" Tiara disana katanya lagi pdkt sama cowok, Mba?" ucap Danu menunduk lesu. Pertiwi memperhatikan Danu seperti menyimpan rasa di hatinya, akhirnya Pertiwi menutupi tentang Willy.
" Enggak Dan, Tiara gadis supel juga baik hati sehingga banyak temannya," jawab Pertiwi.
" Dan, aku tahu kamu ganteng, tapi status kita beda dengan Tiara," guman Pertiwi dalam hati, ia sambil menatap adiknya.
" Nenek sudah masak, ayo pada sarapan!" ajak Nenek
" Hmmm nasi goreng komplit buatan Nenek enak!" sanjung Pertiwi, tangannya memasukkan nasi ke mulut.
" Nanti buat sayur bening ya Nek, tempe goreng, gesek juga sambel!" pinta Danu, ia tahu kesukaan Pertiwi. Nenek mengiyakan. Nenek yang masih suka beraktivitas setiap bulan di kasih uang oleh Danu dan Tanu untuk kebutuhan bulanan. Tapi bu Darmawan selalu membelikan sembako setiap bulan ke nenek karena Danu apabila diajak oleh Pak Darmawan dengan Ibu untuk jadi supir kalau pergi keluar kota, Danu tak pernah mau di kasih uang.
" Tan, setiap kamar ada kamar mandi juga!" kata Pertiwi setelah masuk kamar untuknya.
" Iya, ide mas Danu, karena sering diajak nginep di hotel sama Pak Darmawan!" celetuk Tanu terkekeh.
" Habis berapa ini?" tanya Pertiwi,
" Ya lumayan tapi karena patungan sama Mas Danu jadi lebih ringan," jawab Tanu tersenyum.
" Mba enggak bisa bantu, malah sering ngganggu kalian," kata Pertiwi dengan air mata menggenang.
Pertiwi setelah sarapan pagi karena matanya lelah akhirnya masuk kamar, tubuhnya ia rebahkan di kasur yang empuk.
" Semua perabotan juga baru, masih bau kayu," guman Pertiwi, matanya sudah terasa pedes karena kantuk, maka Pertiwi tidak mampu menahan kantuknya lalu tertidur pulas di kamar ukuran 3 x 4 meter.
Tiara dan ibunya masuk ke rumah baru nenek Pertiwi, Danu di kamar sedang mengedit rekaman.
" Dan, Pertiwi lagi tidur ya?" tanya Tiara, ia langsung masuk kamar berdiri di belakang kursi Danu yang duduk sedang mengedit, Danu setengah kaget dan tanpa disadari ia menoleh wajah ke belakang, Tiara yang sedang menunduk lihat video di laptop dengan pegang sendaran kursi, juga kaget karena pipi Tiara tersentuh hidung mancung Danu.
" Maaf mba...." belum selesai ngomong Tiara tersenyum.
" Maaf juga aku, kamu lagi serius, sehingga tak dengar aku masuk," jawab Tiara, iapun menunduk agak malu juga.
"Dan, mau minta tolong anter Ibu ke kota, tapi kalau kamu tidak sibuk!" pinta Ibunya Tiara, karena hari ini jadwal belanja bulanan ke mall yang ada di kota, walau di kampung ada toko, tetapi tidak semua kebutuhan ada, disamping itu sambil refresing. Danupun mengiyakan.
" Dan, tadi ibu ketemu kakekmu, aku cerita tentang kuliah Pertiwi!" sambung ibunya Tiara.
" Gimana bu sehat kakekku?" jawab Danu yang telah menghentikan editan dan mematikan laptop, sedangkan Bu Darmawan juga Tiara duduk disisi bed.
" Kakekmu koq kaya tidak suka saja sama kalian ya?" ujar Ibu sedikit menggosip tentang si Kakek.
" Mungkin marah sama kami, karena Nenek lebih memilih kami dari pada dia!" jawab Tanu yang tahu tahu di pintu kamar Danu.
" Iya betul Nek!" ledek Tiara tersenyum, Nenek kebetulan ada dipintu berdiri dengan Tanu ikut tersenyum.
" Gini saja, rumah kenangan Nenek sama Kakek diperbaiki, terus Kakek supaya kembali ke Nenek!" kata ibunya Tiara.
" Cocok juga Bu, besok supaya dikerjakan Paman dan teman temannya!" jawab Danu semangat.
Pertiwi mendengar suara mereka akhirnya bangun dari tidur dan setelah cuci muka ikut gabung ke kamar Danu.
" Wi, Danu mau Ibu ajak ke kota!" kata Ibunya Tiara, dan Pertiwi tidak diajak karena baru pulang, Pertiwipun mengiyakan.
" Wi, kamu liburnya lama, aku disana sepi ya," kata Tiara.
" Iya kemaren enggak ada kamu terasa sepi Ra," jawab Pertiwi.
Habis Dzuhur Danu ngantar Ibunya Tiara ke kota Tiara dan Pak Darmawan juga ikut.
" Dan, sebentar lagi mau ujian!" kata Pak Darmawan yang duduk disampingnya, Danupun mengiyakan, sedang yang duduk di kursi belakang ibu dan Tiara.
" Hmmmm Danu tampan, apalagi pegang stir tambah laki banget," guman Tiara berdecap kagum dibelakangnya.
" Dan, kuliah di Jakarta ya!" pinta Tiara berharap.
" InsyaAllah, minta doanya mba," jawab Danu.Tiara mengiyakan, dan sampai di supermaket terbesar di kota ini, Tiara mengajak Danu ikut masuk dan berdua membantu orangtuanya blanja.Tiara terlihat lengket ke Danu, kadang Tiara pegang tangan Danu manja.
" Ibu, sekali kali aku yang bayar blanjaan ya!" kata Danu yang baru dapat rejeki. Ibunya Tiara menolak.
Merekapun menuju ke rumah makan, dan Danu cepat cepat membayar.
Hari pun berlalu Danu yang sudah lulus SMA dengan peringkat tertinggi, mendaftar di kampus Pertiwi kuliah, dan saat pengumuman dia di terima. Akhirnya Danu disuruh supaya bareng bersama Tiara serta Pertiwi oleh Pak Darmawan. Yang menggembirakan setelah rumah nenek di perbaiki kakek mau kembali ke nenek.
Di Jakarta Danu semakin sibuk, tapi tetap menomor satukan kuliah.
" Dan, aku kalau lihat kamu sehari harinya kurang waktu," kata Pak Darmawan saat menengok di Jakarta.
" Iya Pak, tuntutan," jawab Danu.
" Tapi tetap ingat kuliah Dan!" kata Pak Darmawan.
" Iya itu nomer satu, apa yang saya lakukan untuk biaya kuliah!" jawab Danu.
Sementara Tiara setiap pulang kuliah hanya bisa memandang halaman sempit rumahnya yang ditanami pohon jambu dan anggrek yang menempel di pohon itu, dia setiap hari selalu menunggu kedatangannya, tapi tak mau menampakan wajah gelisah kalau yang dinanti pulang.
" Wi, Danu hari ini acaranya kemana?" tanya Tiara setiap kali dia pulang tidak bersama adiknya.
"Tadi bilangnya ke kota lama!" jawab Pertiwi penuh selidik tentang Tiara pada Danu.
"Ra, Willy sudah jarang datang kesini?" lanjut Pertiwi,
" Iya Wi, dia sudah pindah ke lain hati, biasa kalau ada yang lebih bersih dariku!" jawab Tiara datar.
" Tapi, kamu cantik juga Ra!" jawab Pertiwi menatap tajam ke mata Tiara yang pandangannya mengarah ke luar.
" Sepertinya Tiara setiap kali aku tak pulang bersama Danu terlihat pancaran matanya berbeda yaitu ada rasa gelisah, tapi dia pandai menutupi " gumannya di hati.
" Wi, kalau kuliah di kedokteran sibuk terus kaya kamu!" ucap Tiara segera meninggalkan Pertiwi yang sedang sibuk dengan tugas tugas kuliah, kadang diantara kejenuhannya itu Pertiwi selama satu jam menyempatkan menulis di salah satu aplikasi ponselnya, sehingga sekarang Tiara merasakan rasa sepi di hatinya.
" Iya Ra, sibuk banget!" jawab Pertiwi yang kadang merasa kasihan sehingga perlu ngajak ngomong agar lama lama tak kaku.
" Wi, besok kamu dan Danu sibuk enggak?" tanya Tiara seperti kepengin ngajak keluar.
" Mau pengin keluar Ra?" tanya Pertiwi ingat kata Nenek harus menuruti permintaan Tiara sesibuk apapun kita,
" Ra coba dihubungi Danu," lanjut Pertiwi hati hati.
" Wi, enggak enak hati kalau kalau mengganggu!" jawab Tiara.
Dan tak lama kemudian Danu pulang dengan membawa cemilan, Tiara yang sedang menyiram anggrek tersenyum tahu kedatangannya, Pertiwi yang melihat dari ruang tamu juga gembira dengan cemilan yang dibawa Danu.
