Seminggu sudah aku dan kang Sofyan menikah, tapi sikap kang Sofyan tidak juga berubah, masih dingin, cuek dan terkesan jijik kepadaku. Aku berusaha memaklumi, karena aku sadar siapa aku. Tapi lama-lama jenuh juga, setiap hari hanya dirumah, tanpa melakukan apapun. Apalagi kang Sofyan belum memberikan nafkah lahir dan batin. Padahal, aku juga butuh uang.
Sore itu, iis menghubungiku, iis mengajakku untuk kembali manggung, katanya dia sudah sehat dan kang Iwan terus menanyakan aku. Aku meminta iis untuk menjemputku dirumah kang Sofyan. Tapi masalahnya, aku belum bilang pada emak dan bapak.
"Mak.. udah sholatnya?" sapaku saat melihat emak yang baru melepas mukenanya.
"Udah, sini neng duduk" titah emak. Aku duduk disampingnya, dipinggiran kasur emak.
"Ada yang mau Puja bicarain mak" ucapku ragu-ragu.
"Mau ngomong apa?" tanya emak.
"Puja mau ikut manggung lagi sama kang Iwan boleh enggak mak?" tanyaku.
"Emangnya Puja kekurangan uang? apa Sofyan enggak ngasih uang ke Puja?" tanya emak.
"Emh, enggak kok mak, kang Sofyan kasih nafkah kok" bohongku.
"Puja cuma ngerasa bosen aja mak soalnya enggak ngapa-ngapain dirumah juga" lanjutku.
"Emak bukannya mau ngelarang, tapi jujur aja emak kurang suka Puja nyanyi-nyanyi ngumbar aurat, soalnya Puja kan sekarang udah punya suami" ucap emak. Aku menunduk sedih, sekarang aku merasa bingung untuk memenuhi kebutuhanku, karena kang Sofyan tak pernah memberiku uang sepeserpun dan aku juga merasa tidak enak kalau minta pada mertuaku, pasti akan jadi pertengkaran.
"Iya mak, Puja faham kok" ucapku.
"Maafin emak ya" ucapnya merasa bersalah.
"Enggak apa-apa mak, emak enggak salah. Enggak usah merasa bersalah mak, Puja malah seneng emak ngelarang Puja juga pasti itu semua demi kebaikan Puja" ucapku sambil tersenyum. Emak mengangguk.
"Tapi, kalau misalnya Puja keluar sebentar jalan-jalan sama temen Puja enggak apa-apa kan mak?" tanyaku.
"Ya enggak apa-apa atuh sayang, kenapa harus sama temen, sama Sofyan aja" saran emak.
"Puja enggak mau nyusahin kang Sofyan mak, kang Sofyan kan harus kerja, malamnya capek pulang kerja" ucapku.
"Sama suami sendiri kok enggak enak, sekali-sekali jalan-jalan sama suami, biar nanti emak bilangin ya sama Sofyan" ucap emak.
"Jangan mak, nanti malam Puja udah janjian sama temen Puja soalnya, enggak enak kalau dibatalin, dia juga katanya mau jemput kesini" cegahku. Aku takut kang Sofyan marah padaku jika emak sampai memintanya untuk mengantarku jalan-jalan.
"Udah enggak apa-apa. Sofyan juga pasti enggak keberatan" ucapnya. Aku mengangguk pasrah. Aku sudah menyiapkan hatiku untuk menerima setiap cacian dan makian dari kang Sofyan.
******
Malam hari
Kami semua berada dimaja makan, sedang menikmati makan malam.
"Yan, ajak Puja jalan-jalan sana, katanya dikampung sebelah lagi ada pasar malam" ucap emak memulai obrolan.
"Iya, kasian atuh istri kamu di kurung dirumah terus" timpal bapak.
"Ya kalau dia mau jalan-jalan tinggal pergi sendiri kan bisa" ucap kang Sofyan ketus.
"Puja kan enggak bisa naik motor" ucap emak.
"Ya belajar! nyanyi geal geol bisa naik motor doang enggak bisa!" ucapnya nyelekit. Aku mengepalkan tanganku menahan rasa sesak saat kang Sofyan menghina ku.
"Mangkanya diajarin sama kamu" ucap emak tak mau kalah.
"Sofyan sibuk, enggak ada waktu buat yang enggak penting" ucapnya sembari meminum air putih digelasnya.
"Yang kerjanya dikantoran aja masih punya waktu buat istrinya, kamu cuma punya tambak seuprit aja sok sibuk!" sindir emak.
"Mak, jangan pancing emosi Sofyan" kang Sofyan mulai emosi.
