Author POV
Pagi yang kelabu karena langit mendung sehingga sinar putih bening tak menyebar di lahan sempit di belakang ruang makan yang dimanfaatkan untuk bertanam sayur di pot oleh bi Marni.
Pagi ini Pertiwi lebih banyak diam, dan mengambil nasi lagi di penanak nasi, mereka duduk bersama di ruang makan untuk menikmati sarapan pagi bersama.
" Dengan laki laki seperti ini tak perlu banyak bicara," gumannya, ia memasukkan nasi ke mulutnya lalu mengambil juz buah di kulkas, karena Mikko meminum juz yang ada di Meja, Tiwi pagi ini sengaja hanya menyediakan juz satu gelas di meja untuk dirinya karena kemaren makanan dan minuman di meja tak disentuh akhirnya ia buang minumannya, kalau nasi juga lauk tetap disediakan.
" Ternyata aku dengan mudah akan melepaskanmu, tetapi lelaki pujaanmu sudah bekas dariku!" ucapnya setelah menghabiskan nasi di piring sambil tertawa.
" Hmmm aku harus tenang menghadapi laki laki ini, aku harus bertindak sebagai wanita dewasa," gumannya di hati.
" Ok, Tidak masalah buatku!" jawab Tiwi dan berlalu ke dapur dengan membawa piring terus di cuci. Piring telah bersih, ia menuju ke kamar siap siap berangkat kerja.
" Aku berangkat!" ucap Pertiwi berlalu menuju garasi, dan rasa sakit di bagian tubuhnya tak ia tunjukkan pada lelaki di ruang tengah, yaitu Mikko yang sedang membuka laptop.
" Aku punya istri dokter cerdas juga cantik, masakannya enak, akan ku jadikan barang mainan dia, rugi kalau aku melepaskannya!" guman Mikko, saat dia dipamiti Tiwi matanya menatap dengan pandangan merendahkan.
" Tiwi, aku sama sekali tak tertarik dengan dirimu, aku lebih suka pada wanita yang sudah berpengalaman, yang tidak culun kaya kamu dalam urusan cinta, walau kamu cantik dan masih asli, tetapi kelihatan sekali kalau kamu tak berpengalaman dalam urusan cinta, ha ha ha, dokter lugu," cibir Mikko.
Sementara itu, Tiwi sepanjang perjalanan dengan mengendarai mobil menuju tempat kerja, otaknya penuh dengan pertanyaan pertanyaan yang sama. "Mengapa Papi dan Mami membolehkan menikah denganku? mengapa dia mau dijodohkan?" gumannya, sampai di tempat kerja tepatnya di parkiran, ia sudah ditunggu dr. Fabian Herlambang, Sp.PD.
" Wi, kamu datang ya bersama suami, nanti kaya reuni!" kata Fabian, ia memberikan kartu undangan pernikahan, Tiwi wajahnya panas, tentu berubah merah kaya strobery, ia terkesiap menatap kartu undangan yang sudah berpindah tangan.
" Ok, siap dokter!" jawab Tiwi, ia tersenyum dan tak perlu mengutarakan pikiran kalau Fabian ternyata belum beristri.
" Sudah terjawab statusku bukan?" ucap Fabian, mereka masuk ke ruang periksa masing masing sedang para perawat sudah datang di ruangan, tapi sekarang jadwal pagi untuk memeriksa para pasien di ruang inap, demikian juga dr. Pertiwi Indah Permata, Sp.JP, seharian mereka bergelut dengan pasien dengan keluhan sama. Siang hari sesuai ajakan dr. Fabian makan bersama di kantin kampus yang dulu saat kuliah sering dilakukan berdua.
" Aku jadi ingat saat saat kuliah di areal ini!" kata dr. Fabian sambil memandangi setiap sudut di ruang ini.
" Iya, kamu selalu bilang, aku selalu kalah nilainya denganmu!" kata Tiwi tertawa.
" Memang kamu tak hanya teori tapi praktek juga ok!" jawab dr. Fabian menatap wanita yang sampai sekarang ia kagumi di hadapannya, hanya karena terhalang restu orangtua sehingga tak bisa bersatu.
" Kamu buka praktek dok?" tanya Tiwi.
" Belum berniat kesitu, gampang nanti, kamu bagaimana?" balik bertanya.
" Aku masih baru disini belum terpikir, tapi pasien di kampung pada bingung!" jawabnya, ia menatap kedepan, ke taman di dekat kantin yang dulu sering bersama yang lain duduk duduk sambil menikmati cemilan.
