Drttt,drttt bunyi alarm terdengar memekakkan telinga di salah satu kamar kediaman keluarga Bagus. Anak gadis yang awalnya tertidur nyenyak perlahan membuka matanya dan mematikan alarm. Hmm kayaknya aku baru aja tidur, kok sekarang udah mau jam 5 sih.
Freeya gadis yang satu bulan lalu baru saja menyelesaikan masa studinya dan meraih gelar sarjana ekonomi. Ia merupakan gadis manis dengan lesung yang melekat indah di kedua pipinya. Tidak terlalu putih tetapi mungkin tidak akan bosan untuk dipandang terutama ketika sedang tersenyum.
Rutinitasnya sedari remaja memang selalu bangun lebih awal dibanding penghuni lain. Sebisa mungkin pekerjaan rumah harus selesai sebelum jam 7. Karena keluarga akan mulai sarapan pada jam seperti itu. Di rumahnya dialah yang menjadi koki, dan membersihkan segala penjuru rumah. Padahal jika dilihat dia memiliki saudara yang hanya berbeda dua tahun dengannya. Tetapi saudaranya tidak pernah ikut atau disuruh untuk meringankan pekerjaannya.
Iri sudah tentu sering dirasakan freeya. Kadang dia merasa layaknya seorang pembantu, bahkan ketika lambat mengerjakan atau salah sedikit saja maka ia akan langsung ditegur bahkan menjurus ke singgung menyinggung tentang biaya hidup selama ini yang dikeluarkan untuknya. Karenanya ia hanya menjalankan apa yang diperintahkan ibunya, setidaknya ia menjadi anak yang berbakti belum lagi ia masih menjadi seorang pengangguran yang ketika lesehan sebentar saja mendapat tatapan sinis dari sang ibu.
"Freeya setelah semua kerjaan selesai kamu di rumah aja, nggak usah berkeliaran dengan teman kamu yang bejagulan itu, ingat cucian juga menumpuk dibelakang, nanti sore teman ibu akan datang berkunjung kamu harus menyiapkan makanan yang lebih dari biasanya".
"Iya buk" jawab freeya
Tidak terasa sekarang sudah jam 2 siang, bahkan freeya baru beristirahat sekitar 30 menit setelah menyelesaikan cucian yang menumpuk itu.
"Masak apa ya, nanti kalau aku masa yang biasa bisa-bisa ibu marah lagi dan malu sama temannya yang datang, tapi tidak biasanya memang ada acara apa sih?" Bertanya dengan dirinya sendiri
Sekitar jam 4 sore freeya telah menyelesaikan pekerjaannya, dan kebetulan mobil ibunya sudah terdengar dari luar.
"Bagaimana Freeya apa kamu sudah selesai memasak?"
"Iya Bu, sudah , emang ada acara apa sih Bu"?
"Udah, nanti kamu juga bakalan tau sendiri, intinya sekarang kamu mandi dan siap-siap pake baju kamu yang paling bagus, jangan sampai malu-maluin ibu, awas kamu kalau sampai model gembel keluar dari kamar"
"Iya Bu"
Freeya pun bergegas ke kamarnya untuk membersihkan diri, otaknya masih penuh tanda tanya karena baru kali ini, ibunya mau repot untuk memperhatikan penampilan dari Freeya, biasanya yang selalu diperhatikan dari kepala sampai ujung kaki hanya Jenni seorang.
Membahas tentang Jenni dia sekarang berusia 22 tahun, kuliah dengan jurusan manajemen. Ia merupakan anak kesayangan ayah dan ibunya.
Di rumah lain yang sangat mewah, sosok ayah masih bersitegang dengan sang anak. Hampir satu minggu ini ia selalu mendesak anaknya agar mengiyakan perjodohan uang telah direncanakan jauh hari sebelumnya.
"Pah ,Axel udah berapa kali ngomongnya, aku itu udah punya pacar. Kalau papa emang ngebet mau lihat Axel nikah hari ini juga, Axel bawah dia ke sini. Jadi nggak perlu ada perjodohan bodoh ini"
"Nggak bisa Xel, kalaupun bukan karena perjodohan, ayah tetap tidak akan merestui pacar kamu itu. Kamu kira ayah tidak tau bagaimana sifat pacar kamu itu".
Rahang Axel mengeras mendengar kata yang merendahkan kekasih. "Papa nggak berhak menghakimi dia, dia satu-satunya cewek yang bisa mengerti Axel bahkan mungkin saja lebih tahu bagaimana Axel dari pada ayah".
Setelah mengucapkan itu Axel kemudian bergerak untuk menaiki kamarnya, tapi belum sampai di pertengahan pijakannya berhenti mendengar kalimat dari ayahnya.
"Oke, ayah berhenti Axel, jalanilah hidupmu seperti yang kamu dan kekasihmu itu inginkan. Kami memang tidak akan pernah bisa menggapai kata orang tua terbaik untukmu. Setelah ini ayah membebaskanmu, tidak perlu memikirkan perjodohan ini".
Ayah Axel kemudian pergi dengan wajah yang biasanya tegas kini hanya tertunduk. Kata- kata Axel yang mengatakan bahwa mungkin pacarnya lebih mengenal Axel dari ayahnya seketika mencabik hatinya. Sejarang itukah ia memperhatikan putranya hingga secara tidak sadar Axel mengungkapkan kekecewaannya.
Setelah ayahnya menghilang, Axel masih bergeming di tempatnya. Apa ia telah salah memilih kata. Apa ia telah menyakiti perasaan ayahnya.
Lama berkutat dengan pikirannya akhirnya ia memutuskan untuk menemui ayahnya yang bisa dipastikan sekarang berada di ruang kerjanya.
Tok tok tok
Tidak ada sahutan dari dalam, lama menimbang Axel memutuskan masuk saja tanpa diizinkan.
Memasuki ruang kerja ayahnya ia melihat sosok paruh baya itu duduk dengan tatapan kosongnya yang membuat perasaan Axel semakin merasa bersalah.
"Yah,Ayah". Panggil Axel
"Hmm"
"Axel mau dijodohin"
" Tidak perlu Xel, sebentar lagi ayah akan menelepon mereka untuk membatalkan perjodohan ini dan kamu tidak perlu merasa bersalah karena hal ini"
Namun, saat ayahnya ingin menghubungi keluarga yang akan dijodohkan dengannya untuk membatalkan, Axel sudah merebut ponsel ayahnya.
"Yah , Axel serius, maaf untuk perkataan Axel tadi, tapi sekarang Axel benar menerima perjodohan itu. Axel yakin ini semua untuk kebaikan Axel kan?"
Ayahnya mengerjap sebentar. "Kamu serius menerima perjodohan ini?
" Ia ayah "
Dan benar saja ayahnya langsung sumringah dalam hati cocok juga aku jadi pemain film Axel saja si batu ini langsung berubah pikiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments