Bab 3. Ikut Aturan Main
...☘️☘️☘️...
^^^" Maafkanlah cinta, atas kabut jiwa yang menutupi pandangan kalbu"^^^
.
.
Sinar fajar yang mengusik mata Serafina membuat gadis itu terbangun. Mengumpulkan kepingan kesadarannya yang masih berserakan, dengan kepala yang terasa berat.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia duduk dengan memijat keningnya yang terasa pusing.
Gadis itu mencari-cari keberadaan ponselnya. Namun tak mendapati. Sejurus kemudian, pintu kamarnya mengayun. Menandakan bila ada orang yang membukanya.
" Mama!" ucap Serafina.
" Kamu udah bangun sayang?" Nyonya Lidia memeluk anaknya.
" Sudah bangun kamu rupanya! enak habis mabuk?" Tuan Guntoro rupanya membuntuti istrinya. Pria kini menatap tajam Fina yang nampak masih bermuka bantal.
Sejenak Serafina terhenyak, kini ia sadar. Ia ingat bila Riko telah mengkhianatinya. Ia juga ingat dia yang berada di SS karaoke sembari menenggak wisky. Fina kembali bersedih.
" Kamu benar-benar kelewatan Fina. Papa udah gak bisa mentolerir lagi. Keputusan papa sudah bulat. Papa akan mengirim kamu ke desa, ke rumah Oma kamu!" ucap Tuan Guntoro dengan wajah merah padam. Ia sudah tak tahan lagi dengan Fina yang selalu bersikap seperti itu.
Nyonya Lidia hanya tertunduk seraya mengusap punggung putrinya. Wanita itu tak berani menyela suaminya yang tengah diliputi kemarahan.
" Papa jangan seenaknya gitu dong, papa gak tau kalau aku..."
" Papa yang seenaknya atau kamu yang seenaknya?"
" Papa gak tau dan gak mau tahu. Besok kamu berangkat ke Desa. Ini hukuman buat kamu. Sebelum kamu berubah jadi anak yang lebih berguna, jangan harap papa mengijinkan kamu untuk membuka galery lukisan kamu!"
Tuan Guntoro merasa malu atas sikap Serafina yang kerap menyulut pergunjingan di tetangga kompleks rumahnya.
" Tapi Pah... Fina gak.."
"Gak ada bantahan, kalau kamu membantah. Papa akan mencabut semua fasilitas yang kami miliki!"
Braaakk
Pintu kamarnya itu seakan mau rubuh, karena tuan Guntoro membantingnya dengan begitu keras. Fina membenamkan wajahnya ke lutut yang ia tekuk. Fina merasa hidupnya benar-benar diluar kendalinya.
" Mama gak bisa bantu kamu Fin kalau papa kamu sudah seperti itu. Kamu memang sudah kelewatan kali ini!" Suara lembut Nyonya Lidia mengiringi usapan lembut yang ia lakukan diatas punggung putrinya yang bergetar.
" Kamu ini kenapa sebenarnya Fin?" cairan bening yang terasa asin ketika di telan itu, nampak juga keluar dari netra sayu Nyonya Lidia. Hati ibu mana yang tega melihat putrinya terlihat se hancur itu.
" Riko ngehianatin aku Ma!" Fina mendongak dengan mata basah. Tampilannya kacau, suaranya serak menahan sesak.
Nyonya Lidia menyusut air matanya. Kini ia tahu, anaknya itu lebih baik mencari suasana baru di desa. Berharap selain bisa menjadi trauma healing, Nyonya Lidia merasa sikap anaknya itu mungkin harus berubah.
" Sudah! nanti kamu bakal tahu mengapa semua ini harus terjadi. Semua ini mungkin karena Tuhan ingin kamu mendengarkan ucapan Papa kamu dulu nak!"
Serafina selama ini kerap mangkir dari titah Papanya yang meminta Fina untuk fokus ke perusahaan keluarga mereka. Memang tak sebesar milik orang-orang kaya. Tapi, mereka bisa di katakan masuk dalam jajaran orang kaya di kota itu.
Keluarga Tuan Guntoro memiliki banyak sekali Departemen store, supermarket terkenal, dan beberapa restoran serta pusat oleh-oleh di kota itu.
