Jangan Menangis

...Part 4...

...🍁🍁🍁...

Spring day, sang ranting telah menyendiri kembali, di tinggal dedaun yang selama ini setia mendampingi.

Semilir angin yang berhembus sejuk, bersiul mengabarkan pada setiap telinga yang merindukan kedamaian, untuk insan yang jiwanya mencinta musim gugur.

Musim berganti, di sini, Jerman.

Zareen telah berada jauh dari tanah kelahirannya, meninggalkan Ayah, Ibu, serta Gema adik yang teramat ia kasih. Dengan harapan, semoga Zareen lekas pulih dari ketidakberdayaan yang mengungkung kekuatan dengan mengunjungi rumah sakit terbaik dunia.

“Hallo, Assalamu’alaikum bu...”

“Wa'alaikumsalam sayang”

“Iya bu, ada apa”

“Gimana nak?”

“Lusa, operasinya baru akan dilaksanakan”

Ningsih menghela nafas lemah diseberang

“Kondisi tubuhnya sangat lemah, tidak memungkinkan dilakukan dalam waktu dekat”

“Hmm,,, “ Ningsih mengangguk paham

“Kamu jaga istrimu baik-baik ya nak, semoga keadaan Zareen cepat membaik, dan semoga semuanya berjalan lancar”

Dan juga...

Ningsih menggantung ucapannya, lidahnya kelu untuk berucap, apakah sang putra masih marah dengan keputusan cepat yang ia ambil?. Tapi biarlah, suatu saat nanti, anaknya akan mengerti dengan keputusannya yang terlihat egois ini. Biarlah...

“Kamu juga harus baik-baik saja, Ibu tunggu kepulangan kalian”

“Hmm, Ibu juga”

“Baiklah, Ibu tutup dulu ya nak, nanti Ibu hubungi lagi”

“Baik bu"

Tut Tut Tut...

Zain menatap gadis yang terbaring lemah di brankar yang baru dua hari ini ia tempati.

Sesak, itulah yang ia rasakan kini. Setiap memandang gadis yang telah berstatus istrinya sekarang.

Tidak pernah menyangka, bahwa kini ia telah menjadi suami, tapi bukan dari seseorang yang ia cintai, melainkan gadis asing.

Takdir mengehendakinya memulai suatu awal, memaksanya mengakhiri sesuatu yang sepatutnya belum harus berakhir.

Hanya menyisakan luka, dan lara. Saat wajah Ilna yang dipenuhi air kekecewaan, hendak melepaskan genggaman tangannya yang selama ini mendampingi sang kekasih, selalu membayang di pandangannya.

“Ms. Ell,,, Exusme”

“Yes, what happen sir?”

“Saya titip Zareen, saya mau pergi dulu sebentar”

“Oh ya, silahkan”

Meninggalkan bangunan megah itu, Zain memacu mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, bukan untuk pulang ke penginapan, entahlah, Zain hanya ingin meninggalkan semua ini, rasanya.

Dan disinilah ia berakhir, di tepi laut dipinggiran jalan.

Pandangan yang jauh, menelusuri birunya lautan di tanah profesor dan penemu-penemu ulung itu, namun ingatannya berada di Ibu Pertiwi, dimana kekasih berada, yah Indonesia.

Kerinduan yang meminta ditebus, mendorong Zain merogoh ponsel dari saku black suitnya, dan menelusuri galeri yang dipenuhi gambar kekasih. Dia sangat merindu.

Namun ia tidak tau harus berbuat apa. Jauh dilubuk hatinya, ia ingin sekali menelpon sang kekasih, mendengar suaranya, namun niatnya terpaksa ditekan kembali, Ilna masih mendiamkannya. Sejak hari itu, tak ada komunikasi diantara mereka. Zain tau, tidak akan mudah bagi Ilna, karena dirinyapun begitu.

Jadi, biarlah untuk sementara waktu seperti ini, ia akan memberi waktu untuk Ilna berdamai dengan keadaan, dan dengan penuh harap, bahwa Ilna tidak akan mengambil waktu terlalu lama, karena ia sungguh tidak sanggup jika harus berdiaman lebih lama lagi dengan Ilna. Ia sangat membutuhkan gadis itu, karena, sungguh, ia teramat mencinta Ilna, hanya Ilna.

...🍁🍁🍁...

“Ibuk, gimana kabarnya kakak?”

Gema lansung menanyakan perihal Zareen kepada Ningsih, tidak menarok tasnya dulu, atau sekedar menarik nafas sejenak karena bocah tampan itu lansung berlari setelah mobil terparkir di halaman rumah nan megah tersebut.

“Ya Allah, tenang dulu sayang, Gema duduk dulu, tuh ngos-ngosan” Bujuk Ningsih seraya menuntun pundak kecil Gema untuk duduk di sofa.

“Hmmm hufhhh, hmmm hufhh...” Gema mengatur nafasnya seperti ibu-ibu yang hendak melahirkan saja. "Sudah. Sekarang Gema udah tenang”

“Ha ha anak ini” Lihat betapa anak-anak itu selalu jujur, apa adanya. Ningsih tertawa melihat keluguan Gema.

“Jadi kakak gimana buk? Udah bangun?”

“Belum sayang, Insyaallah kakak minggu depan di operasi. Satu minggu ini kakak harus menstabilkan keadaan tubuhnya dulu, biar besok pas operasi kak Iza kuat.”

“Hmmm gitu ya buk” Gema tampak murung

“Iya sayang,,,”

Ningsih yang menyadari lansung membawa Gema dalam pelukannya, tanganya mengusap sayang kepala bocah laki-laki yang sudah memberikan warna dalam kehidupannya tiga minggu terakhir ini.

