Termakan Omongan

Setelah hampir sore mertua Rania pulang dari arisan. Dia langsung menuju dapur untuk menyimpan makanan yang dia bawa dari restoran tempatnya tadi melangsungkan arisan. Rania yang sedang memasak di dapur hanya memperhatikan apa yang sedang mertuanya itu lakukan tanpa berkomentar apa-apa.

"Jangan makan ini! Aku membelinya khusus untuk Barra!" titah sang mertua sambil berlalu meninggalkan dapur.

Rania tidak mempedulikan ucapan mertuanya. Dia juga tidak berniat untuk menyentuh makanan itu sama sekali. Barra sudah memberitahunya kalau dia lembur jadi akan pulang agak malam. Rania melanjutkan kegiatannya memasak entah nanti ada yang memakannya atau tidak yang penting dia sudah menyiapkannya.

Selesai masak Rania menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya. Setelah itu dia tidak keluar begitu pula mertuanya hingga hampir waktunya makan malam dan terdengar suara mobil memasuki halaman rumah. Ibu mertuanya bergerak cepat dengan berlari menyambut anak lelakinya yang baru pulang kerja.

"Dimana Rania Bu?"

"Di kamarnya. Mungkin sedang tidur, dasar istri mu itu seorang pemalas!"

Barra tidak mempedulikan kata-kata ibunya dan segera berjalan menuju kamarnya. Dia menemukan Rania sedang terlelap. Barra mendekati istrinya itu kemudian mencium keningnya. Merasakan sentuhan hangat di keningnya, Rania pun membuka matanya.

"Kamu sudah pulang?" ucap Rania dengan suara serak. "Maaf aku tidak menyambut mu."

Rania segera bangun dan membenarkan posisinya. Dia tidak sengaja tertidur karena terlalu lelah setelah seharian mengurus rumah. Sebenarnya mengerjakan pekerjaan rumah tidak begitu berat baginya. Rania masih muda, dia punya energi berlebih untuk mengerjakan semua pekerjaan itu. Tapi hinaan dan omelan dari mertuanya lah yang lebih menguras energinya, lelah batin tentu saja.

"Kamu sudah makan? Aku akan menyiapkan makan malam. Kamu bersihkan badanmu dulu." Rania berdiri tapi Barra menarik tangan Rania hingga dia kembali terduduk di tempat tidur.

"Apa yang kamu lakukan seharian tadi? Kenapa kamu terlihat lelah sekali?" Barra melingkarkan tangannya di tubuh Rania. Dia masih ingin melepaskan rindu pada istrinya setelah seharian tidak bertemu.

"Seperti biasanya, aku membereskan rumah, mencuci, masak dan yang lain, semacam itu ... kamu tahu lah."

"Kamu tidak harus melakukannya jika kamu capek," balas Barra sambil membenamkan hidungnya di leher Rania.

Rania tersenyum. "Tidak apa-apa, lagian aku tidak punya kegiatan lain." Tangan Rania membelai lembut rambut Barra.

Rania sangat menikmati kebersamaan ini. Barra sangat mencintainya dan memperlakukannya dengan lembut, tapi ini tidak akan lama. Dia akan berubah dingin setelah mendengar ibunya mengatakan sesuatu yang buruk tentang Rania. Dia mudah sekali terpengaruh oleh kata-kata ibunya.

Sudah berulang kali Rania meminta Barra untuk tinggal terpisah dari ibunya tapi bara tidak mengabulkan permintaannya. Barra tidak tega jika harus membiarkan ibunya tinggal sendirian. Rania sempat berpikir, alasan mungkin sampai saat ini dia belum juga hamil adalah karena dia tertekan dengan keberadaan mertuanya yang tidak pernah bersikap baik padanya. Tapi dia tidak berani memberi tahu Barra soal ini, dia takut menyinggung perasaannya, mengingat suaminya itu sangat menyayangi ibunya.

"Barra ... Ibu terus mengatakan aku perempuan mandul. Apakah kamu bisa memberi ibu pengertian bukan salahku jika kita belum punya anak. Aku sehat dan kamu pun sehat, jadi mungkin Tuhan memang belum memberi kita kesempatan untuk memiliki anak."

"Tidak usah kamu pikirkan kata-kata ibu. Nanti aku akan bicara padanya."

"Terima kasih." Rania berbalik dan gantian mengecup kening suaminya. "Sekarang mandilah, aku akan turun untuk menyiapkan makan malam," lanjut Rania.

"Tidak perlu. Kamu temani aku mandi. Ibu pasti sudah menyiapkan semuanya."

"Tapi aku sudah mandi."

"Hanya menemaniku di kamar mandi, tidak usah ikut mandi."

"Baiklah suamiku sayang ... " jawab Rania sambil mencubit hidung Barra.

* * *

Barra dan Rania berjalan menuju ruang makan setelah drama di kamar mandi selesai.

"Barra ... kenapa lama sekali kamu turun? Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu," sambut sang ibu begitu melihat Barra berjalan ke arahnya.

Rania hanya mengernyit mendengar kata-kata mertuanya. Dia tahu makanan yang dia maksud kesukaan Barra adalah makanan yang dia beli sewaktu arisan siang tadi yang kemudian dia hangatkan lagi. Selain itu semua makanan yang ada di meja makan adalah masakan Rania tapi Rania tidak mempermasalahkannya.

Barra tersenyum. "Terima kasih Bu," ucapnya. Kemudian ketiganya makan dengan tenang. Rania tidak membahas sedikitpun mengenai mertuanya yang tadi meminta uang padanya.

"Ibu tadi ketemu Bu Sandy, dia bilang menantunya sudah melahirkan. Sekarang Bu Sandy mempunyai dua orang cucu, satu laki-laki dan satu perempuan, sudah lengkap kebahagiaannya."

Mertua Rania memulai pembicaraan. Perasaan Rania sudah tidak enak jika mertuanya mulai bicara menyangkut anak atau cucu. Pasti nanti dia yang akan dikambinghitamkan.

"Senang sekali ya jadi Bu Sandy, ibu juga mau seperti dia. Bukankah anak Bu Sandi adalah teman sekolahmu?"

Barra diam tidak menanggapi kata-kata ibunya. "Temanmu sudah punya dua anak. Kamu satu aja belum. Ini bahkan sudah lebih dari lima tahun."

"Ibu ... sudahlah, mungkin memang belum saatnya kami punya anak."

"Coba saja dulu kamu menikah dengan orang lain. Kalau ibu jadi kamu sih ibu akan mencari perempuan lain yang masih muda dan bisa hamil." Kata-kata sang mertua benar-benar menyakiti perasaan Rania.

"Barra ... bagaimana kalau nanti kita periksa ke dokter. Aku sudah beberapa kali periksa dan hasilnya aku baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan rahimku. Mungkin kamu juga harus periksa."

"Lihatlah, istrimu berani bicara seperti itu. Bukankah itu seakan menganggap kamu yang bermasalah?" Barra melirik ke arah Rania.

"Jangan salah mengartikan kata-kata ku. Aku tidak bermaksud seperti itu." Rania mencoba menjelaskan.

"Tentu saja dia bermaksud demikian. Dia sengaja ingin menyalahkan mu atas kemandulannya." Mertuanya terus berusaha memojokkan Rania.

"Bukan begitu Bu, Barra memiliki kebiasaan merokok dan juga minum alkohol, mungkin itu ada pengaruhnya dengan kualitas sp****nya." Kali ini Rania ingin membela dirinya.

"Oh ... dia sudah berani merendahkan mu di depan Ibumu sendiri? Bahkan berani mengatakan hal seperti itu di depan Ibu. Selain mandul ternyata dia juga tidak tahu malu!"

Barra hanya diam, tapi matanya terus menatap Rania dengan penuh kemarahan.

"Jangan terus menyalahkan aku Bu ... "

"Cukup Rania!!!"

"Aku sehat, tidak ada yang salah denganku! Jadi jangan bicara macam-macam lagi!" Barra berdiri dan meninggalkan meja makan penuh dengan amarah. Dia telah termakan omongan ibunya.

Sang mertua melirik Rania dengan wajah yang tersenyum penuh kemenangan. Rania berlari menyusul Barra yang lebih dulu masuk ke dalam kamar. Rania berpikir mungkin kata-katanya tadi menyinggung harga diri Barra sebagai seorang laki-laki. Tapi dia juga bosan jika terus-terusan disalahkan oleh mertuanya.

Rania mendekati Barra yang sedang duduk di balkon kamarnya. Dia terlihat murung.

"Maafkan kata-kata ku tadi." Barra tidak menjawab.Dia terus memandang ke depan tanpa mempedulikan Rania di sampingnya.

Terpopuler

Comments

Morna Simanungkalit

Morna Simanungkalit

mertua macam ini perlu ditatar agar mengerti dengan keadaan anaknya hanya menyalahkan menantu.

