Dinar menuapkan sesedok nasi ke mulutnya. sebelum ia selesai mengunyah apa yang ada di dalam mulutnya dia mulai bergumam.
"Nek, tadi kita menemu... AWW," belum selesai Dinar menyelesaikan apa yang ia katakan, aku menginjak kakinya dari bawah meja karena aku tau apa yang akan ia sampaikan. Memberi tahu nenek tentang apa yang kita temukan sebelum kita mengetahui jelas apa yang kita temukan adalah pilihan yang buruk. Aku yakin sekali nenek memyembunyika sesuatu selama ini.
Nenek menghentikan makannya menatap Dinar. Menunggu Dinar menyelesaikan apa yang akan ia katakan. Tante Dwi yang bergabung bersama kami untuk sarapan ikut menghentikan makannya dan menatap Dinar.
Dinar menatapku yang masih menginjak kaki Dinar di bawah meja dan memelototi Dinar, memberi isyarat agar Dinar mengurungkan apa yang hendak ia katakan.
"Menemukan apa?" tanya nenek yang masih menunggu dinar meneruskan perkataannya.
Dinar mengerutkan keningnya sejenak berfikir sambil melirikku. Aku mengerutkan keningku ikut bingung harus mengatakan apa, aku tiba-tiba kehilangan kosakata. Aku lalu hanya mengangkat kedua telapak tanganku mengadah sambil mengangkat kedua bahuku, menandakan aku juga tidak tau harus berkata apa.
"Tikus," kata Dinar tiba-tiba.
"Ah, ia tadi ada tikus di kamar, nek," sambungku melengkapi pernyataan Dinar.
"Oh, mungkin karena sudah musim hujan jadi ada tikus yang masuk ke rumah. Nanti tante panggilin tukang pembersih tikus," ujar tante Dwi yang lalu melanjutkan makannya yang tertunda.
Tak lama, nenek menyelesaikan sarapannya lebih dulu dan langsung pergi ke kamarnya. Nenek bilang ia punya urusan mendesak yang harus ia selesaikan.
Setelah kami menyelesaikan sarapan kami, aku menyapu ruang makan, Dinar segera membereskan meja makan dan tante Dwi mencuci peralatan yang kita gunakan untuk kita makan tadi.
Setelah aku dan dinar selesai melakukan pekerjaan rumah, kami segera pergi ke kamar tidur kami untuk melihat buku misterius yang sempat kami lupakan tadi.
****
Aku yang sampai ke kamar lebih dulu dari pada Dinar, langsung menghampiri buku yang kami sembunyikan di bawah selimut tadi dan membukanya. Saat aku membukanya, buku tersebut kembali kosong seperti pertama kali aku dan dinar menemukannya.
"Bukunya kosong lagi," kataku begitu Dinar datang memasuki kamar.
"Nenek kemana?" tanya Dinar mengacuhkan pernyataanku.
Aku mengalihkan pandanganku dari buku di pangkuanku. "Di kamar," ucapku sambil menatap dinar yang berjalan menghampiriku lalu duduk di sampingku.
"Gak ada, aku tadi lihat kamarnya kosong. Pintu kamarnya terbuka, jadi aku masuk. Nenek gak ada. Barang-barang di kamar nenek berantakkan."
"Mungkin nenek lagi di kamar mandi atau ruangan lain," kataku.
Dinar mengangkat bahunya lalu mengalihkan padangannya ke buku di pangkuanku yang masih terbuka. Dinar mengambilnya dari pangkuanku dan membuka-buka setiap halamannya dengan tatapan tak percaya. "Loh, tulisannya tadi kemana?" tanyanya heran.
"Gak tau, tulisannya memang sudah hilang lagi sejak aku masuk ke kamar," kataku sambil merebahkan diri di kasur menghadap langit-langit dengan kedua tangan kuletakkan di belakang kepala.
"Coba goreskan lagi tanganmu ke jarum jam di sampul buku ini hingga berdarah. Siapa tau, tulisannya muncul lagi seperti tadi," kata Dinar sambil menarik tanganku hingga aku terduduk kembali.
Aku meletakkan jariku di jarum jam di sampul buku seperti tadi.
"AWW," rasanya masih sakit seperti terakhir kali.
Darahku menetes mengenai sampul buku lalu menghilang seperti terserap. Kami menunggu satu detik, dua detik, tiga detik dan hingga leherku pegal menatap buku tersebut. Tidak terjadi apapun. Buku itu tetap kosong.
"Apa yang sebelumnya terjadi tidaklah nyata?" tanyaku bergumam sendiri sambil menatap buku misterius di hadapanku.