“Jadi kita do’akan ya, mudah-mudahan keadaan kakak tidak memburuk, sehingga bisa dilaksanakan operasi secepatnya”

“Aamiin ya Allah, iya buk Gema do’akan”

“Anak pintar... Ya udah, sana nak ganti dulu baju Gema, habis tu turun ya makan siang”

“Baik buk”

Gema beranjak mengambil tas dan menaiki tangga menuju kamarnya. Ningsih tersenyum menatap punggung Gema yang sudah menghilang di balik pintu kamarnya. Yah, tidak susah bagi Ningsih untuk mengasihi Gema layaknya anak sendiri, karena Gema adalah anak yang baik.

Suka dan duka, bisakah hadir secara bersamaan?.

Namun begitulah takdir, catatan kehidupan yang tidak satupun manusia dapat menebaknya. Sedih dan senang hadir secara bersamaan, pikirannya begitu.

Namun seketika senyumannya pudar, ketika mengingat putranya yang jauh di tanah Eropa. Ingatan ketika ia mengungkapkan keputusannya untuk Zareen, dan Zain putranya sangat terpukul akan keputusannya, kendati putra semata wayangnya itu tetap melaksanakan permintaan dirinya.

...🍁🍁🍁...

“Ms, thank you”

“Oh ya, you are welcome sir”

Zain kembali setelah Zareen dibersihkan oleh Ell.

Hanya duduk, dari kejauhan ia menatap nanar gadis yang terbaring lemah itu.

Tanpa sengaja ia melihat air mata Zareen jatuh,

“Dia menangis”?. Zain menyipitkan mata dan mendekat ke brankar,

Zain tertawa miris

“Jangan menangis, kita sama-sama dirugikan”

Kau luka, saya juga terluka,

kau sakit, saya jauh lebih sakit,

jadi jangan menampakan kesedihan oke”

Zain berbalik meninggalkan Zareen dengan air mata membasahi pipi pucatnya, tanpa berkeinginan untuk menyekanya, diabiarkan mengering sendiri, itu akan lebih baik.

Gadis yang malang, tapi dirinya juga sama malangnya bukan?. Hatinya masih belum menerima kenyataan ini. Sangat sulit, dan teramat sakit.

Waktu berganti, keeseokan harinyapun masih sama, Ms. Ell baru saja keluar dari ruang rawat Zareen. Seperti biasa setiap paginya ia akan membersihkan Zareen. Ia akan membersihkan tubuh pucat itu dua kali sehari, pagi dan sore, dan juga segala keperluan Zareen ia yang mengurusnya.

Benar, Zain ia tak mau menyentuh perempuan itu barang sedikitpun. Sangat jauh sekali dari tujuan, atau sebenarnya lebih tepat dikatakan harapan Ibundanya, Ningsih.

Menikahkannya dengan Zareen tentu bertujuan agar sang gadis bisa mendapatkan penjagaan dan perlindungan yang baik dari seorang suaminya. Serta dengan kasih sayang seorang suami yang turut mengurus seorang istri yang tengah sakit.

Namun, nampaknya harapan wanita enam puluh tahun itu terlalu tinggi. Nyatanya sang anak enggan menyentuh barang sedikitpun tubuh lemah Zareen. Menyerahkan segalanya kepada orang lain untuk mengurus wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.

Jahat...!

Kejam...!

Tidak berperikemanusiaan...!

Seperti itu?

Jangan mencercanya sedemikian buruk. Mungkin ia, Zain, hatinya hanya belum sanggup untuk berdamai.

Zain masuk setelah Ell meninggalkan ruangan. Dengan cup coffe yang masih mengepulkan sedikit asap ia duduk berjuntai di single sofa di sana.

Hanya melihat dari jauh.

Yah hanya itu yang pria itu lakukan sejak beberapa hari yang lalu di sini. Tidak berniat mendekat, layaknya layar CCTV yang hanya akan memantau dari kejauhan. Ha ha yang penting ia telah melaksanakan amanah Ibunda, pikirnya.

Setelah dirasa cukup, Zain bangkit dan meninggalkan ruang rawat Zareen. Setelah mengatakan kepada Ell ia melenggang pergi, pergi kemana saja yang jelas tidak di bangunan putih ini.

“Nona, seperti inikah kehidupan pernikahan?. Atau hanya satu dari sekian banyak kisah yang memilukan?. Apakah kau mencintainya, dan apakah suamimu mencintaimu. Kenapa ia tidak berada di sini dan mengenggam tanganmu untuk menunggu kau terbangun?.

Ahh semoga kau segera membaik nona, dan operasinya bisa dilaksanakan secepatnya”. Lirih Ell terakhir setelah mengungkapkan segala kebingungan yang ada di benaknya.

TO BE CONTINUE

🌹

Apakah Zareen dapat mendengar segala keluh kesah Zain?

Apa dengan mengungkapkan seperti itu sesak didanya akan terasa berkurang, entahlah, siapa yang tau.

Terpopuler

Comments

zenara

zenara

hmm kasihan

2023-02-23

1

Riyanti Riri

Riyanti Riri

knp ya yg selalu peduli dan menanyakan keadaan Zareena hanya Gema, kemana kedua org tua Zareena?.. kok seolah gak perduli

2022-10-14

3

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Apakah pernikahan ini kan tetap berlanjut kalau nanti Zareen telah sadar. Semakin penasaran dgn kelanjutannya🤔

2022-10-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!