ciko, Gane mengangguk.
Cukup lama Gane mondar-mandir di pinggiran laut, tidak sabar ingin rasanya mencarinya sendiri.
Gane yang sudah tidak sabar, ia akhirnya nekat mengenakan baju pelampung.
“Mau ke mana, Tuan?”
“Aku ingin mencari adikku, minggir.” Jawabnya yang tetap bersikukuh atas tekatnya untuk mencari adiknya yang hilang jejak saat terjun dari atas kapal.
“Tuan, cuaca sangat berbahaya. Lihatlah ombaknya, Tuan. Biar yang lainnya saja, Tuan.”
“Bagaimana aku bisa tenang, adikku belum juga ditemukan.” Ucap Gane penuh geram.
Ciko yang baru saja meminta anak buahnya untuk segera datang, ia kembali menghampiri Bosnya.
“Bos, aku sudah kerahkan semua anak buah kita untuk ikut mencari Tuan Regar.” Ucap Ciko, sedangkan Gane tetap gelisah dan sedari tadi hanya mondar-mandir dengan penuh ketakutan jika dirinya harus kehilangan saudara laki lakinya.
“Tuan, Nona Nanney selamat. Sekarang sedang dibawa ke rumah sakit terdekat. Tapi ....”
Gane langsung menoleh dan menatapnya dengan tajam, bahkan terlihat seperti ingin memangsa musuhnya.
Gane langsung berjalan mendekat dan tanpa pikir panjang, ia langsung menarik kerah baju dengan sangat kuat.
“Jangan bilang kalau Regar tidak selamat!”
“Tenang dulu, Tuan. Saya hanya mau menyampaikan, bahwa Tuan Muda Regar belum ditemukan. Mungkin terpisah. Sabar dulu, Tuan.” Jawabnya dengan gemetaran, Gane langsung melepaskan tangannya yang tengah menarik kuat kerah baju milik orang kepercayaannya itu.
Setelah menunggu beberapa menit saja, beberapa anak buah Gane dan Ciko telah datang. Tapi tidak ada satu pun yang terlihat seperti anak buah, semua terlihat biasa-biasa saja. Penampilan mereka semua tidak jauh beda dengan para nelayan yang siap membantu untuk mencari adik dari Bosnya.
“Yang sabar ya, Bos. Percayalah, Tuan Muda Regar pasti dapat ditemukan dengan selamat.” Ucap Ciko mencoba untuk menenangkan pikiran Bosnya yang sedang kacau dan tidak karuan rasanya saat kepanikan atas insiden musibah yang dialami oleh adik laki-lakinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
beban suami.......
kenapa nggk Dion aja si namanya....
2022-03-08
0
Cerita Emmilia
hehe thor gmbaran kepanikan di atas kabar kurang tegang thor, tapi baguusss benget ceritanya aq udah vote
2022-02-11
2
yatun divia
Berharap semua selamat ya thor..walau terpisah tp sesaat aja please 🙏😥
2022-01-27
2