" Taman itu mengingatkan kita jaman kuliah kan? di taman itu otak kita yang penat dengan setiap hari dijejali banyak teori, menjadi rileks," bibir Fabian mengerucut lalu tersenyum tipis, cuman hatinya kerasa menikmati kenangan beberapa tahun yang lalu. Tiwi membalas senyuman Fabian.
" Waah, kita jadi sensitif ingat saat kuliah," lanjut Fabian. Tiwi tertawa.
" Oh ya, ngomong ngomong pasien kamu di kampung, jadi kehilangan dokter cantik donk, pasien sakit hanya natap wajahmu terus sembuh, kasihan deh mereka kehilangan dokter idaman, kalau menurutku buka Sabtu Minggu saja!" dr. Fabian memandang wajah cantik dokter didepannya, sempat Tiwi salah tingkah.
" Iya, kemaren pasienku mintanya begitu, tapi Danu menggantikanku!" jawab Tiwi, kebetulan Danu langsung diangkat di kabupaten lain tapi bisa abunemen dari rumah, sehingga bisa menemani nenek dan kakeknya.
" Ayo sudah selesai jam istirahat!" ajak Fabian bangkit dari kursi kantin.
" Oh ya ngomong ngomong kalau pihak kampus minta kita mengajar disini kita siap ya!" lanjut Fabian.
" InsyaAllah!" jawab Pertiwi. Hari ini bukan hari praktek mereka, dan betul mereka berdua supaya memberi kuliah disaat hari di luar jam praktek di rumah sakit itu, pihak kampus tentu akan menggunakan keduanya sebagai lulusan terbaik di kampus ini.
Jam kerjapun usai Pertiwi menuju parkiran dan agak malas pulang ke rumah ketemu Mikko, ingin rasanya ia ke apartemen Tanu yang baru satu tahun kerja di Jakarta, tapi kadang Tanu tugas ke luar daerah setiap satu bulan sekali, akhirnya diurungkan paling tidak harus menghubungi dulu, dia dulu kuliahnya juga di PT yang sama dengan Pertiwi cuma ambil Ekonomi.
Sampai rumah Mikkopun sudah pulang sedang di kamar lagi cekikikan juga terdengar suara aneh wanita, karena terdengar jelas dari kamar Pertiwi, risih Pertiwi mendengarnya akhirnya menjauh duduk di ruang tamu sambil membawa laptop untuk menyusun materi perkuliahan sebab minggu depan Tiwi sudah mulai memberi kuliah.
Cuma yang membuat bingung Pertiwi hari Sabtu siang menghadiri pesta nikah Fabian, dia meminta suami diajak, permintaan yang sangat menguras pikiran Pertiwi.
Tak lama Mikko keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Pertiwi dengan berteriak,
" Hai, mobilnya keluar dulu!" teriak Mikko, Pertiwi di ruang tamu langsung masuk ke ruang tengah.
" Haa wanita beda lagi yang dibawa!" Tiwi melirik wanita yang usianya lebih tua darinya bahkan dengan Mikko juga, ia menggandeng tangan Mikko masuk ke mobil, dan wanita itu sempat bersenggolan dengannya, Tiwi masuk mobil membuka pintu garasi otomatis juga pintu gerbangnya dan meletakan mobil dibawah pohon dipinggir jalan depan rumah.
" Aku perlu konsultasi pada dr Frida teman kuliah yang ambil spesialis kulit dan organ intim!" pikirnya, Tiwi sedini ini sudah menyimpulan wanita wanita yang dibawa Mikko orang yang berpropesi tidak benar, pertanyaan sudah mulai terjawab sendiri, mudah mudahan jawabannya salah.
" Mungkin ini yang membuat Pak Handoyo dan Ibu menjodohkanku!" gumannya, ia merinding yang berhubungan dengan penyakit akibat kebebasan berperilaku seperti itu. Tiwipun langsung menghubungi Frida.
" Halo, Frid, aku pengin konsultasi," sambung Pertiwi,
"Wi, datang saja ke rumahku sore ini," sambung Frida juga. Akhirnya Pertiwi menuju ke tempat praktek dr. Frida kebetulan tak begitu jauh dari rumahnya. Sampai di tempat praktek langsung di periksa.
" Lucu kamu, berhubungan dengan suami kok kawatir!" kata dr. Frida terkekeh, karena Pertiwi hanya cerita ia dijodohkan.
" Da, aku hanya antisipasi saja, disamping aku belum mengenal suami!" jawabnya.
" Aman koq Wi, tapi aku kasih resep, sepertinya suamimu memiliki tenaga kuda!" jawabnya tertawa terkekeh kekeh. Karena tak ingin mengganggu praktek Frida iapun pulang.
Sampai di rumah Mikko ada di ruang tengah sedang di depan laptop.
" Aku pengin makan !" kata Mikko ketus, Pertiwipun membuatkan nasi goreng lengkap.
" Hmmm, enak juga baunya." Mikko menuju dapur.
" Dokter Pertiwi, aku menarik lidahku, rugi kalau aku melepasmu!" ucapnya nyinyir, ia menyenderkan tubuh di pintu masuk dapur. Pertiwi tak mau melayani ocehannya, dia asyik mengorak arik nasi goreng dengan suara erok dikeras keraskan biar tidak dengar suaranya.
" Aku lewat!" kata Pertiwi membawa dua piring nasi goreng, Mikko menyingkir dan duduk di salah satu kursi dari meja makan, Pertiwi meletakkan piring di depannya juga meletakkan minuman jeruk hangat. Pertiwi membiarkan Mikko makan duluan.
" Dokter cantik, tadi pagi kamu mau makan bareng!" ujarnya sengol dengan menatap nakal ke Tiwi.
" Ah enak nasi goreng buatan Tiwi!" gumannya, ia melahap habis nasi di piringnya bahkan mengambil separuh lagi di piring yang akan di makanTiwi, Tiwi yang tidak mau melayani omongannya, terus menuju ke dapur membersihkan alat alat masaknya, setelah itu baru makan malam setelah Mikko tak ada disitu.
" Hmmm dia kelaparan habis terforsir tenaganya!" gumannya, Tiwipun membersihkan piring di dapur dan langsung ke kamar melihat Mikko masih di ruang tengah dengan laptop yang masih menyala.
Tiwi ingat undangan weedding Fabian, rasanya ia sungkan bicara dengan Mikko untuk menemaninya, diapun mengambil ponsel di nakas terus menghubungi Tanu.
" Tan, kamu dimana?" sambung Tiwi.
" Di Surabaya Mba sampai hari Minggu sore baru pulang," jawabnya, akhirnya Tiwi cerita tentang weeddingnya Fabian.
" Bilang saja ke Mas Mikko siapa tahu dia mau menemani Mba Tiwi," sambung Tanu disana.
" Sepertinya dia tidak akan mau menemani Mba" jawab Tiwi disini.
" Di coba Mba" jawabnya, dan mereka mengakhiri telfon.
Sementara itu Mikko mendengar suara Pertiwi saat menghubungi Tanu, Mikko pun mengethuk pintu kamarnya, Tiwi yang mengunci kamar, karena kethukan keras, akhirnya membukanya.
" Pintu kamar jangan di kunci kalau tidur!" nada bicara Mikko keras.
" Apa tidak bisa ngomong sedikit halus?" jawab Pertiwi.
" Kamu membicarakan aku dengan adikmu?" ketus lagi suara Mikko.
" Iya, bukahkah kamu dengar yang aku omongkan?" suara Pertiwi, ia menjadi sengol juga.
" Aku membutuhkanmu malam ini!" ujarnya keras langsung mendekap kencang tubuh Pertiwi, dia yang lemah tak mampu melepaskan dari cengkeraman Mikko.
" Mikko tolong jangan lakukan dengan cara seperti ini!" ronta Pertiwi, tapi Mikko semakin kencang, sehingga Pertiwi menyerah, dan Mikko menggigit bibir Tiwi keras, Tiwi sempat mengaduh dan dirasakan ada rasa asin di bibirnya, dilanjut dengan menuju ke leher, ia menggigit keras terus menyusur ke areal lain dengan sangat kasar.
Di bola mata Pertiwi tergenangi air yang berusaha ditahan agar tidak meleleh.
" Ya Tuhan tolonglah aku dari siksaan ini!" guman Tiwi lirih, air matapun meleleh ke telinga, Mikko sedikitpun tak berperasaan padanya.
Setelah Mikko pergi dari kamarnya, Tiwi bangkit lalu membersihkan dengan obat luar dari resep dr. Frida, lalu menuju ke ruang makan ambil air putih untuk menelan obat obat dari dr.Frida.
Sementara Mikko tahu yang dilakukan oleh Tiwi, cuma dia tak tahu fungsi obat yang ditelan Tiwi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments