...Part 2...
...🍁🍁🍁...
“Bagimana keadaanya”?
Zain tampaknya sudah tidak bisa menunggu lagi, dan langsung menanyakan perihal keadaan Zareen kepada Reza yang baru memasuki ruang rawatnya. Sungguh, dia teramat merasa bersalah.
“Dia masih belum siuman”
Zain membuang nafas kasar, dia terus memikirkan, kenapa hal ini bisa terjadi. Kenapa musibah tampak senang menyinggahinya, datang silih berganti. Baru dua bulan sang Ayah yang amat dicintainya pergi untuk selamanya, di susul dengan kekasih hati yang kepergok bermain di belakangnya untuk yang kesekian kalinya. Dan sekarang, ia hampir saja mati dan membawa nyawa orang lain. Sungguh menyesakan.
“Kau perlu ku panggilkan Ilna”?
“Jangan”
“Hmm baiklah, kau beristirahatlah, nanti aku kembali”
Reza hanya mengangguk paham, dia cukup tau apa yang terjadi dengan sahabatnya ini. Dan kemudian berlalu meninggalkan Zain sendiri dengan kegundahannya.
“Sayang, kau tidak menanyakan kabar ku, apa kau benar-benar bahagia dengan dia hm?, sampai sekedar menanyakan kabar ku saja kau tidak ada waktu”? Lirih Zain sebelum kembali memejamkan matanya.
“Dimana kakak, dimana?”
Dengan tidak sabaran lagi Gema berlari menyusuri lorong rumah sakit tersebut, meninggalkan Reza yang terus mencoba menghentikan dengan terus memanggil namanya.
“Gema, kamu harus tenang ya, gak boleh seperti ini, nanti gak diizinan masuk”. Rayu Reza sembari memegang kedua bahu bocah yang manis itu.
“Hufhh,,, Dengan mengatur nafasnya kembali, Gema kemudian mengangguk
“Anak yang pintar, baiklah mari ikut kakak”
Reza membimbing bocah laki-laki yang berusia delapan tahun itu menuju ruang rawat Zareen, sesampainya di depan ruangan Reza mendorong pelan pintu yang bewarna putih itu. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, Gema tampak sangat tenang, dengan pelan ia menuju brankar sang kakak. Tatapan sendu itu, iya, bagaimanapun pribadi Gema yang memang terlihat sangat dewasa dari umurnya, tetap saja ia adalah anak kecil, yang tidak bisa menyembunyikan emosinya terlalu lama. Satu tetes air mata yang keluar begitu saja tanpa seizinnya membasahi pipi mulus bocah yang masih mengenakan seragam merah putih itu. Mengenggam lembut tangan sang kakak, Gema bergumam,
“Kakak udah tidur berapa lama?, kakak bangun yuk, yuk kita pulang, gak enak kakak tiduran di sini, sempit kak kasurnya, Gema gak bisa meluk kakak lagi deh”.
Lirih Gema yang terdengar memilukan, menyeka air mata yang terus mengalir, dengan senyum yang entah apakah masih dapat dikatakan senyuman. Gema terus mengenggam tangan wanita yang amat ia sayangi, tangan yang telah melindunginya dari kerasnya dunia selama ini.
“Tuhan, apa yang sudah saya lakukan?”.
Sekali lagi, lirihnya
Zain hendak berbalik dari posisi berdirinya beberapa saat lalu, namun suara Ningsih menghentikannya.
“Zain...Kamu ngapain disini nak?”
Sejenak, seketika Ningsih paham dan kembali menatap Zain.
“Kamu mau liat Zareen?, ayuk masuk”
“Tidak bu, Zain balik kekamar dulu”
Ningsih termengu melihat kepergian putranya, nampak jelas jika Zain sangat terpuruk oleh kejadian ini. Dia tau putranya itu, lelaki yang tak sering menampakan exspresi untuk orang-orang diluar sana, yang terkenal dengan sifat dinginya, hanya ada ketegasan dan keseriusan untuk orang asing yang mengenalnya, namun Ningsih sangat mengetahui putranya, Zain sangatlah bertanggung jawab.
Menghapus air mata dan merapikan sedikit penampilannya, Ningsih masuk dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kebisingan untuk gadis didalam.
“Assalamu’alaikum..” Salam Ningsih dengan seulas senyum
“Waalaikumsalam..” Jawab kompak dua lelaki yang berbeda usia tersebut.
“Wahh udah nyampe ya nak, namanya siapa”? Sapa Ningsih dengan antusias terhadap Gema yang masih mengenggam tangan kakaknya.
“Nama saya Gema buk, saya adiknya kak Iza”, terang Gema sambil menyalami tangan Ningsih dengan hormat, setelah itu dia kembali ke samping sang kakak.
“Jadi ini toh adiknya Zareen, tampan ya kamu nak, santun lagi” Puji Ningsih sembari mengelus kepala Gema.
“Terimakasih buk” Jawab Gema dengan senyum ikhlas dibibirnya.
“ O iya, Gema sudah makan?”, Belum pasti ya, karena sehabis sekolah lansung ke sini kan”
Gema hanya mengangguk
“Yuk kita cari makan dulu”
“Gak apa-apa buk, saya makannya nanti saja, saya disini saja menemani kakak”
Tampak jelas, jika Gema sangat merindukan kakaknya. Ningsih yang menyadari itu, kemudian mengambil langkah, dia tidak akan memaksa tentunya, biarkan saja, Gema benar-benar anak yang baik pikirnya.
“Hmmm baiklah, Gema mau makan apa? Biar kak Reza saja yang pergi membelikan”
Nampak berfikir sejenak, Gema menjawab,
“Apa saja buk, Gema gak milih-milih makan kok”
“Baiklah, kita beli nasi padang saja”, putus Ningsih dengan semangat. Gema hanya tersenyum mengiyakan.
Di sisi lain, Zain menatap sendu pada benda pipih yang di pegangnya sedari tadi, panggilan atau sekedar pesan singkat yang ia tunggu-tunggu tak kunjung juga datang, sangat iba. Kemana gadisnya, kenapa tak kunjung juga mengabarinya, tidak, dia tidak mengaharapkan gadis itu menanyakan kabarnya, justru, yang sangat ia inginkan adalah kabar gadis itu, apakah dia baik-baik saja atau tidak, karena sejak ia mendapatkan insiden tiga hari yang lalu yang membuat ia terbaring lemah di rumah sakit ini, ia tidak mengetahui kabar wanita yang ia cintai tersebut. Ah ini sungguh membuatnya frustasi.
Memilih merebahkan diri lagi ke brankar, Zain meletakan sebelah tangannya di kepala, menatap langit-langit ruang rawat itu.
Gusar, bimbang, itulah yang ia rasakan saat ini. Hati dan pikirannya terus berkecamuk seakan tidak membiarkannya beristirahat barang sejenak.
“Kenapa seperti ini? Aku benci” Keluhnya sebelum mencoba memejamkan kembali dua netra hitam itu.
*
Ningsih tak henti-hentinya memandangi interaksi antara adik dan kakak yang tersuguhkan di depan matanya. Tidak, mungkin belum dapat dikatakan interaksi, sebab, hanya Gema seorang yang terus berbicara, sementara sang kakak, masih setia memejamkan mata indahnya. Ningsih benar-benar suka melihat ini, dua anak manusia, dengan kesederhanaan hidupnya, namun benar-benar kaya akan kasih sayang. Lihatlah, bagaimana yang satu sangat terpukul, dengan keadaan yang satunya.
“Gema, mau balik dulu nak”? Gema udah lelah banget kayak nya”
“Oh enggak buk, Gema disini aja, Gema gak capek kok”
“Gema udah dari siang begini terus nak, masak iya gak capek duduk sambil megangin tangan kakak terus, nanti pegel-pegel lo” Bujuk Ningsih sambil mengusap kepala Gema.
“Gema pulang yah, mandi, sholat, abis itu lansung tidur, kan besok Gema harus ke sekolah lagi”
“Gak apa-apa sayang, kan ada Ibu di sini” Sanggah Ningsih lansung ketika Gema nampak masih enggan meninggalkan kakaknya.
“Gema titip kakak ya sama ibuk, sampai Gema besok balik lagi kesini”
“Iya sayang, Ibu bakalin jaga kakak, Gema tenang aja, oke?”
“Baiklah, makasih ya buk, Gema izin pulang dulu”
“Iya nak, sama-sama, jangan lupa sampai rumah lansung bobok ya”
“Iya buk”
“Dah sana, kak Reza udah nungguin”
“Baik Buk, Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”, hati-hati bawa mobilnya Za.
“Cepat sadar nak, Ibu penasaran liat kamu, kepribadian kamu, bagaimana kamu mendidik Gema, sampai bocah yang masih berusia delapan tahun itu tumbuh menjelma menjadi anak yang begitu santun, baik, dan sholeh. Kamu pasti kakak yang sangat baik nak”.
Ningsih tersenyum manis setelah mengusap kepala Zareen yang tertutup khimar.
TO BE CONTINUE
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ria dardiri
😘😘😘
2022-12-20
1
Edelweiss🍀
Zain ngapain mikirin org yg udah milih org lain. Jgn berharap lebih😖😖😖 move on secepatnya.
2022-10-01
2
Ian
lanjut thor😙
2022-01-31
5