" Jajanan kurang sehat!" komen Pertiwi datar.
" Ya apa boleh buat, kalau buat sendiri tak ada waktu," jawab Danu sekenanya. Pertiwi mengambil piring dari dapur dan bersama sama makan diruang tamu sekaligus menjadi ruang keluarga.
" Besok mau kemana acaranya Dan?"tanya Pertiwi pada adiknya.
"Ke Bogor, ikut ya!" ajak Danu beharap.
" Aku banyak Tugas, mungkin Tiara mau menemani!" pinta Pertiwi menatap wajah bingung Tiara dan Danu berharap juga dia mau menemani.
" Sama siapa Dan?" tanya Tiara.
" Liliana!" jawabnya enteng, wanita itu teman sekelas di kampus terkenal Danu, dan dia kemanapun penginnya ikut Danu, cuma dia anak orang kaya di Jakarta yang kurang berkenan orang tuanya terutama Mama apabila ikut Danu, seperti tadi Danu sempat diajak mampir ditanyai orang tuanya.
" Danu, orang tuamu usaha apa?" tanya Mama nya Liliana.
" Cuma jadi buruh tani!" jawabnya bohong karena sebenarnya dia tidak tahu tentang keberadaan ibu juga bapaknya,
" Jadi buruh tani bisa membiayai anak kuliah apalagi dua anak!" jawabnya dengan menekuk alis.
" Ma, maaf bolehkah Liliana besok ikut ke Bogor?" tanya Danu hati hati dan sopan.
" Tidak bisa, kita mau kedatangan tamu teman bisnis Papanya!" jawab Mamanya dengan wajah tak menyenangkan.
" Ma, aku tetap mau ikut Danu besok!" jawabnya memaksa, Papanya Liliana pulang, lalu menemui Danu, tadi beliau dengar ucapan istrinya.
" Besok Pak Hardoyo belum jadi kesini!" jawab Papa, dan Papa yang sangat menyayangi Liliana membolehkan ikut Danu ke Bogor apalagi dia tidak sendiri, Liliana menciumi Papanya karena gembira, sedang Mamanya masuk kedalam dengan wajah geram.
" Danu, koq melamun!" ucap Pertiwi menatap adiknya sedang Tiara kurang senang kalau Liliana ikut, walau Tiara tak memperlihatkan ketidak sukaannya.
" Ya, kebeneran Dan, karena Tiwi tidak bisa ikut!" jawab Tiara terlihat wajahnya datar.
Paginya Tiwi akhirnya ikut karena dia bisa mengerjakan di mobil, mereka bertiga menuju rumahnya Liliana, Mamanya merasa nyaman ternyata tidak berdua perginya, Tiara tak kagum dengan rumah mewah dengan mobil mobil Eropa yang dimiliki orangtua Liliana, karena rumah orangtua di kampung lebih mewah dari itu, mobil buatan Eropa juga tidak kalah dengan yang di miliki orangtua Liliana.
Mereka berempat berangkat, Liliana duduk di kursi belakang dengan Tiara,
" Li, liburan main ke kampungku ya!" ajak Tiara yang pandai menutupi perasaannya.
" Iya, aku juga sudah bilang ke Danu ikut ke kampung!" jawab Liliana datar.
Sampailah di Bogor mereka bertiga keluar kebetulan tidak hujan hari ini, sedang Tiwi berada di mobil, duduk di kursi belakang meneruskan nenulis cerita, sambil sesekali menikmati hamparan permadani hijau di depannya, angin dingin pegunungan menusuk pori pori tubuhnya sehingga Tiwi terus menggunakan jaket.
" Dan, kebun teh itu bagus!" kata Liliana manja ke Danu, Tiara mendukung ajakan Liliana sambil tersenyum ceria. Danu menerima ajakan mereka, hanya hatinya mulai bimbang melihat sikap Tiara. " Aku bertepuk sebelah tangan, berharap besar pada Tiara ternyata dia tak punya perasaan apa apa padaku!" guman Danu dengan wajah muram.
Kota Bogor udaranya sangat sejuk kebalikan Jakarta, saat itu langit tak semua tertutup oleh awan, sedang hamparan teh yang menghijau, menambah sejuk di siang ini.
Mereka sangat riang serta tidak bosan bosannya menatap pemandangan di depannya, dan beban oleh tuntutan hidup terasa berkurang di pundaknya serta decak kagum terus menggema di relung hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments