"Bu ini perkara menikah bukan main-main. Lagi pun Freeya belum mengenal Axel bagaimana bisa Freeya langsung mengiyakan semuanya ".
"Alah basi sekali alasan kau itu".Ibu melempar Freeya surat kabar yang ada di atas meja ruang tamu."
Kalian bisa mengenal bahkan setelah lamaran ini Freeya, pokoknya ibu nggak mau tau minggu depan kamu harus tetap menerima Axel . Kapan lagi kamu dapat seseorang yang bisa menerima wajah upik abu seperti kamu itu. Harusnya kamu bersyukur dia ganteng, orang kaya apalagi yang ingin kamu cari. Dasar anak setan".
"Bu, ibu kenapa sih selalu marah sama Freeya, Freeya bahkan belum menolak hanya meminta waktu. Apa salah kalau Freeya ingin memikirkan yang terbaik untuk masa depan Freeya nantinya."
"Persetan semua pikiran kamu itu Freeya, jelas-jelas masa depan itu sudah ada untuk apa kamu pikirin lagi. Setidaknya terima lamaran itu sebagai bentuk balas Budi kamu selama ini. Kamu bahkan sudah disekolahkan sampai sarjana tapi sepeserpun tidak pernah saya dapat hasil keringat kamu".
Ibu pergi setelah puas memarahi Freeya, sedangkan ayahnya hanya diam menyimak.
Deg. Rasa sesak itu perlahan muncul takkala kata-kata balas Budi dari seorang ibu. Seolah-olah semua yang digunakan Freeya selama ini sudah dicatat ibunya dan harus sesegera mungkin dikembalikan.
"Freeya ikuti saja apa yang ibumu katakan, itu yang terbaik untukmu"
"Kebaikan Freeya seperti apa yah, kebaikan Freeya yang ditukar keluarga demi harta begitu"
. Freeya bisa menahan air mata dan emosinya di depan ibu tetapi tidak di depan ayah.
Ia merasa ayahnya kadang bisa mengerti dirinya.
Plak. Sakit. Itu yang dirasakan freeya, pipi sebelah kirinya untuk pertama kali ditampar dari cinta pertamanya seorang Ayah.
Ayah yang selama ini diharapkan bisa membagi tawa kepadanya, ayah yang tetap menjadi tahta tertinggi dalam hatinya. Sekarang dengan gampang menamparnya. Rasa sakit di wajahnya sekarang tidak sebanding dengan apa yang dirasakan hatinya.
"Maksud kamu apa-apaan ngomong gitu, ayah nggak pernah ngajarin kamu bicara seperti itu apalagi terhadap orang tuamu sendiri, ini bahkan untuk kebaikan kamu Freeya"
Freeya tertawa sinis tapi meringis di dalam hatinya
"Ayah bahkan nggak pernah ngajarin Freeya apapun. Ayah hanya sibuk dengan anak tersayang ayah, lupa ada satu jiwa yang menunggu untuk dituntun oleh ayah".
Deg
Ayahnya diam mematung mendengar perkataan anak sulungnya.
"Bahkan Freeya lupa terakhir kali bercanda sama ayah, lupa bagaimana pelukan dari ayah. Ayah selalu biarin Freeya dalam kegelapan yang diciptakan untuk Freeya nikmati sendiri tanpa ditarik oleh ayah.
Sekarang ketika Freeya punya kesempatan untuk berbagi keluh sama ayah. Hiksss ayah justru dengan gampangnya menyuruh Freeya menerima semua yang bahkan Freeya masih bingung dengan semuanya".
Setelah mengatakan itu Freeya berharap ada usapan lembut dari sang ayah. Namun nyatanya memang tidak ada kesempatan mendapatkan hal seperti itu.
"Terserah kamu mau mikir apa. Tapi ikuti saja apa kata ibumu".
Setelah mengatakan itu ayahnya pergi menyusul istrinya.
Hiks hiks hiks
Bahkan Freeya nggak pernah minta apapun yah. Freeya hanya bisa menyimpan rasa iri di dalam hati Freeya karena tidak ingin dianggap tidak tau diri. Tapi kenapa yah bahkan usapan lembut di bahu Freeya saja tidak bisa Freeya rasakan. Ruang kosong untuk kebahagiaan yang ingin Freeya isi dengan ayah ,ibu dan Jennie bahkan perlahan tertutup. Apa salah Freeya. Capek Hiksss
Tidak pernah ada yang mau mengerti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments