Chapter 5 Tidak Krasan di Rumah Mikko

" Buatkan minuman sama cemilan!" suruh Mikko, suaranya ketus, saat itu Tiwi sedang minum obat resep dari dr. Frida.

" Teh hangat apa?" tanya Tiwi, terasakan perih dibibir juga lehernya, diapun berpikir untuk lari dari Mikko dengan konsekwensinya keluarga Darmawan marah dan yang ditakutkan mereka akan memutuskan tali kekeluargaan yang sudah di jalin lama, Nenek juga akan marah, Tiwi dianggap anak yang tidak tahu balas budi.

Beberapa hari hidup bersama Mikko hanya rasa ngeri di malam hari yang Tiwi rasakan, bahkan ia berpikir,

" Mungkinkah hidupku akan berakhir di tangan Mikko?" mengingat peristiwa setelah hidup bersama dengan Mikko, hatinya kayak tersayat sayat, ingin waktu cepat berlalu menjadi pagi hari saat berada di rumah Mikko, tentu hari yang menyenangkan baginya apabila berada di luar rumah, ia terbebas dari siksaan Mikko.

" Kok lama sih, melamunin laki laki lain, cepat bawa kesini minumannya!" perintah Mikko, nadanya lantang memekakan telinga, Tiwi sempat terjengit dari posisi berdiri, dan ia berjalan membawa segelas teh hangat dan emping melinjo yang baru ia goreng terus diletakkan di meja kerjanya, lalu menuju ke kamar, leher yang belum sempat ia olesi dengan obat pengering luka, ia oleskan di depan cermin.

" Ya Tuhan, ini bekas gigitan dengan luka dalam, bibirnya juga membesar!" gumannya, dia ambil ponsel terus tiga kali foto selfie.

" Siapa tahu foto ini akan bermanfaat nantinya!" gumannya lagi, sedih serta sakit hatinya tak bisa terelakan, cuman ia tak bisa pergi dari Mikko, hanya karena ingat pada nenek yang berjuang mati matian untuk membesarkan sendiri hanya oleh uluran kebaikan keluarga Darmawan, dan hanya bisa terbayar kalau Tiwi tetap bertahan dengan Mikko.

" Aku harus membayar budi baik keluarga Darmawan dengan jiwa?" ia tak peduli dengan wanita wanita yang dua hari ini Mikko bawa ke rumah, tapi sakit hatinya karena perlakuan kasar padanya.

Pagi hari ia bangun seperti biasa dan bibirnya mulai mengering karena ia perbanyak dengan minuman jeruk, ia menuju ke dapur masak nasi, terus buat lauk opor ayam kampung lengkap. Tiwi di buat kaget juga takut karena Mikko tahu tahu bersender di pintu masuk dapur, mungkin hidungnya mencium bawang goreng,

" Sudah matang opornya?" tanyanya, wajahnya sangat dingin, cuman sudah mulai tidak ketus.

" Sudah, mau makan sekarang?" tanya Tiwi, ia mengambil piring diletakkan di meja makan, terus mangkuk diisi dengan opor langsung di beri bawang goreng. Tiwi mengambilkan nasi untuk Mikko, dan buat minuman jeruk dua gelas.

Sementara itu Mikko di buat terkejut dengan kedatangan Mami pagi pagi dengan Papinya, tanpa memberi kabar lebih dulu.

" Wi, bibirmu koq luka dan agak membesar!" kata Mami, matanya menatap lekat pada bibir Tiwi, bahkan kedua alis ia tekuk.

" Iya Mih, kemaren bangun pagi kebentur tembok," jawab Tiwi, satu satunya tentulah harus berbohong.

" Mih juga Papi sarapan sekalian ya," pinta Tiwi selanjutnya.

" Iya, pengin icip masakan menantuku," jawab Mami, beliau mendekat sambil mengulum senyum dibibir. Dan Tiwi mengambil opor di dapur pakai mangkuk sama piring yang telah diisi nasi. Mereka berempat duduk manis menghadap meja makan untuk sarapan pagi bersama.

"Pinter masak kamu Wi," sanjung Papinya Mikko.

" Wi, jangan buka praktek dulu di rumah ya, program pertama punya baby dulu," saran Mami lembut.

" Iya tuh Mami sudah pengin cepet cepet punya cucu," timpal Papi.

" Iya Mi, minta doanya saja," jawab Tiwi, ia berusaha sekuatnya menutupi hati yang perih, apalagi membicarakan yang berhubungan dengan anak berarti ia harus bersama Mikko yang menyakitkan.

" Mikko, kamu harus bersyukur punya istri cantik, dokter dan agamanya kuat," tandas Mami.

Karena sudah mulai siang Tiwipun minta pamit berangkat kerja, dan meninggalkan mereka bertiga.

Duduk di belakang setir, ia sempat menelungkupkan kepala pada benda melingkar di depannya, ia sempat menjerit lirih untuk mengeluarkan udara yang terasa memenuhi di rongga dadanya, sehingga terasa menyumbat di paru paru.

" Aaahhhh, aku membayar balas budi keluarga Darmawan dengan taruhan jiwa dan raga," keluhnya. Ia mengangkat kepala lalu memundurkan mobil sampai di jalan depan rumah Mikko, pelan terus menyentuh klakson lirih, karena mertuanya juga Mikko mengantar sampai ke pintu gerbang.

Membutuhkan waktu satu jam melewati jalan yang selalu padat menuju tempat kerjanya.

"Wi, bibirmu kenapa!" tanya Fabian, ia setiap kali sampai di Rumah Sakit selalu ketemu di ruang parkir.

" Kebentur!" jawabnya bohong, Tiwi berjalan di sebelah kiri Fabian dengan menunduk dan Fabianpun tak mau menelisik lebih jauh, cuma lihat sepintas.

" Itu sih bukan benturan tapi gigitan," batinnya.

Seharian kerja di luar membuat Tuwi melupakan perlakuan Mikko, dan saat pulang dia mulai takut karena di rumah akan mendapat perlakuan kasar kembali, Tiwi rasanya enggan pulang, diapun mampir belanja ke mall membeli kebutuhan dapur, kebetulan hari ini empat kiriman masuk ke buku banknya, dan sejak pindah belum sempat belanja.

Malam hari Pertiwi baru sampai ke rumah, dengan membawa tas belanja menuju ke dapur, dia melewati Mikko yang sedang nonton tv di ruang tengah, Tiwi seperti biasa tak berani bersuara.

" Belanja sama dr.Fabian?" tanyanya ketus, matanya menatap dengan tatapan membunuh.

" Sendiri!" jawabnya datar,

" Aku belum makan!" kata Mikko, ia selalu bicara dengan ketus, sampai jantung Tiwi berdebar debar kalau dengar suaranya.

" Opor kan, masih!" jawab Tiwi.

" Sudah habis!" jawabnya.

" Aku bikinkan mie instan ya," pinta Tiwi, karena ia merasa kelelahan.

" Ya boleh, sama juz buah!" ucap Mikko. Tiwi masuk ke kamar membersihkan tubuh, lehernya masih belum kering benar sehingga kena air terasa perih, demikian bibir kena sikat gigi juga sakit, mudah mudah tidak menjadi sariawan.

" Biasanya bibir luka terus menjalar ke sariawan," gumannya. Setelah selesai ia menuju ke dapur buat mie instan dua mangkuk, juga bikin juz apel. Piring, gelas juga bekas masak opor menumpuk di wastafel.

" Sepertinya dia memasukkan wanita lagi, tadi siang Mami kirim pesan pulang jam 9," guman Tiwi, ia membuang pikiran itu jauh jauh, toh itu urusan dia sendiri, yang penting harus jaga kesehatan diri, tangannya sibuk mengupas kulit apel.

Butuh waktu seperempat jam untuk menyiapkan makanan, ia memasukkan mie instan ke mangkuk dan juz dituang ke gelas.

Mikko sudah duduk di kursi depan meja makan.

" Dia seperti kelaparan, kenapa tidak mau keluar cari makan?" batinnya.

" Duanya untukku!" pintanya.

" Jangan banyak banyak makan mie, enggak baik untuk kesehatan!" Tiwi menyendok mie dimasukkan ke mulutnya.

" Aku masih lapar!" ketus dia, lalu mengambil paksa mie yang sedang Tiwi makan, Tiwi membiarkan dan mengambil mangkuk kosong di depannya terus ke dapur bersih bersih gerabah.

Sementara Mikko yang sedang makan mie punya Tiwi berguman,

" hmmm sengaja aku memperlakukan begini biar dia yang menyerah duluan, tapi masakannya enak juga." Mikko melirik Tiwi yang lewat di depannya.

" Pintu kamar jangan di kunci, habis makan jatahku!" sengol nadanya.

" Aku capek, dan aku tak mau kau perlakukan kasar, lihat ini kdrt tahu!" Tiwi memperlihatkan luka gigitan terus berlalu. Mikko setelah diperlihatkan luka luka akibat perlakuannya diam dan berpikir,

"dia wanita cerdas kalau sampai menyerah denganku tentu akan membawa ke jalur hukum tentang semua perlakuanku!" ia menghabiskan mie dan meletakan mangkuk ke wastafel.

Tiwipun tidak mengunci pintu kamar terus membaringkan tubuh dan terlelap tidur. Mikko membuka kamar lalu menyalakan lampu, Tiwi benar benar sudah kecapaian sehingga tidak tahu kalau Mikko mendekatinya, diapun memperhatikan luka di bibir juga leher.

" Cantik juga dia kalau tidur, wanita ini tak kalah menariknya dengan tiga wanita yang selalu kubutuhkan, cuma mengapa dia mau dijodohkan denganku? ini tentu karena materi yang kumiliki," Mikko seorang CEO dari perusahaan milik Handoyo Grup, ia pewaris satu satunya perusahaan milik orang tuanya, ia menganggap Tiwi wanita pengganggu kesenangannya, tetapi dia tetap bertanggung jawab menafkahi, dan diapun menuju ke nakas dilihatnya obat obatan diatasnya.

" Hmmm ini obat dari dr. Frida, dokter kulit dan organ intim, ternyata dia telah menjaga diri dari kemungkinan terburuk," batinnya, diapun berlalu dengan menutup pintu kamar terus tidur di kamar sendiri.

Pagi hari Tiwi bangun dan sengaja hanya membuat roti dengan berbagai isi sehingga seperti hamburger yang biasa ia lakukan saat di Jerman, dia buat empat dengan porsi roti cukup besar, Mikko sudah duduk di kursi meja makan dan langsung membuka aluminium oil pembungkus roti yang masih hangat dan menikmati kopi buatannya, karena tadi Mikko minta dibuatkan kopi tanpa gula.

" Wi, kamu buat berapa hamburgernya?" tanya Mikko dengan menggigit roti.

" Aku jadi ketagihan masakannya," gumannya.

" Buat empat, mau bawa ke kantor?" Mikko mengiyakan. Tiwi memasukan ke box dan diletakkan di dekatnya. Ia duduk di kursi makan di pojok meja dengan menikmati roti buatannya dan spontan dia ngomong,

" Minggu ada undangan pesta nikahnya dr. Fabian," ia sengaja menatap tembok.

" Aku ikut mendampingi?"tanyanya melengos,

" Kalau kamu mau!" Tiwi sengol juga.

" Jam berapa?" Mikko tetap ketus.

" Sebelum Dzuhur," Tiwi terus bangkit menuju ke kamar untuk persiapan berangkat kerja.

" Wi, besok Bi Marni mulai kerja lagi disini!" kata Mikko, Tiwi mengiyakan.

Tiwi yang sudah selesai bersih diri dengan berpakaian rapih terus berangkat kerja.

" Aku berangkat dulu!" pamit Tiwi. Mikko ada di ruang tengah mengerjakan pekerjaan pada laptopnya, dia mengiyakannya.

Diperjalanan Tiwi selalu konsentrasi mengemudi.

" Tadi malam dia tidak memaksaku, semoga berlaku untuk seterusnya."

Sampai di tempat parkir, Tiwi masih melihat dr. Fabian menjemputnya.

" Lho, belum minta cuti," ucap Pertiwi.

" Belum, besok mulai Senin!" Fabian memperhatikan bibir Tiwi, iapun menunduk malu. Dan mereka masuk ke ruang kerja masing masing. Pagi ini Tiwi diikuti perawat lain mengontrol pasien di ruang inap, pada pemerisaan di ruang terakhir ada seorang bapak yang memperhatikan wajahnya, Tiwi juga menatapnya.

" Aku kaya pernah melihat laki laki ini, tapi dimana?"

" Ini istri bapak?" tanya Tiwi, seorang wanita diatas bed dengan hidung di masuki slang untuk membantu pernafasan, wanita ini punya riwayat penyakit jantung yang sering keluar masuk di rumah sakit ini.

" Dokter, baru disini?" tanya si bapak setelah Tiwi selesai memeriksa istrinya.

" Wanita ini aku pernah lihat juga, tapi si bapak ini suaranya juga ku kenal," guman Tiwi di hati.

" Iya, mulai Senin kemaren, Bapak namanya siapa?"

" Namaku Suseno!" Tiwi terkejut.

" Bapak, kalau ada yang mengganti menunggui istri, temui aku, habis Jumatan," pinta Tiwi, ia memberi kartu identitas dan menunjukkan ruangnya. Si bapak mengangguk dengan matanya tak henti menatap Tiwi.

Episodes
1 Chapter 1 Pertiwi dan adik adik ditinggal lari orangtua
2 Chapter 2 Tiwi Pulang Kampung
3 Chapter 3 Pertiwi Menikah
4 Chapter 4 Di Kantin bersama Fabian
5 Chapter 5 Tidak Krasan di Rumah Mikko
6 Chapter 6 Mikko Suka Masakan Tiwi
7 Chapter 7 Masak bareng sama Mertua
8 Chapter 8 Ke Pesta Pernikahan Fabian
9 Chapter 9 Mikko menemui Bu Marni
10 Chapter 10 Di antar Kerja
11 Chapter 11 Ancaman Handoyo ke Mikko
12 Chapter 12 Mertua Pulang
13 Chapter 13 Nara Berpamitan
14 Chapter 14 Kampung di Kaki Gunung Berapi
15 Chapter 15 Ketemu Bu Marni
16 Chapter 16 Bersama Rika
17 Chapter 17 Mikko keluar Malam
18 Chapter 18 Diana ikut Mikko ke Kantor
19 Chapter 19 Kesedihan Tiwi
20 Chapter 20 Rika Pingsan
21 Chapter 21 Ketemu Oliver
22 Chapter 22 Mikko menengok Tiwi
23 Chapter 23 Mikko Datang
24 Chapter 24 Baby Zani
25 Chapter 25 Mikko pulang ke Jakarta
26 Chapter 26 Zani banyak yang Menyayangi.
27 Chapter 27 Rika Wafat
28 Chapter 28 Di Apartemen bersama Diana
29 Chapter 29 Tiwi Cuti
30 Chapter 30 Berkumpul di Rumah Besar
31 Chapter 31 Makan di Warung Sunda
32 Chapter 32 Kecurigaan
33 Chapter 33 Peristiwa Mengejutkan
34 Chapter 34 Tiwi masih Cuti
35 Chapter 35 Keluarga dari Kampung datang
36 Chapter 36 Mikko Kesal
37 Chapter 37 Weddingnya Danu
38 Chapter 38 Diana mengelola Pabrik
39 Chapter 39 Kecolongan
40 Chapter 40 Oktaviano terusir
41 Chapter 41 Oktaviano berkunjung ke Rumah Rudi
42 Chapter 42 Diana selalu ikut ke rumah Mikko
43 Chapter 43 Taktik Diana
44 Chpter 44 Peristiwa di Apartemen
45 Chapter 45 Tiwi menengok Mikko
46 Chapter 46 Membuat Kejutan
47 Chapter 47 Tiwi membawa Anak Anak
48 Chapter 48 Datang ke apartemen Tiwi
49 Chapter 49 Menelan Pil Pahit
50 Chapter 50 Ketakutan Mikko pada Tiwi
51 Chapter 51 Adik Diana ikut Bibi
52 Chapter 52 Arine dapat Kabar tentang Zani
53 Chapter 53 Curahan Hati Tiwi
54 Chapter 54 Arine mendapat dukungan dari Keluarga
55 Chapter 55 Arine ketemu Aldo
56 Chapter 56 Tetangga Apartemen
57 Chapter 57 Tiwi Terpukul
58 Chapter 58 Kerinduan Mikko
59 Chapter 59 Anak anak di ajak ke kota
60 Chapter 60 Barra minta Tebusan
61 Chapter 61 Persiapan Penyerahan Zani
62 Chapter 62 Zani telah kembali
63 Chapter 63 Zani selalu takut
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Chapter 1 Pertiwi dan adik adik ditinggal lari orangtua
2
Chapter 2 Tiwi Pulang Kampung
3
Chapter 3 Pertiwi Menikah
4
Chapter 4 Di Kantin bersama Fabian
5
Chapter 5 Tidak Krasan di Rumah Mikko
6
Chapter 6 Mikko Suka Masakan Tiwi
7
Chapter 7 Masak bareng sama Mertua
8
Chapter 8 Ke Pesta Pernikahan Fabian
9
Chapter 9 Mikko menemui Bu Marni
10
Chapter 10 Di antar Kerja
11
Chapter 11 Ancaman Handoyo ke Mikko
12
Chapter 12 Mertua Pulang
13
Chapter 13 Nara Berpamitan
14
Chapter 14 Kampung di Kaki Gunung Berapi
15
Chapter 15 Ketemu Bu Marni
16
Chapter 16 Bersama Rika
17
Chapter 17 Mikko keluar Malam
18
Chapter 18 Diana ikut Mikko ke Kantor
19
Chapter 19 Kesedihan Tiwi
20
Chapter 20 Rika Pingsan
21
Chapter 21 Ketemu Oliver
22
Chapter 22 Mikko menengok Tiwi
23
Chapter 23 Mikko Datang
24
Chapter 24 Baby Zani
25
Chapter 25 Mikko pulang ke Jakarta
26
Chapter 26 Zani banyak yang Menyayangi.
27
Chapter 27 Rika Wafat
28
Chapter 28 Di Apartemen bersama Diana
29
Chapter 29 Tiwi Cuti
30
Chapter 30 Berkumpul di Rumah Besar
31
Chapter 31 Makan di Warung Sunda
32
Chapter 32 Kecurigaan
33
Chapter 33 Peristiwa Mengejutkan
34
Chapter 34 Tiwi masih Cuti
35
Chapter 35 Keluarga dari Kampung datang
36
Chapter 36 Mikko Kesal
37
Chapter 37 Weddingnya Danu
38
Chapter 38 Diana mengelola Pabrik
39
Chapter 39 Kecolongan
40
Chapter 40 Oktaviano terusir
41
Chapter 41 Oktaviano berkunjung ke Rumah Rudi
42
Chapter 42 Diana selalu ikut ke rumah Mikko
43
Chapter 43 Taktik Diana
44
Chpter 44 Peristiwa di Apartemen
45
Chapter 45 Tiwi menengok Mikko
46
Chapter 46 Membuat Kejutan
47
Chapter 47 Tiwi membawa Anak Anak
48
Chapter 48 Datang ke apartemen Tiwi
49
Chapter 49 Menelan Pil Pahit
50
Chapter 50 Ketakutan Mikko pada Tiwi
51
Chapter 51 Adik Diana ikut Bibi
52
Chapter 52 Arine dapat Kabar tentang Zani
53
Chapter 53 Curahan Hati Tiwi
54
Chapter 54 Arine mendapat dukungan dari Keluarga
55
Chapter 55 Arine ketemu Aldo
56
Chapter 56 Tetangga Apartemen
57
Chapter 57 Tiwi Terpukul
58
Chapter 58 Kerinduan Mikko
59
Chapter 59 Anak anak di ajak ke kota
60
Chapter 60 Barra minta Tebusan
61
Chapter 61 Persiapan Penyerahan Zani
62
Chapter 62 Zani telah kembali
63
Chapter 63 Zani selalu takut

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!