"Bunga Lily?" suara seorang pria memanggilnya.
Pria itu berdiri di depan Lily. Lily mendongak, lalu segera berdiri. Masih mendongak, karena tubuh pria itu jauh lebih tinggi dari Lily.
Dia kan, pria yang kemarin duduk di sebelahnya di mobil travel, pikir Lily.
Aaah, ternyata dia mengantarkan sendiri ponselnya. Lily merasa tidak enak jadi merepotkan.
" Iya, saya Bunga Lily"
"Saya Yudhistira"
"Anda jadi mengantarkan sendiri ponselnya. Saya kira pakai jasa kurir" ucap Lily tak enak hati.
"Supaya lebih yakin kalau ponselnya diterima baik oleh kamu, jadi saya antar sendiri. Tidak apa-apa kan?" pria itu menyerahkan ponsel Lily.
"Justru saya merasa tidak enak merepotkan pak Yudhistira" sahut Lily.
"Panggil saya Yudhistira saja" ucapnya.
"Saya masih single, belum jadi bapak-bapak" dia tersenyum. Lily jadi malu dibuatnya.
Memang sih usianya mungkin sekitar 29 tahun. Selisih 5 tahun sepertinya dengan Lily.
"Kemarin saat kamu menelepon, muncul nama Bunga Lily di ponsel ini" kata Yudhistira.
"iya, nama saya Bunga Lily" jawab Lily. Pantas saja dia tahu nama lengkapnya. Lily memang menyimpan nama lengkapnya di kontak ponsel kantornya.
"Nama yang cantik" gumam Yudhistira membuat pipi Lily yang putih menjadi merona tersipu malu.
"Iih kenapa aku jadi begini sih?" pikir Lily. Hanya dibilang namanya bagus saja langsung tersipu malu.
"Lebih baik kita duduk" Yudhistira mengajak Lily duduk. Lily yang masih tersipu ikut duduk.
"Saya tahu ini ponsel kamu, karena ada fotomu di sana" Yudhistira mengarahkan telunjuknya ke layar ponsel yang sekarang sudah berada di tangan Lily.
Wallpapernya memang foto Lily sedang duduk di balik meja kerjanya.
"Tapi, tenang saja. Saya tidak buka isi ponselmu" ujarnya menenangkan Lily. Lily tersenyum mendengarnya.
"Terimakasih sudah menolong saya"ucap Lily.
"Sama-sama" sahut Yudhistira
"Oh, iya. Papamu sakit apa?" tanyanya.
Lily menoleh. Tak langsung menjawab. Bagaimana dia tahu kalau papa sakit, gumam Lily dalam hati.
"Maaf saya lancang. Sewaktu di perjalanan dari Jakarta kemarin, saya tidak sengaja dengar kamu berbicara dengan seseorang bahwa papamu sakit"
Aah iya. Lily ingat sewaktu Pak Bram meneleponnya.
"Sakit jantung papa kambuh" jawab Lily.
Pagi tadi Lily sempet melihat papa, masih tertidur. Tapi kata pak Yan, menurut dokter yang merawat papa keadaan papa sudah lebih baik. Kemungkinan lusa sudah bisa masuk kamar perawatan.
"Bagaimana keadaan beliau sekarang?"
"Menurut dokter sudah lebih baik. Kemungkinan lusa sudah bisa masuk kamar perawatan"
"Papa juga sudah bisa komunikasi, hanya saja masih dibatasi. Supaya mempercepat pemulihan, harus lebih banyak istirahat"
"Semoga segera sehat dan pulih kembali. Sabar, ya" ucap Yudhistira.
"Aamiin. Terimakasih atas doanya" Lily memandang sekilas Yudhistira.
Hhhm Lily kembali melihat sesuatu yang beda di mata Yudhistira. Bola matanya berwarna silver. Indah sekali matanya. Sejak kemarin di mobil travel, Lily memang melihat sesuatu yang menarik pada mata itu.
Baru kali ini Lily melihat bola mata berwarna silver.
"Apakah sebenarnya banyak yang memiliki bola mata warna silver? mungkin hanya aku saja yang kurang banyak ketemu orang? Atau aku jarang memperhatikan bola mata orang?. Tapi, sepertinya aku memang baru kali ini melihat bola mata seperti ini" gumam Lily dalam hati.
