Pernikahan

...Part 3...

...🍁🍁🍁...

Siang pergi, senja menghampiri, rembulan muncul untuk menggantikan sang mentari.

Hari berganti, kini telah genap empat belas hari Zareen terlelap.

Ya, Zareen tak kunjung juga membuka matanya. Yang ada hanya reaksi-reaksi kecil yang diperlihatkan tubuhnya, seperti jarinya yang tiba-tiba bergerak kecil ketika Gema mengajaknya berbicara, atau tetesan air mata sesekali juga ikut menjadi bukti, seakan ingin menyampaikan pada mereka, bahwa gadis ini, tetap mendengarkan setiap sapaan sayang untuknya. Atau bisa jadi, ia merindukan orang-orang yang ia sayangi.

Sementara itu, di bagian bumi lain, pemuda yang bertubuh tegap dengan aura seorang pemimpin yang begitu kuat melekat padanya, tengah berdiri di jendela ruangan kerja yang didesain sedemikian megahnya. Pandangan sejauh penglihatan mata, netra hitam itu dapat menyaksikan seluruh bagian kota metropolitan , Jakarta.

Dengan sunggingan senyum yang merekah di wajahnya, ia terus meneliti kesibukan dunia yang tampak dari ruang kerjanya dengan tidak sabaran. Hmmm, nampak seperti ABG yang dilanda cinta saja. Namun, begitulah ia, mengingat tentang kekasih hati yang katanya akan datang hari ini menemuinya, tentunya ia sangat bahagia untuk itu, karena sudah cukup lama gadis itu tidak menampakan batang hidungnya. Sungguh dia sangat merindu

Dan benar saja, beberapa saat kemudian, terdengarlah langkah memasuki ruangan sang CEO. Langkah itu semakin mendekat, ia tau itu siapa.

“Sayang...” Gadis itu juga tidak dapat mengontrol perasaannya rupanya. Ia langsung memeluk Zain dari belakang dan menyenderkan kepalanya di punggung lebar pria muda itu.

“Aku merindukanmu” Katanya mencoba mengungkapkan isi hati

Zain tersenyum simpul mendengar ucapan lembut itu, ah dia benar-benar bahagia.

“Kau tau seberapa lebih aku merindukanmu!”. Ucap Zain membalikan badan dan menatap netra sang pujaan.

Ilna hanya tersenyum, ia tahu lelaki itu sangat mencintainya.

“Tapi, aku gundah dan bertanya, apakah kau benar-benar merindukan ku”?

Jujur Zain sambil melangkah menuju sofa yang ada di ruangan yang luas itu.

“Sayang, apa maksudmu?,Kau tau kalau aku bicara jujur mengenai perasaanku”

Ilna cukup terkejut mendengar keluhan Zain barusan, lelakinya tidak pernah seperti ini sebelumnya, ia akan selalu berucap lembut dan penuh kecerian ketika bersamanya, tidak seperti ini, untuk yang pertama kalinya ia melihat kekasih hati berkeluh dengan gundah. Ia menghampiri Zain

“Sayang, kau tau kalau aku tidak pernah bisa menutupi bagaimana perasaanku, aku manusia yang exspresif hm, kau tau itu”

“Look at me baby, ada apa”? Ilna menangkup wajah Zain untuk menghadap padanya

Terdiam cukup lama, Zain menatap dua mata biru yang menyejukan itu, ya, dia sangat menyukai dua mata ini, sangat menyejukan baginya.

“Tidak ada apa-apa, aku hanya teramat merindukanmu, oleh sebab itu jangan seperti ini lagi hm, tidak menghubungi ku selama seminggu, kemudian tiba-tiba saja mengatakan kalau kau sudah di Amsterdam, itu sangat tidak adil untuk ku, aku tidak menyukainya”. Keluh Zain sambil memegang kedua tangan Ilna.

Benar, ia mengurungkan niatnya untuk mengintrogasi Ilna, jujur saja ia sangat terusik oleh pikiran-pikiran buruknya akhir-akhir ini mengenai Ilna. Ia tahu, bahwa gadis yang ada di depannya saat ini sudah tidak setia lagi menunggunya, dan itu telah ia ketahui sejak lama. Namun tetap, ia tetap mencinta Ilna, teramat.

“I love you”. Akhir Zain dan memeluk Ilna erat.

...🍁🍁🍁...

“Kak, kakak gak lupa kan sama Gema?, kakak ingat kan di sini ada Gema, adik kakak. Kakak kok betah sih tidurnya?. Kakak gak rindu sama Gema?, bangun donk kak, udahan tidurnya kak. Kalau kakak gini terus makannya kapan?, nih kakak udah kurus banget, pucat lagi”.

Gema menangis tersedu-sedu, tidak, ia tidak akan lagi menahan air matanya, ia benar-benar takut kehilangan kakak. Kakak semakin hari semakin kurus, dan sangat-sangat pucat, dan Gema cukup paham dengan keadaan seperti itu.

“Kakak Gema rinduuuu....” Ungkap akhirnya kemudian ia memeluk erat tubuh Zareen kepelukannya, dan menangis di dada sang kakak.

Di luar, di balik jendela, Ningsih melihat semua itu, ia mendengarkan semua ungkapan lirih Gema.

Tidak, ia tak akan sanggup lagi, ia tak akan menunggu lebih lama lagi, ia harus mengambil keputusan dengan segera. Suka, atau tidak, putranya harus bisa menerima, karena ini adalah tanggung jawab yang harus ia pikul, karena bagaimanapun, ini semua berawal dari dirinya. Dan, Zain harus bertanggung jawab.

Setelah selesai bergulat dengan hati dan perasaanya, Ningsih pergi meninggalkan ruangan yang rutin ia kunjungi selama dua minggu terakhir ini. Dengan langkah yang tenang, namun menampakan ketegasan, Ningsih lansung menuju bacement dan berharap Reza telah ada di sana untuk menjemputnya.

*

“Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam”

Zain menyalami tangan Ibundanya

“Kamu capek nak?” Ibu mau bicara sesuatu”

“Bicara apa bu?”

“Kamu harus segera menikahi Zareen”, tutur Ningsih langsung

“Hah apa!? Ibu ngomong apaan sih?

“Iya, nikahi Zareen”

“Enggak, nggak, aku gak bisa”, Zain kalut, ia berdiri dan hendak meninggalkan Ibunya.

“Zain, kamu harus melakukan ini nak, dia itu tanggung jawab kamu”

“Aku akan bertanggung jawab bu, tapi tidak dengan menikahinya”. Putus Zain dengan tegas

“Kamu lihat a? Kamu lihat bagaimana kondisinya saat ini, sudah dua minggu, namun ia tak sadar-sadar juga, badannya makin melemah, makin pucat. Dan adeknya yang hanya bisa menangisi keadaan Zareen seperti itu setiap harinya, apa kamu gak liat itu ha? Buka mata hati kamu nak, apa hatimu gak merasa tersentuh sedikitpun untuk melihat itu a?”

“Bawa ia ke rumah sakit di Jerman, dan kamu, kamu harus menjadi mahromnya”.

Zain diam, tangannya mengepal, menahan sesak di dadanya.

“Ini satu-satunya jalan, agar ia segera mendapatkan pengobatan terbaik nak. Ibu tidak bermaksud memaksamu sayang, cuma memang ini jalan satu-satunya dan ini memang tanggung jawab kita nak’. Ningsih mengusap pipi putranya, dengan senyuman, ia beranjak meninggalkan Zain yang hanya diam terpaku.

“Ibu, kau tau kalau aku tak akan bisa melakukan ini, aku tidak akan menikahi seseorang selain Ilna”. Dia benar-benar lelah dengan semua ini, kenapa harus seperti ini, kenapa takdir mempermainkannya, ia benar-benar jengah.

...🍁🍁🍁...

“Saya terima nikahnya putri bapak Asheqo Zareen, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dan 25 gram emas dibayar tunai”

“Bagaimana saksi?”

“Sah, sah”

“Alhamdulillahirobbil alamin”

Kemudia Zain menyalami dan mencium tangan kedua orang tua yang baru saja menjadi mertuanya. Dengan air mata yang masih berurai Fatma menerima uluran tangan pemuda yang telah sah menjadi menantunya itu. Ia tidak menyangka, bahwa putrinya akan mengalami semua ini, hatinya benar-benar terluka saat mendengar kabar yang di sampaikan lansung oleh Ningsih saat itu.

*

“Kamu tega ha, kamu tega sama aku, kamu jahat, aku benci kamu”.

Ilna terus memukul dada lelaki yang terus mencoba memeluknya itu.

“Sayang, please, maafkan aku, jangan menangis lagi, aku mohon”

Akhirnya Ilna luruh dalam dekapan erat Zain, ia masih terisak, namun juga sudah lelah untuk memberonta, lelah fisik dan juga lelah hati.

“Maafkan aku, please jangan tinggalkan aku”. Zain tak hentinya mencium kepala kekasihnya.

“Aku hanya mencintaimu, dan akan terus seperti itu”

“Kalau kamu benar mencintaiku, kenapa kamu menikahi gadis lain?”, apa arti cinta untukmu ha?”

“Aku gak bisa berbuat apa-apa sayang, aku juga tidak mau ini terjadi, bagaimana bisa aku menikahi orang yang tidak aku sayangi, hanya kamu sayang, hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi, membangun mimpi bersamamu, hanya saja... aku tidak punya pilihan, aku harus bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan”.

“Tapi percayalah, aku hanya mencintaimu”

“Jangan tinggalkan aku, aku benar-benar membutuhkanmu, tolong teruslah di sisi ku, aku mohon”

Lirih Zain dan kembali mengeratkan pelukannya untuk gadis yang telah mengisi hatinya selama tujuh tahun ini.

Hanya satu, hanya satu yang sangat ia inginkan dalam hidupnya ini, ialah membangun rumah tangga dengan Ilna, wanita yang sangat ia cintai setelah Ibunda yang melahirkannya. Cinta pertamanya, yang begitu membekas di hatinya. Sejak pertama kali ia melihat gadis ini waktu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, hanya kejadian kecil, saat gadis yang masih mengenakan seragam putih dongker itu rela basah kuyup karena menempuh derasnya hujan hanya untuk mengambil box usang yang di dalamnya terdapat sepasang anak kucing yang di tinggalkan pemiliknya di tepi jalan. Sejak saat itu, Zain sangat menyukai Ilna, gadis yang penyayang pikirnya. Kasih sayangnnye benar-benar telah tercurahkan untuk gadis ini

TO BE CONTINUE

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Miels Ku

Miels Ku

miels mampur

2023-06-07

1

zenara

zenara

zain oon nya atas nm cinta ceweknya ga setia masih aja ngemes

2023-02-23

1

Ria dardiri

Ria dardiri

cinta emang buta ,,,ibarat kata cinta dak ada tokonya,,,,

2022-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!