Setelah menuliskan nomor handphone kak Ratna, emaknya kang Sofyan menghubunginya dan menyuruhnya datang kesini besok.
"Mak, ini salah faham" aku berusaha menjelaskan saat emaknya kang Sofyan selesai bicara dengan kak Ratna.
"Emak tahu, kalau Sofyan anak emak enggak mungkin ngelakuin itu semua" ucapnya sambil tersenyum hangat.
"Tapi, kenapa emak maksa kami untuk menikah?" tanyaku.
"Karena emak sudah tua Puja. Sofyan anak satu-satunya, tentu saja emak pengen cepet punya cucu" jelasnya.
"Kang Sofyan enggak cinta sama Puja mak, kang Sofyan cintanya sama kak Ratna, kakaknya Puja" jelasku.
"Ja-jadi... Ratna itu kakak kamu? yang tadi ditelfon?" tanya emak kang Sofyan setengah terkejut.
"Iya mak, tapi kak Ratna sekarang udah nikah sama pak Marvel" ucapku menjelaskan. Aku melihat mata emak mengembun, seperti menahan sedih.
"Mangkanya tolongin emak ya neng, kasian Sofyan, dari dulu terpuruk terus mikirin Ratna" ucapnya.
"Puja bukannya enggak mau nolongin mak, tapi kasian kang Sofyan kalau harus nikah sama Puja, rugi mak" jelasku.
"Maksud kamu apa? rugi gimana neng?" tanyanya bingung.
"Puja... bukan perempuan baik-baik mak, Puja enggak pantes untuk kang Sofyan." ucapku sambil tertawa getir.
"Tapi emak yakin Puja wanita baik-baik" jawabnya sambil tersenyum.
Aku mengelap sudut mataku yang berembun.
"Enggak mak, emak salah. Puja perempuan kotor, pendosa dan juga hina" jawabku sambil terisak.
"Kamu jangan merendah seperti ini Puja, setiap orang punya masa lalu dan punya dosa. Enggak ada manusia yang luput dari dosa" ucap emak sembari membawaku kepelukannya. Aku merasa seperti dipeluk ibu, aku jadi kangen sama ibu. Setelah puas menangis di pelukannya, aku melepaskan pelukan itu.
"Maaf ya mak, Puja cengeng. Abis Puja kangen sama ibu" ucapku tak enak.
"Enggak apa-apa Puja, ibu kamu berarti bu Asih ya?" tanyanya.
"Iya bu" aku mengangguk.
"Emak dulu sering lihat kalau mau belanja ke ** *******, tapi karena kita tetangga jauh ya cuma lihat aja, sama kenal sekedarnya" jelasnya.
"Emang kak Ratna dulu enggak pernah dikenalin ke emak sama kang Sofyan?" tanyaku penasaran.
"Belum sempet kan Ratna keburu nikah" jawabnya. Aku hanya mengangguk.
"Kamu bisa anggap emak sebagai ibu kamu sendiri, kan sebentar lagi kamu jadi mantu emak" ucapnya lembut.
"Tapi mak..."
"Udah, kamu istirahat dulu ya, biar emak siapin baju ganti. Adanya cuma daster, enggak apa-apa ya buat sementara" ucapnya. Lagi-lagi aku hanya mengangguk.
*******
Keesokan harinya kak Ratna datang bersama pak Marvel. Aku berusaha menjelaskan kepada kak Ratna, tapi emaknya kang Sofyan seperti kekeh pada pendiriannya, bapaknya kang Sofyan juga hanya diam saja dan menuruti keinginan istrinya untuk menikahkan ku dengan kang Sofyan. Alhasil, hari itu aku menikah dadakan dengan kang Sofyan.
Setelah kak Ratna Pulang, aku jadi semakin bingung dan juga risau, kang Sofyan sepertinya sangat marah kepadaku. Dia hanya diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat kami berada dikamarnya. Aku melihat kebencian yang begitu besar terpancar dari matanya.
"Kang, Puja minta maaf" aku memulai obrolan. Kang Sofyan tetap diam.
"Kang Sofyan pasti marah ya.." tanyaku takut-takut. Kang Sofyan tetap diam. Tangannya mengepal kuat.
"Dasar perempuan pembawa sial!" ucapnya lalu berjalan keluar kamar.
Brakkk!!
Pintu ditutup dengan keras.
Aku tersenyum getir meratapi nasibku. Kenapa aku hanya bisa merepotkan orang lain? walaupun sebenarnya aku sudah memprediksi jika pernikahanku tidak akan seperti pengantin lainnya, tapi tetap saja, hatiku sakit saat kang Sofyan berkata aku perempuan pembawa sial.
Sampai malam hari kang Sofyan tidak juga pulang, emak tidak membiarkan aku untuk melakukan apapun, jadi, aku hanya dikamar menunggu kepulangan kang Sofyan.
Aku tidak bisa memejamkan mataku, entah kenapa rasanya tidak nyaman tidur dikamar ini. Akhirnya pukul 10 malam kang Sofyan akhirnya pulang. Aku langsung duduk saat melihat pintu kamar dibuka.
"Udah pulang kang?" sapaku mencoba mencairkan suasana. Dia tidak menjawab dan mengambil pakaian serta handuk dilemarinya. Sepertinya dia mau mandi.
Setelah selesai mandi, kang Sofyan kembali lagi ke kamar. Namun sepertinya dia enggan berada satu kasur denganku. Aku sadar diri, aku melihat ada sebuah tikar dipojokan.
"Sini kang kalau mau tidur, nanti Puja gelar tiler aja dibawah" ucapku sambil berusaha tersenyum.
"Bagus kalau faham!" ucapnya dingin. Lalu begitu saja tidur dikasurnya. Sedangkan aku sendiri tidur dilantai beraslas tikar.
'No Puja, kamu enggak boleh nangis, anggap aja ini hukuman atas perbuatan kamu selama ini' ucapku dalam hati berusaha kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
doonag1
mulut nya Kang Sofyan jahara dehh mana ada orang pembawa sial yang ada tuh pembawa acara
2023-04-29
0
Im10
kejujuran puja patut di hargai,tidak semua orang bisa jujur seprti apa yang dilakukan puja,dan untuk kang sofyan ayo dong kang move on
2023-03-04
0
Lastri
eh ternyata puja wanita kotor tpi aku salut deh dengan kejujuran nya puja kepada orang tuanya sofyan
2023-03-01
0