"Kamu kerja di Jakarta?" tanya Yudhistira. Lily tersadar dari pikirannya yang sibuk tentang bola mata silver milik pria itu.
"Iya" jawab Lily.
Mata silver itu menatapnya lekat. Lily segera mengalihkan pandangannya. Menunduk sebentar mencoba menenangkan ritme detak jantung yang tiba-tiba terasa lebih kencang tak terkendali.
"Bisa-bisanya jantung ini berdetak kencang di saat yang tidak tepat" batin Lily seraya terkekeh sendiri.
"Di daerah mana?"
"Di sekitar jalan Fatmawati" jawab Lily.
"Ooh, jalan Fatmawati..i see" ucap Yudhistira seraya melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Ekspresi wajah Yudhistira nampak terkejut, namun juga seperti senang. Lily agak susah mengartikan ekspresi wajah pria di sampingnya.
"Tahu kafe Blume?" tanya Yudhistira.
"Tentu saja. Itu cafe terkenal di sana. Dekat dengan kantorku. Kalau kamu kesana, kamu bisa coba croissant keju kismisnya. Itu enak sekali." ucap Lily sambil membayangkan rasa croissant kesukaannya itu. Rasanya seperti terbit di lidah. Lily terpejam membayangkan nikmatnya.
Yudhistira nampak terkejut lagi. Tapi dia lantas tergelak pelan melihat ekspresi Lily.
Lily dengan cepat memperbaiki sikapnya.
"Aah bagaimana bisa aku bersikap kekanak-kanakan seperti tadi" pikir Lily.
Tiba-tiba Lily melihat Rakha muncul memasuki lobby rumah sakit. Dari kejauhan Rakha sudah melihat Lily lalu berjalan ke arahnya.
"Apa yang dia lakukan di sini?", batin Lily.
Perasaan Lily menjadi tak karuan.
Semua perasaan bercampur aduk tidak jelas rasanya.
Entah kenapa Lily merasa kesal. Saat ini dia sudah tidak mau berhubungan dengan Rakha. Tapi sekarang dia malah muncul di sini. Semoga saja dia tidak membuat masalah.
"Bagaimana kabar papamu, Ly?"
Lily masih terdiam.
"Maaf, Ly. Aku tidak mengabari kalau mau datang"
"Tadi aku menelepon ke rumahmu. Kata pekerja di rumahmu Papamu dirawat di sini"
ucap Rakha, Lalu dia memandang Yudhistira yang duduk di sebelah Lily.
Lily tahu Rakha sengaja tidak memberi kabar akan datang karena pasti Lily melarangnya.
Dia pasti menghubungi Bu Halimah di rumah. Karena Bu Halimah tidak tahu apa yang terjadi antara Lily dan Rakha, sudah pasti Bu Halimah menjawab semua pertanyaan Rakha.
"Papa masih di ruang ICU. Tapi keadaannya sudah lebih baik" jawab Lily.
"Aku harap kamu segera kembali ke Jakarta. Tolong jangan kembali lagi. Kita sudah selesai"ucap Lily pelan seraya menahan kekesalannya. Namun cukup bisa didengar oleh pria bermata silver di sebelahnya.
"Lily, saya izin pamit. Karena masih ada urusan pekerjaan. Semoga Papamu lekas sehat" Yudhistira berhasil membuat Lily merasa reda dari rasa kesalnya.
"Baik, Pak Yudhistira. Terimakasih banyak"
"Siapa dia?" Selidik Rakha menatap pria jangkung itu dengan curiga.
"Perkenalkan, saya Yudhistira. Teman Lily"
Yudhistira mengulurkan tangannya.
Disambut Rakha dengan pandangan tak suka dan terlihat tidak mendengarkan apa yang diucapkan Yudhistira.
"Rakha. Calon suami Lily" ucap Rakha.
"Eeeh, calon suami?" Lily menatap Rakha kesal.
"Bukan calon suami. Bukan siapa-siapa" Lily menggelengkan kepalanya.
"Kamu jangan bertingkah macam-macam ya, Rakha. Jangan mencemarkan nama baik aku" ucap Lily pelan dengan nada kesal. Lalu menghela nafas.
Yudhistira melihat kekesalan Lily. Dan dia cukup jelas mendengar ucapan Lily
"Saya pamit ya, Lily." Yudhistira sekali lagi berpamitan kepada Lily, lalu menganggukan kepala ke arah Rakha, matanya menatap sekilas ke jari manis Rakha.
Ada cincin melingkar di sana.
Dan Lily melihat tatapan Yudhistira. Seketika dada Lily terasa sesak. Ada buliran air mata yang seperti hendak memaksa keluar tiba-tiba. Namun Lily tahan seraya menghela nafas dan menampilkan senyum. Apa yang akan dipikirkan Yudhistira tentangnya, seorang calon istri dari laki-laki beristri? Fffffhhh Rakha benar-benar mempermalukannya.
"Sudahlah. Tak apa. Lagipula dia dan pria bermata silver itu tidak akan bertemu lagi. Mereka hanya kenal tanpa sengaja. Pasti apa yang terjadi saat ini akan segera terlupakan juga oleh pria itu" Lily menghibur diri dari rasa malu.
"Semoga kamu baik-baik saja ya, Ly. Tetap semangat untuk papamu" Yudhistira menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya tanda berpamitan.
"Baiklah. Terimakasih banyak ya" sahut Lily.
Rakha memandang Yudhistira yang berjalan keluar rumah sakit dengan pandangan tidak suka.
"Aku kemarin sudah katakan bahwa aku tidak bisa penuhi permintaanmu. Jadi kamu tidak berhak berkata seperti tadi" Lily memulai pembicaraan.
"maafkan aku, Ly" Ucap Rakha pelan.
Lily hanya menghela nafas.
"Selama ini aku belum pernah melihat dia. Kamu kenal dimana?" tanya Rakha penuh selidik.
"Aku tidak ada kewajiban untuk memberitahumu"jawab Lily.
"Kenapa kamu datang ke sini? bukankah setiap hari harus antar dan jemput istrimu pulang kerja?" Tanya Lily.
"Jangan bicara sinis sperti itu" Rakha menghela nafas panjang.
"Aku tidak sinis. Bukankah pertanyaanku memang benar?" sahut Lily.
"Dia sedang tidak bekerja. sedang pergi belanja bersama ibunya"
"Besok aku dan dia pergi ke Bali. Orangtuanya sudah mempersiapkan liburan ke sana selama satu minggu" Rakha berbicara pelan.
"Ooh bulan madu ya?" Lily tersenyum.
"Tapi kami tidak benar-benar bulan madu, Ly"sanggah Rakha.
"Rakha, aku minta tolong. Jangan temui aku lagi. Silahkan urus keluargamu untuk saat ini" Ucap Lily.
"Tapi, Ly. Aku kan sudah bilang ke kamu untuk minta waktu tiga bulan. Aku akan bercerai dari Dina"
"Lakukan apa yang menurutmu baik untuk dirimu sendiri, bukan karena aku"
"Jangan jadikan aku sebagai alasan perceraianmu"
"Lalu, bisnis bersama kita bagaimana, Ly?"
"Itu nanti bisa diurus" Ucap Lily berlalu meninggalkan Rakha.
"Lily, tunggu sebentar. Aku belum selesai bicara" Rakha hendak menyusul Lily.
Lily berbalik. Rakha tersenyum senang saat Lily berbalik mendekatinya. Lily memang mudah luluh hatinya. Rakha yakin Lily pasti menerimanya lagi.
"Lain kali jika ingin mengaku sebagai calon suami seorang perempuan, lepas dulu cincin pernikahanmu itu" Lily berucap sambil berlalu pergi.
Rakha terkesiap. Baru tersadar bahwa cincin pernikahannya masih melingkar di jari manisnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Arinda 🌹🌹
sukaaa..lanjut thor
2022-04-25
0
Arinda 🌹🌹
xixixixxi...rasain. sok kegantengan banget sih
2022-04-25
0
Arinda 🌹🌹
Rakha knapa bgitu ke Lily. kalau mau cerai, ya cerai aja. kalo bgitu kan jd kyak mau bikin seolah lily pelakor.
2022-04-25
0