"Tapi, aku juga lihat kok apa yang terjadi tadi. Aku yakin itu nyata," kata Dinar optimis.
"Terus, kenapa sekarang buku ini tidak menampilkan tulisan apapun seperti terakhir kali?" tanyaku.
"Aku juga tidak tau. Pasti semua ini ada penjelasannya."
Aku dan Dinar terdiam sejenak.
"Ayo, kita tanya nenek," ajak Dinar tiba-tiba.
"Kamu yakin?" tanyaku tidak yakin.
"Tentu saja!" jawab Dinar.
Belum sempat kami beranjak dari tempat tidur dan pergi menghampiri nenek, tante Dwi tiba-tiba muncul dari bali pintu kamar. Ia meminta tolong kepada kami untuk membelikan bumbu dapur yang kebetulan sedang habis. Aku meletakkan buku di pangkuanku ke kasur dan pergi dengan Dinar untuk membeli pesanan tante Dwi. Sebelum meninggalkan rumah, aku tidak melihat kehadiran nenek dimanapun. Akan tetapi, aku melihat dari sudut mataku sepertinya aku melihat lampu menyala di ruangan yang aku dan Dinar masukki 9 tahun yang lalu. Ini bukan hal aneh, hanya saja tidak biasa ruangan tersebut di masukki.
****
Sepulangnya aku dan Dinar dari membeli pesanan tante Dwi. Aku dan dinar kembali kekamar untuk memeriksa buku misterius yang belum kita pecahkan misterinya. Sesampainya di kamar, kami melihat nenek duduk di atas tempat tidur sambil menetap buku di pangkuannya.
"Ternyata kalian sudah membaca buku ini. Pantas saja aku sudah tidak dapat merasakan keberadaannya lagi," kata nenek yang terlihat sedih.
"Maaf nek, kami tidak sengaja menemukannya terjatuh dari atas lemari," kata Dinar mencoba menjelaskan, kalau-kalau itu merupakan buku terlarang.
"Tidak apa-apa, semua memang sudah waktunya," nenek menghela nafas lalu menatap kami berdua lekat-lekat.
"Duduklah, akan nenek ceritakan semuanya," lanjut nenek meminta kami duduk di sampingnya.
Setelah kami duduk nenek mulai bertanya. "Apa yang sudah kalian ketahui dari buku ini?"
"Penjaga," kataku singkat, tak tau harus berkata apa.
"Kami hanya membaca tentang realitas lain dari bumi. Kami lalu pergi sarapan. Ketika kami kembali, tulisan di buku itu sudah hilang," Dinar meneruskan.
"Buku ini hanya bisa dibaca dalam waktu 10 menit setiap harinya untuk satu tetes darah penjaga," nenek menjelaskan.
"Darah siapa tadi yang di pakai untuk membuka buku ini?" tanya nenek.
"Aku nek," jawabku.
"Karena salah satu dari kalian sudah meneteskan darah di buku ini, secara otomatis buku ini sudah di wariskan kepada kalian. Nenek sudah tidak memiliki akses lagi untuk membuka buku ini. Itulah mengapa nenek tidak bisa merasakan buku ini lagi sejak tadi pagi," jelas nenek sambil meraih tangan Dinar dan menyentuhkannya ke ujung jarum jam di sampul buku.
"Aww," pekik Dinar. Buku itu bereaksi seperti terakhir kali.
Nenek membuka halaman buku yang sudah di penuhi tulisan kembali. Ia membuka halaman yang terakhir kali kami baca.
Pengenalan singkat.
Bumi manusia dan Reven Ereht merupakan "Bumi" dengan realitas berbeda. Reven Ereht merupakan tempat di mana mahluk-mahluk mitologi, mahluk mistis dan sihir belum di hancurkan oleh manusia. Para penjaga bertugas menjaga portal antara dunia manusia dan Reven Ereht agar tidak saling bercampur di antara keduanya.Buku ini merupakan panduan untuk kalian para penjaga, mengenai beberapa hal mengenai mahluk-mahluk mitologi, mahluk-mahluk serta benda-beda magis dan hal-hal lain terkait dua dunia.
"Maksudnya adalah dunia ini membutuhkan keseimbangan. Dua dunia yang berbeda bercampur secara tidak sengaja, jika terjadi terus menerus akan menciptakan kekacauan besar," jelas nenek
Para penjaga merupakan keturunan penyihir terpilih yang memiliki darah para pejuang.
Aku dan dinar terkesiap membaca kalimat terakhir tersebut. Itu artinya kami memiliki darah penyihir.
Portal Penghubung Dua Dunia.
(Ada gambar sebuah pintu di halaman yang sekarang sedang di buka) Pintu ini merupakan portal penghubung dua dunia. Hanya orang-orang terpilih yang memiliki pintu ini. Para kurcaci terhebat hanya menciptakan dua pintu dan di berikan kepada dua orang keluarga penyihir paling terpercaya.
"Ayo ikut nenek!" Kata nenek sambil beranjak berdiri dan menutup buku di pangkuannya. Ia meletakkan buku di atas meja.
Kami mengekor di belakang nenek. Nenek berjalan kearah ruangan terlarang yang dulu pernah kami masukki saat masih kecil. Nenek mengarahkan tangannya ke gagang pintu lalu terdengar bunyi klik dan pintu terbuka denga sendirinya. Ini adalah pertama kalinya aku melihat nenek menggunakan sihir.
"Aku perlu menguncinya dengan beberapa sihir agar mencegah hal-hal hal yang tidak di inginkan," nenek menjelaskan tanpa di minta.
Ruangan ini masih sama seperti terakhir kali aku dan dinar masuk ke sini. Terdapat patung naga, dua patung kurcaci, patung kuda dan beberapa lukisan. Nenek berdiri di hadapan sebuah cermin besar yang sebelumnya aku tidak menyadari kehadirnnya. Di samping cermin terdapat sebuah note bertuliskan, "Jika kalian adalah orang yang tepat, kalian tau apa yang harus kalian lakukan."
"Karena kalian sudah mengklaim buku panduan milikku. Secara tidak langsung, sekarang kalian sudah menjadi penjaga. Menggantikanku. Aku masih memiliki sedikit ilmu sihir sebagai pertahanan diri. Akan tetapi, aku sudah tidak bisa melakukan hal-hal besar lainnya terkait tugas-tugas penjaga. Sihir yang terlalu kuat bisa membunuhku sekarang. Energi yang aku miliki untuk melakukan beberapa ilmu sihir besar, secaratidak langsung sudah di wariskan kepada kalian," kata nenek sambil mengambil sebuah botol semprotan di dalam lemari dan menyemprotkannya ke arah patung kurcaci yang terletak di atas lemari.
"Nenek memberikan ramuan sihir agar mereka tertidur pada siang hari dan terbangun saat malam untuk menjaga portal. Karena saat malam hari, kami para penjaga juga butuh beristirahat. Itulah mengapa saat malam hari sembilan tahun lalu kalian melihat mereka hidup. Jika kalian ingin membangunkan mereka pada siang hari, kalian harus menyemprotkan bubuk ini ke mereka. Karena sekarang kita hanya membutuhkan Bex dan Rox, kita hanya akan menghidupkan mereka saja," kata nenek sambil memberikan botol semprotan yang tadi ia gunakan, kepada kami.
Dua kurcaci itu, kembali hidup seperti saat malam hari sembilan tahun lalu. Mereka melompat ke hadapan nenek.
"Hai, Mira. Apakah sudah waktunya?" tanya salah satu kurcaci bertopi kepada nenek.
Nenek mengangguk lalu berkata, "Kenalkan ini cucuku, Sarah dan Dinar. Mereka adalah penerusku," nenek memeperkenalkan kami kepada para kurcaci.
"Dan ini Bex dan Rox. Mereka adalah kurcaci pengrajin paling hebat," lanjut nenek mengenalkan para kurcaci kepada kami.
"Hai, kita sudah bertemu terakhir kali bukan," sapa kurcaci bertopi yang ternyata bernama Bex. Ia menjabat tangan kami bergantian dengan ramah.
"Tapi saat itu aku tidak tau nama kalian," kata Dinar saat berjabat tangan dengan Rox.
"Ah, benar juga!" kata Rox menyesal.
"Bex, Rox ayo buka pintu portal aku ingin menunjukkan batas dunia kepada penerusku," pinta nenek kepada Bex dan Rox. Bex dan Rox lalu membalikkan cermin di hadapan kami. Belakang cermin itu ternyata adalah sebuah daun pintu. daun pintu itu secara perlahan menyatu dengan dinding di belakangnya. Pintu tersebut terlihat seperti pintu biasa dan terlihat tidak istimewa sama sekali.
"Karena para kurcaci yang membuat pintu ini, maka yang bisa membalikkan cermin tadi hanyalah keturunan para kurcaci," kata nenek menjelaskan.
"Ayo kita masuk," ajak nenek sambil membuka gagang pintu di hadapan kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
X.in [iKON]
uweee munguutss
2021-04-25
2
zien
semangat 👍😊
2021-02-01
2