Waktu sudah menunjukkan pukul 05:00 sore. Diandra sudah berada di lobby bawah menunggu pesanan ojek onlinenya datang. Tepat saat itu, Haryo dan Bayu baru keluar dari lift dan melihat Diandra yang sedang duduk di sofa lobby.
Diandra melihat mereka berdua segera berdiri dan memberi salam.
"Selamat sore Pak Haryo!" Diandra membungkuk hormat pada Haryo tanpa senyum.
"Selamat sore Kak Bayu!" sapa Diandra pada Bayu, tak lupa senyuman manis juga dilemparkan kepada Bayu.
Haryo kesal melihat itu.
"Kenapa tidak ramah kepada saya? Tidak senyum sama sekali?" tanya Haryo sambil menatap Diandra.
"Maaf, saya hanya teringat kata-kata bapak tadi pagi, kalau tidak boleh genit ke lawan jenis, senyum-senyum, lambai-lambai, itu tidak boleh!" jawab Diandra cuek.
"Trus kenapa kamu senyum-senyum ke Bayu?" tanya Haryo bertambah kesal.
"Oh, bagi saya Kak Bayu bukan orang asing, jadi wajar kan kalau saya ramah kepada Kak Bayu?" jawab Diandra lalu balik bertanya pada Haryo.
"Saya atasanmu di sini!" bentak Haryo membuat beberapa pasang mata menatap ke arah mereka.
"Justru karena bapak adalah atasan saya, jadi saya lebih tidak berani senyum kepada bapak, takutnya nanti bapak kira saya genit ke bapak dan mau menggoda bapak." jawab Diandra dengan nada tegas namun sedikit mengejek.
"You..." Haryo kehilangan kata-kata, sementara Bayu mati-matian menahan tawa.
"Maaf saya permisi, driver pesanan saya sudah sampai." Diandra membungkukkan badannya lagi ke arah Haryo, lalu menatap ke arah Bayu dan tersenyum, "Bye Kak Bayu!" tak lupa Diandra melambaikan tangannya ke arah Bayu. Para karyawan yang masih ada di lobby menatap kepergian Diandra sambil terheran-heran, berani betul karyawan baru ini adu mulut sama si bos dan bikin si bos kehilangan kata-kata. Sebagian dari mereka diam-diam mengacungi jempol ke arah Diandra.
Sepeninggal Diandra, Bayu sudah tidak kuat lagi menahan tawanya, tiba-tiba suara tawanya menggelegar di dalam lobby.
"Hahahahahahaha.... Bagus juga nih Rara bikin bos kita speechless..... Hahahahahahaha.... Duh Haryo, tampangmu ngetwist jadi aneh gitu.... Hahahahahaha...." Bayu terbahak sampai keluar air mata. Beberapa karyawan menatap horor ke arah Haryo yang sudah siap mengamuk, lalu mereka buru-buru keluar meninggalkan lobby dan bergegas pulang.
"Kamu benar-benar cari mati Bay!" ancam Haryo.
"Hahahaha.... Ya sudah, kalau ga takut dipenjara, langsung aja!" gelak Bayu tanpa takut dengan ancaman Haryo.
"Sudah ku bilang kan, kalau mau dekati Diandra, sifat kakumu itu harus disingkirkan, karena cuma bikin orang lain kesal." sambung Bayu.
"Huh!" Haryo melangkahkan kakinya keluar menuju mobilnya dan bergegas meninggalkan Bayu yang hanya bisa geleng-geleng kepala. Bayu bergegas menelepon supirnya dan meminta untuk segera dijemput.
Sementara itu, Diandra sudah tiba di lobby kantor Danu, Diandra menghampiri meja receptionist.
"Selamat sore, mba... Saya adiknya Pak Danu, bolehkah saya menemui kakak saya?" tanya Diandra denga sopan.
"Oh, mba Diandra ya? Mari mba, saya antar ke ruangan Pak Danu."
Diandra pun diantar ke ruangan kakaknya yang terletak di lantai 2 perusahaan.
"Silakan masuk mba, ditunggu sebentar, Pak Danu sedang ada pengecekan di ruang kontrol keamanan!"
"Terima kasih mba!" setelah mengucapkan terima kasih, Diandra segera duduk di sofa sudut yang ada di ruangan Danu. Ruang kerja Danu tidak begitu besar tapi cukup nyaman walau dipenuhi dengan berbagai ukuran monitor LED. Diandra melihat ada dua buah bingkai foto, satu berisikan foto mereka berdua bersama orang tua mereka dan satu lagi berisi foto mereka berdua bersama kakek dan nenek mereka.
Perlahan Diandra bangkit dan mendekati meja kerja Danu. Diandra mengusap bingkai foto yang berisikan foto mereka bersama kedua orang tua mereka, tak terasa air mata menitik di pipinya.
"Ayah... Ibu.... Rara kangen....!" Dipeluknya foto itu dan Diandra mulai menangis terisak.
"Rara... Sudah la...." Danu yang baru masuk ke dalam ruang kantornya terkejut melihat Diandra menangis sesenggukan di depan mejanya.
"Rara... Ade... Kenapa?" Danu panik melihat Diandra menangis seperti itu, buru-buru Danu menghampiri dan memeluk Diandra.
"Rara.... Rara... Ade kenapa?" Danu mengeratkan pelukannya.
"Kakak... Rara kangen ayah ibu, kak!" jawab Diandra di sela isakannya.
"Ssst.... Kalau kangen besok akhir pekan kita tengok ayah ibu ya, sudah.... Jangan nangis!" Danu membelai kepala Diandra untuk menenangkannya.
"Kita langsung pulang yuk, katanya malam ini nenek masak sup kacang merah kesukaanmu!" ajak Danu sambil merangkul bahu Diandra.
"Hmmm..." jawab Diandra yang dengan manja menyandarkan kepalanya di bahu Danu.
Danu meminta Diandra menunggunya di lobby, sementara dia menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya.
Diandra berjalan keluar lobby dan memutuskan menunggu sang kakak di luar, Danu yang melihat dari kejauhan, buru-buru menjalankan mobilnya ke arah Diandra.
"Ayo masuk!" seru Danu, Diandra pun segera masuk ke dalam mobil.
"Ra... Kamu sudah ga pernah dapat gangguan dari anaknya pakde Suwito, si Tora dan Sinta kan?" tanya Danu.
"Enggak kak, kan katanya mereka sekarang sekolah di luar negeri." jawab Diandra, wajahnya menegang mendengar nama Tora dan Sinta. Mereka berdua adalah dalang penculikan Diandra beberapa tahun yang lalu, motifnya hanya karena iseng, dan entah karena apa, kasus itu menguap begitu saja tanpa diusut oleh pihak berwajib.
"Hmmmm.... Kamu harus hati-hati ya Ra, kalau sekiranya ada yang aneh di sekitarmu, langsung bilang kakak." pinta Danu.
"Iya kak, semoga kejadian dulu ga terulang lagi."
"Gimana hari pertama kerja?" tanya Danu mengalihkan pembicaraan.
"Baik kak, teman-teman di departemen baik semua. Yang nyebelin sih CEOnya. Sok sempurna kebanyakan aturan." jawab Diandra sambil memajukan bibirnya saat teringat kelakuan sang CEO.
"Biasalah Ra, CEO kan orang kaya, orang berduit, wajar kalau inginnya sempurna dan kasih banyak peraturan." sahut Danu seraya tersenyum melihat wajah lucu adiknya.
"Iya tau sih, kasihan tuh Kak Bayu, kenapa bisa betah jagain si muka batu."
"Hah? Kak Bayu siapa? Muka batu siapa?"
"Kak Bayu Senoaji, sekretarisnya si CEO Muka Batu." omel Diandra.
"Jangan gitu, kualat ngatain bos sendiri." Danu tersenyum geli melihat kejengkelan yang terlukis jelas di wajah adiknya.
"Ra, tadi sekretarisnya siapa namanya?" tanya Danu karena teringat nama yang Diandra sebut terdengar familiar.
"Kak Bayu Senoaji... Tadinya Ade mikir kaya pernah dengar nama itu, tapi di mana ga tau." jawab Diandra.
"Kaya nama sahabat kakak sejak jaman SD dulu." gumam Danu.
"Oh.... Kak Bayu yang gemuk itu ya kak? Kelihatannya bukan deh, Kak Bayu yang ini tinggi, tegap, langsing, ganteng pula, cuma sama-sama pakai kacamata." seru Diandra.
"Tapi anehnya, waktu wawancara, dia tanya soal nama Perwita. Apa ada hubungan sama keluarga Perwita dari PT. Buana Raya." sambung Diandra.
"Lalu Rara jawab apa?" tanya Danu sambil mencengkeram erat kemudi mobilnya.
"Rara bilang ga ada hubungannya, sama nama doang, nama Perwita kan bukan nama keturunan ningrat jadi bisa dipakai siapa saja, gitu Rara jawabnya." jelas Diandra.
"Anak pintar." Danu mengusap kepala Diandra.
"Bagi es krim kak!" todong Diandra.
"Eha, apaan kok es krim?" tanya Danu pura-pura kaget.
"Ih, Kak Danu... Kan kalau ade udah jadi anak pintar kakak selalu bagi es krim ke ade?" rengek Diandra.
"Katanya Rara udah gede, kok minta es krim?" goda Danu.
"Ya kan suka es krim ga peduli udah besar atau masih kecil. Ya kak... Magnum aja deh ga apa-apa..." rengek Diandra.
"Iya deh iya... Nanti kita mampir mini market dulu." Danu akhirnya menyerah.
"Sekarang aja kak." Diandra melanjutkan rengekannya.
"Duh, dasar bocah... Ya udah, nanti kalau ada mini market kita berhenti dulu." Danu menjentik kening Diandra karena gemas.
"Kak Danu memang the best." Diandra mencium pipi Danu dan memeluk pinggangnya.
"Adeee, kakak nyetir ini lhoooo!" omel Danu yang dibalas kekehan Diandra yang dengan enggan melepas pelukannya.
Setelah menemukan mini market dan membeli es krim untuk Diandra, Danu pun menjalankan mobilnya perlahan menuju ke rumah kakek neneknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments