Bunga Lily Untuk Pangeran
Lily berlari-lari kecil menuju kafe yang berada di sebelah gedung kantornya.
Hujan rintik-rintik membasahi wajahnya dengan lembut. Perlahan dia mengusap wajahnya yang basah dengan tisu.
Hari ini dirinya sudah ajukan ijin pulang cepat setelah seminggu kemarin lembur menyelesaikan laporan akhir tahun.
Dia harus pulang ke Bandung karena Papa masuk rumah sakit lagi. Kak Angga, Kakak laki-lakinya, tadi mengabari Lily.
Namun sebelum ke Bandung, Lily ada janji bertemu dengan seseorang.
Setibanya di depan cafe, Lily menghela nafas sejenak untuk menenangkan diri.
Seorang pria melambaikan tangan ke arahnya. Lily perlahan berjalan ke arah kursi meja sebelah jendela kafe. Dia sudah hafal meja itu. Viewnya paling bagus karena bisa menikmati pemandangan ke luar.
Sebelum berangkat tadi, Lily sudah pesan makanan dan minuman kesukaannya melalui aplikasi. Jadi tidak perlu mengantri lama. Makanya begitu tiba, coklat hangat dan croissant keju kismis kesukaannya tinggal diambil di counter pengambilan.
"Apa kabar, Ly?" sapa pria itu saat Lily tiba di meja. Dia adalah Rakha. Laki-laki yang beberapa Minggu lalu masih Lily anggap sebagai calon suami.
"Aku baik. Kamu bagaimana?" Lily bertanya balik.
Rakha hanya tersenyum seraya mengangkat pundaknya.
"Makanlah dulu" ucap Rakha.
Lily memang tadi sengaja tidak makan siang.
Sambil menikmati croissant keju kismis kesukaannya, Lily sesekali melirik jari manis Rakha yang memakai cincin berwarna silver.
Lima hari yang lalu Rakha menikah dengan mantan kekasihnya, Dina. Meninggalkan Lily. Dengan alasan terpaksa menikahi Dina karena katanya wanita itu mengancam akan bunuh diri memotong nadinya dengan benda tajam.
Terdengar seperti drama. Tapi itu yang terjadi. Rakha meninggalkannya dengan alasan seperti itu.
Mereka bahkan mempersiapkan pernikahan saat Rakha masih bersama Lily. Sering antar jemput Lily. Seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
Bahkan dua minggu sebelum mereka menikah, Rakha masih menemani Lily pulang ke Bandung bertemu Papa.
Lily mengetahui rencana pernikahan Rakha dan Dina dari dua sahabat Rakha. Dion dan Billy. Lalu seminggu sebelum mereka menikah, Rakha memberikan surat undangan kepadanya.
Lily datang ke pernikahan Rakha bersama Billy dan Dion. Dirinya ingin membuktikan bahwa dia kuat dan tidak terpuruk walau Rakha meninggalkannya.
Walau sebenarnya, Lily menangis semalaman. Kecewa dan sakit hati sudah pasti. Yang membuatnya sangat berat adalah memikirkan bagaimana caranya memberitahukan Papa dan keluarganya mengenai Rakha. keluarganya tahu bahwa Rakha adalah laki-laki yang sedang dekat dengan Lily dan berencana akan melanjutkan ke jenjang lebih serius
Namun di malam setelah pernikahannya, Rakha menelepon Lily. Meminta waktu bertemu di hari kamis.
Dan hari ini dia sudah ada di depan Lily. Entah apa tujuannya.
"Ada yang mau disampaikan?" tanya Lily setelah makanannya habis.
"Mmhhh..aku minta tolong. Lily jangan dekat dengan laki-laki lain dulu" ucap Rakha membuat Lily bingung.
"Maksud kamu apa?"tanya Lily.
"Tunggu aku. Aku mau bercerai dari Dina." lanjutnya membuat Lily semakin bingung.
"Aku tahu aku salah. Aku jahat ke Lily. keputusanku menikahi Dina itu kesalahan besar dalam hidupku"
"Berikan aku waktu tiga bulan untuk menyelesaikan proses perceraianku dengan Dina"
"Tolong jangan menerima cinta dari siapapun. Tunggu aku ya, Ly"
Rakha menatap Lily. matanya penuh harap.
"Kenapa mau bercerai. Kamu baru menikah 5 hari" tanya Lily merasa aneh.
"Aku tidak mencintai dia, aku terpaksa, Ly"
"Sejak hari pertama menikah, kami sudah bertengkar hebat hanya karena hal sepele. Dia sama sekali tidak bisa berbicara dengan lembut, selalu kasar"
"Aku sadar, yang aku cintai adalah kamu" Rakha menatap Lily penuh harap. Namun ekspresi Lily tetap datar.
"Aku minta maaf ya, Ly. Aku mohon jangan tinggalkan aku ya"
"Tunggu aku, Ly. please"
Lily tidak menjawab. Dia menatap ke luar jendela cafe seraya mencoba menghabiskan coklat hangatnya yang berangsur dingin.
"Aku tidak bisa, Rakha" ucap Lily dingin.
"Tolong kamu pikirkan lagi, Ly. Berikan aku kesempatan sekali lagi. Please" Rakha menatap Lily setengah memaksa.
"Aku tidak bisa, Rakha. Kamu sudah menikah. Aku juga punya hak untuk melanjutkan kehidupanku dengan tenang" jawab Lily tanpa ekspresi.
"Aku rasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. aku mau pulang" Lily bangkit dari duduknya.
"Aku antar pulang ke kos-an kamu, ya"Rakha meraih kunci mobilnya yang tergeletak di meja.
"Tidak perlu. Setelah ini aku mau pulang ke Bandung. Papaku masuk rumah sakit" Lily melirik jam tangannya. Jam 15.22. Masih ada waktu baginya ke kantor travel.
"Maaf, aku tidak bisa antar. Karena aku harus jemput Dina di kantornya" Rakha menatap Lily dengan perasaan bersalah.
"Aku tidak memintamu mengantarku. Aku bisa sendiri. Sudah pesan kursi Ztrans travel di gedung sebelah" sahut Lily sambil melangkah keluar tanpa menoleh lagi.
"Lagipula, kita sudah tidak ada hubungan apa-apa kan?" Lily melanjutkan ucapannya ketika menyadari bahwa Rakha mengikutinya.
"Keluargaku tidak ada yang mengetahui soal pernikahanmu" sambung Lily.
"Kamu tidak usah menemuiku lagi"
Bagaimana mungkin Lily memberitahu soal ini di saat papa sedang sakit.
Rakha tertunduk. Sikapnya nampak gelisah dan kecewa dengan sikap Lily.
"Baiklah, aku pergi dulu. Selamat tinggal" pamit Lily bergegas.
"Aku antar ke kantor travel, Ly" Rakha menyusul Lily yang sudah melangkah pergi tanpa menghiraukannya.
Cukup jalan kaki menuju kantor travel minibus Ztrans. Karena hanya berjarak 20 meter dari Kafe tempat mereka barusan bertemu.
"Sampai jumpa, Lily" ucap Rakha saat Lily hendak naik ke dalam minibus.
Lily hanya melambaikan tangannya dengan wajah tanpa ekspresi dan tanpa mengucapkan apapun. Sama seperti dalam perjalanan singkat tadi, Lily hanya terdiam.
Dirinya hanya memikirkan kondisi Papa.
Sepanjang perjalanan, pikiran Lily melayang memikirkan Papa. Semoga Papa keadaannya tidak terlalu buruk dan lekas kembali sehat.
Lily menyandarkan punggungnya di kursi , lalu mencoba memejamkan mata sebentar untuk melepaskan penat. Tapi dia berusaha untuk tidak tertidur selama perjalanan. Dia sangat takut jika bepergian seorang diri lalu tertidur di perjalanan apalagi di angkutan umum.
Ada enam penumpang di minibus dengan tiga baris kursi penumpang. Setiap baris hanya diisi oleh dua orang.
Lily duduk di kursi barisan pertama di belakang pengemudi persisi di samping pintu keluar.
Penumpang di sebelahnya seorang pria berbadan tinggi, berkulit putih seperti bukan orang Indonesia asli. Mungkin ada keturunan Eropa, seperti Perancis atau Inggris. Dia sedang asik membaca buku dengan posisi duduk tegak.
Empat orang di belakangnya sepertinya anak SMA yang sedang mau berlibur ke Bandung. Sepanjang jalan obrolan mereka sangat seru khas anak SMA, membuat Lily terhibur mendengarnya. Celoteh-celoteh khas anak sekolah yang ceria.
Sekitar setengah jam lagi kendaraan tiba di shuttle Ztrans Cihampelas. Lily sudah mengabari kak Angga, supaya Pak Min, Sopir Papa bisa menjemputnya.
Tiba-tiba, ponsel khusus pekerjaan miliknya berbunyi. Pak Bram, atasan Lily sekaligus direktur perusahaan menelepon.
Tadi pak Bram sedang meeting saat dirinya pulang. Namun sudah mengirim pesan via whatsapp bahwa Lily ijin pulang cepat karena papa sakit. Semua laporan sudah Ia selesaikan dan sudah diletakkan dengan rapi di meja pak Bram.
"Selamat sore, pak Bram. Saya ijin pulang cepat hari ini. Papa saya terkena serangan jantung" ucap Lily.
"Baik, Lily. Saya baru baca pesan kamu. Kamu ajukan cuti saja sampai papamu pulih"
jawab Pak Bram.
"Baik, Pak. Nanti saya ajukan cuti. Terimakasih ya, Pak"
"Sama-sama, Ly. semoga Papamu lekas pulih" ucap pak Bram.
Pak Bram memang orang baik. Walaupun seorang direktur, tapi selalu memperlakukan semua karyawan seperti teman.
Baru saja Lily menutup ponsel pekerjaan o, ponsel pribadinya berbunyi.
Sebuah pesan dari Rakha
"Aku akan merindukanmu, Lily sayang"
"Semoga Papa lekas sehat ya" pesan kedua.
Hhhhhh...Lily masih bingung dengan semua yang terjadi. Dia bahkan tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini terhadap Rakha setelah pertemuan tadi. Rasanya dia semakin enggan melihat Rakha. Pembicaraan tadi mengganggunya. Kata-kata permintaan Rakha membuat harga dirinya tersinggung. Setelah meninggalkan nya begitu saja, tiba-tiba dia datang dan memintanya menunggu. Dia pikir dia itu siapa? Lily menghela nafas perlahan, berusaha meredam rasa marah di dadanya.
Lily tak membalas membalas pesan Rakha lalu memasukan ponselnya ke dalam tas.
Ciiiiiit.....braaak. Terdengar suara benturan keras dari arah depan minibus.
dan kendaraan yang ditumpanginya berhenti mendadak membuat semua penumpang terkejut. Keempat anak sekolah yang duduk di belakang berteriak ketakutan.
"Mohon maaf semuanya, kendaraan di depan kita menabrak motor jadi saya terpaksa tiba- tiba berhenti" Bapak pengemudi nampak merasa bersalah.
"Harap tidak panik ya Aa, teteh dan adik-adik.
Alhamdulillah Kita aman. Sebentar lagi kita sampai" lanjut sang pengemudi.
Suasana dalam mobil yang tadi riuh berangsur kembali tenang.
Lily meraih tasnya yang terjatuh ke bawah kursi. Penumpang pria di sebelahnya juga melakukan hal yang sama. Dia hendak mengambil bukunya yang terjatuh. Sehingga kepala mereka beradu.
"Aduuh" Lily meringis pelan memegang kepalanya.
"Sorry...sorry" ucap pria tersebut. Lily menoleh dengan wajah masih meringis. Namun pandangan Lily seketika terhenti pada kedua bola mata didepannya "Matanya....." batin Lily.
"kamu baik-baik saja?" pria itu bertanya. Membuat Lily kembali tersadar dengan rasa sakit di kepalanya.
"Lumayan sedikit sakit"ucap Lily sambil mengusap kepalanya yang berdenyut. Benturannya cukup keras.
"Tapi tidak apa-apa. Hanya sakit biasa" lanjut Lily saat pria tersebut merasa kebingungan dan salah tingkah.
"Syukurlah" gumamnya lega."Maafkan saya. Saya tadi tidak sengaja" ucap pria itu.
"Tidak apa-apa. Bukan salah anda. Memang kebetulan kita mau ambil barang di bawah di saat yang sama"sahut Lily.
"Ooh oke. Terimakasih" dengan canggung, pria itu tersenyum
"Sama-sama" Balas Lily dengan ramah.
Tak lama kemudian, kendaraan sudah memasuki shuttle Cihampelas. Lily melihat Pak Min sudah menunggunya di tempat parkir bagi penjemput
Begitu Lily turun, Pak Min segera meraih tas bawaan Lily dan mempersilakannya menuju mobil.
Merekanlangsung menuju rumah sakit.
***
Papa berada di ruang ICU. Ada pak Yan di sana. Pak Yan adalah asisten papa sejak dulu. Selalu menemani papa kemanapun. Pak Yan dan Bu Halimah, istrinya, memang tinggal di rumah papa. Mereka tidak memiliki anak. Bu Halimah adalah orang yang membantu Mama di rumah sejak dulu.
Saat Mama meninggal Bu Halimah pun merasakan kesedihan mendalam, karena selama hidupnya Mama memperlakukan bu Halimah seperti keluarga.
Meskipun Papa tidak bisa terus ditemani di dalam ruangan. Setidaknya ada keluarga yang berjaga-jaga di ruang tunggu jika sewaktu-waktu diperlukan.
Menurut pak Yan, Papa tiba-tiba sesak nafas sewaktu berkeliling pabrik. Saat itu juga langsung dilarikan ke rumah sakit. Sehingga Papa cepat mendapatkan pertolongan.
Lily melihat Papa dari balik jendela kaca. Papa sedang tertidur. Ditubuhnya terpasang beberapa alat dan kabel-kabel.
Lily merasa hatinya teriris. Papa memang menjadi sering sakit sejak kepergian Mama dua tahun yang lalu. Bagaimana tidak, Mama menemani Papa selama 32 tahun. Pastilah Papa merasakan kehilangan yang amat mendalam.
***
'Drrrttttt....'
Panggilan masu dari Ka Angga.
"Kakak nanti malam sekitar jam sepuluh ke rumah sakit. Tadi ada meeting penting yang tidak bisa dibatalkan. Kakak harus gantikan Papa tadi"
"Kamu pulanglah dulu. Istirahat"
"Lily mau bertemu Papa, Kak" sahut Lily
"Besoklah kamu ke rumah sakit lagi, sekarang sudah malam"
"Kita harus tetap sehat supaya bisa jaga Papa. Makanya kamu sekarang pulang. Makan lalu tidur yang cukup"
"Besok kita ketemu di rumah sakit"
"Baik, Kak. Lily pulang sekarang" Sahut Lily patuh
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Zia Amaya
Mulai baca, br mampir nih thor
2022-04-25
0
Arinda 🌹🌹
hadir karna muncul direkomendasi. Lanjut Thor
2022-04-25
0
Shen月呀
Mampir kak.
salam dari my crush
2022-04-23
1