"Udah mak enggak apa-apa, Puja sama temen aja, paling juga sebentar lagi nyampe" aku mencoba menenangkan emak, aku tidak ingin ada pertengkaran lagi, apalagi hanya karena hal spele.
"Siapa yang jemput kamu?" tanya kang Sofyan ketus.
"Iis" jawabku.
"Temen kamu yang biduan itu?" tanyanya sedikit ngegas.
"Iya kang" jawabku.
"Mau kemana? mau nyanyi lagi? mau goyang dombret!" ucapnya sinis.
"Sofyan, yang lembut sama istri. Puja cuma mau jalan-jalan sama temennya" bentak emak.
"Alah! emak percaya aja sama dia! palingan juga mau mangkal!" ucapnya.
Plakkk!
Aku menampar kang Sofyan didepan emak dan bapak, aku tidak tahan. Sakit sekali rasanya dihina dan direndahkan sampai sebegitunya hanya karena hal kecil. Aku mengelap kasar air mata dipipiku. Lalu masuk kedalam kamar mengambil handphone ku.
"Mak, Puja permisi" pamitku.
Emak mencoba menghentikanku yang hendak pergi dan terus memarahi kang Sofyan. Aku sudah tidak perduli, rasanya capek menghadapi kang Sofyan yang bermulut tajam. Aku terus berlari menuju rumah orang tuaku yang sudah dibeli pak Marvel, aku butuh menenangkan diri.
"Puja!" kang Sofyan memanggilku. Ternyata dia mengikutiku.
"Pulang!" ajaknya yang terus mengikutiku.
"Lepasin!" ucapku saat kang Sofyan mencoba mencekal lenganku.
"Jangan buat orang lain susah! kalau ada apa-apa sama kamu, saya yang disalahin Ratna!" ucapnya. Lagi-lagi kak Ratna. Aku sampai bosan mendengarnya, apa kurang puas di setiap malam dia selalu mengigau menyebut nama kak Ratna?
"Apa cuma Ratna yang difikiran kamu? hah!? kamu nyusul aku cuma karena takut Ratna nyalahin kamu dan benci sama kamu, bukannya merasa bersalah karena menuduh dan menghinaku. Dasar Biad*b!" aku mendorong tubuhnya kuat-kuat hingga dia tersungkur. Setelah itu aku kembali berlari.
Aku berlari dari kejarannya, namun kang Sofyan berhasil menangkapku.
"Lepasin! aku mau mangkal! aku mau jual diri, pasti banyak om-om atau pria-pria kesepian yang mau nyewa aku!" ucapku sambil memberontak.
"Dasar murahan! sekalinya pelac*r tetap pelac*r!" hardiknya yang makin kuat mencengkram lenganku.
"Iya, emang Puja murahan! Pelac*r! Lont*! kamu mau apa? cerai? ayo! ayo cerai sekarang!" ucapku sambil terus meronta.
"Diam!" kang Sofyan sepertinya sangat marah. Tapi aku sudah tidak perduli, aku capek sekali jika terus-menerus disakiti secara verbal. Aku juga punya hati.
Aku melihat sorot cahaya motor, ternyata itu Iis. Aku menendang kemal*an kang Sofyan lalu berlari kearah motor Iis.
"Is, ayo cepetan pergi, pergi!" ucapku saat naik dan duduk di jok belakang motor Iis.
Iis melajukan motornya dengan cepat, meninggalkan kang Sofyan yang terus memanggil-manggilku. Aku mengelap sudut mataku yang sudah berair.
Sesampainya di kos-kosan Iis, kami masuk kedalam ruangan berukuran 4x6 itu.
"Ini sebenarnya da apa Puja? kamu sama suami kamu berantem?" tanya Iis. Mendengar kata suami aku tertawa getir. Suami? cih! apanya yang suami, baginya aku hanya pajangan saja.
"Mulai besok aku mau tinggal disini lagi aja ya Is, aku butuh kerjaan juga" ucapku mengalihkan pembicaraan, aku malas membahas soal pernikahanku yang amburadul!
"Emang suami kamu enggak nyariin?" tanya Iis.
"Enggak akan, dia enggak bakalan nyariin aku walaupun aku mati sekalipun" ucapku lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
doonag1
lahh Kang Sofyan ngatain Puja mo mangkal nggak sadar diri jadi laki kan situ kagak ngasih nafkah 🥴🥴🥴🥴
2023-04-29
0
Im10
yang sabar ya puja pasti semua ini akan berakhir
2023-03-04
0
Lastri
sabar ya puja, sekarang kmu tinggal robah jangan jdi biduan klo.mau mencari uang cari cara yng lain nya sepeerti jualan gitu
2023-03-01
0