2024-06-10

0

Anisnikmah

Anisnikmah

barra itu mandul atau Rania tertekan saja stress dan sulit untuk hamil

2022-02-16

2

White Rose

White Rose

Ishh, banyak jg orngtua yg anak menantunya mandul tapi nggak segitunya. kasih petasan aja mulutnya Thor

2022-02-14

1

lihat semua
Episodes
1 Santapan Sehari-hari
2 Termakan Omongan
3 Aku akan Menceraikanmu!
4 Konsultasi
5 Bertengkar Lagi
6 Ide Konyol
7 Di Hotel
8 Hasil Tes
9 Perbuatan Terlarang
10 Masakan Mertua
11 Tidak Enak Badan
12 Memulai Pembalasan
13 Maaf
14 Kenangan Manis
15 Mulai Menebus Kesalahan
16 Perang Dingin
17 Jus Mangga
18 Sensitif
19 Es Krim Durian
20 Sate Kambing
21 Hari Yang Penuh Air Mata
22 Perempuan dan Bayinya
23 Ku Beri Satu Kesempatan
24 Sate Kambing Lagi
25 Drama Es Buah
26 Mobilku
27 Hutang-hutang Ibu
28 Seblak
29 Meeting Dadakan
30 Wajah-wajah Garang
31 Kertas Pembawa Berita Buruk
32 Trauma
33 Serangan Pagi
34 Salah Orang
35 Bunga!
36 Tanggung Jawab
37 Dia
38 Dia atau Aku?
39 Keputusan
40 Ikatan Batin
41 Aroma Mint
42 Lewat Tengah Malam
43 Separuh Nyawa
44 Kita Akan Membalasnya!
45 Mencari Kerja
46 Kita Mulai Sekarang
47 Gelato
48 Ruang VVIP
49 Statusku?
50 Gadis kecil
51 Kado
52 Dua Anak
53 Peringatan Kecil
54 Pesta
55 Nafsu dan Amarah
56 Cari Sampai Ketemu!
57 Jatuh Miskin?
58 Sembunyi
59 Sekretaris Nakal
60 Cukup Untuk Hari Ini!
61 Kotor
62 Tertangkap
63 Maaf (Lagi)
64 Rapat Direksi
65 Pasien Cantik
66 Kenangan Buruk
67 Aku Datang!
68 Aku Datang! 2
69 Sesal Widia
70 Pulang
71 Kebenaran
72 Kebenaran 2
73 Kebenaran 3
74 Mengambil Tindakan
75 Sembunyi (Lagi)
76 Kembali
77 Uang
78 Perdebatan
79 Tidak Berubah
80 Akhirnya
81 Meminta Maaf
82 Hidup Baru
83 Kabur
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Santapan Sehari-hari
2
Termakan Omongan
3
Aku akan Menceraikanmu!
4
Konsultasi
5
Bertengkar Lagi
6
Ide Konyol
7
Di Hotel
8
Hasil Tes
9
Perbuatan Terlarang
10
Masakan Mertua
11
Tidak Enak Badan
12
Memulai Pembalasan
13
Maaf
14
Kenangan Manis
15
Mulai Menebus Kesalahan
16
Perang Dingin
17
Jus Mangga
18
Sensitif
19
Es Krim Durian
20
Sate Kambing
21
Hari Yang Penuh Air Mata
22
Perempuan dan Bayinya
23
Ku Beri Satu Kesempatan
24
Sate Kambing Lagi
25
Drama Es Buah
26
Mobilku
27
Hutang-hutang Ibu
28
Seblak
29
Meeting Dadakan
30
Wajah-wajah Garang
31
Kertas Pembawa Berita Buruk
32
Trauma
33
Serangan Pagi
34
Salah Orang
35
Bunga!
36
Tanggung Jawab
37
Dia
38
Dia atau Aku?
39
Keputusan
40
Ikatan Batin
41
Aroma Mint
42
Lewat Tengah Malam
43
Separuh Nyawa
44
Kita Akan Membalasnya!
45
Mencari Kerja
46
Kita Mulai Sekarang
47
Gelato
48
Ruang VVIP
49
Statusku?
50
Gadis kecil
51
Kado
52
Dua Anak
53
Peringatan Kecil
54
Pesta
55
Nafsu dan Amarah
56
Cari Sampai Ketemu!
57
Jatuh Miskin?
58
Sembunyi
59
Sekretaris Nakal
60
Cukup Untuk Hari Ini!
61
Kotor
62
Tertangkap
63
Maaf (Lagi)
64
Rapat Direksi
65
Pasien Cantik
66
Kenangan Buruk
67
Aku Datang!
68
Aku Datang! 2
69
Sesal Widia
70
Pulang
71
Kebenaran
72
Kebenaran 2
73
Kebenaran 3
74
Mengambil Tindakan
75
Sembunyi (Lagi)
76
Kembali
77
Uang
78
Perdebatan
79
Tidak Berubah
80
Akhirnya
81
Meminta Maaf
82
Hidup Baru
83
Kabur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!