Dari usaha yang Tuan Guntoro tekuni, mereka kini memiliki banyak anak cabang yang menggurita di kota lain. Mereka bukanlah keluarga CEO yang hartanya tak habis jika tak bekerja. Tapi mereka bisa memberikan banyak manfaat bagi orang yang kini menjadi karyawan mereka.
Pramuniaga, Chef, serta banyak sekali birokrasi yang membutuhkan SDM yang bisa mereka rekrut, untuk bergabung di tempat usaha mereka.
Sayang sekali, Serafina tak minat sama sekali akan hal itu. Ia memiliki passion tersendiri di dunia seni. Melukis.
" Aku harus gimana ma?" Fina benar-benar bak makan buah simalakama. Jika ia menolak, ia tentu tak akan mendapatkan fasilitas dari papanya, ia masih membutuhkan hal itu demi mewujudkan mimpinya memiliki galeri lukisannya sendiri. Dan bila ia ke desa, itu artinya ia akan hidup dalam gempuran lawatan sang Oma, yang sarat dengan kearifan lokal.
" Kamu ikuti saja dulu nak, lagipula Oma kamu sendiri disana di usia setua itu. Sawahnya luas yang harus di urus. Kamu buktikan sama papa jika kamu bisa jadi anak yang baik!"
Membantu?
Mengurus?
Ayam jago saja bangunnya lebih dulu dari pada Seorang Serafina. Dan membayangkan kata Desa saja, sudah pasti sangat membosankan. Begitu isi kepala gadis dengan rambut coklat bergelombang itu.
...☘️☘️☘️...
Serafina
Hari rupanya terlalu cepat berganti, bagi wanita yang masih terlihat patah hati itu. Sudah dikatakan, cinta itu memang deritanya tiada akhir. Membuat yang sepi b'rasa dalam keramaian, dan yang dalam keramaian seperti asing dalam rumahnya sendiri.
Mata indah bak bola pingpong itu kini terlihat bengkak. Setelah sehari semalam ia sibuk menangisi Riko Riko dan Riko, hati Fina sedikit lega. Meski entah sudah berapa ratus pesan bahkan panggilan dari pria brengsek itu, yang ia abaikan.
Sumpah serapah mengiringi kegiatan Fina yang agaknya masih kepo dengan pesan yang di kirim oleh Riko. Pria bajingan yang kini masuk dalam list antipati hidupnya.
Fin, aku mau ketemu kamu. Aku bisa jelaskan semuanya.
Fina please angkat telpon aku.
Aku gak bisa kesana, kau tahu sendiri papa kamu selama ini gak suka sama aku. Aku tunggu di tempat biasa ya.
Sebenernya masih banyak lagi pesan dari Riko. Ia hanya mencibir. Tak ada toleransi bagi pengkhianat macam Riko. Sejenak ia ingat, papanya selama ini tak menyukai pria dengan tindik di telinga kirinya itu. Riko ganteng dan kaya, tapi entah apa yang membuat Tuan Guntoro sama sekali tak menyematkan kata menantu ideal pada pria bernama Riko itu.
Sejenak Fina menatap foto dirinya semasa kecil yang di peluk oleh mendiang kakek dan neneknya yang kini masih hidup. Nenek dari pihak papa, yang nampak selalu memperhitungkan soal tradisi Jawa, dan kerap melarang hal tabu untuk di bahas, yang bahkan di kota sudah dianggap lumrah untuk di bicarakan. Soal Se*ks misalnya.
Gadis itu menghela napas. Mungkin lebih baik ia kesana. Ia ingin mendamaikan hati sejenak, lagipula ia juga tidak mau bertemu Riko apalagi Shila terlebih dahulu.
" Fina kamu kena...!" Mata mamanya membulat sempurna bak bulan purnama.
" Fina !!! Pak Budi sudah nunggu dari tadi, kamu malah belum apa-apa gimana sih kamu. Kamu mau bikin papa kamu marah? nanti pak Budi kemalaman di jalan. Tau sendiri nanti kamu harus lewat alas di gunung itu. Kamu itu ......."
Geram dan geregetan. Itulah perasaan seorang Nyonya Lidia, yang benar-benar kualahan dengan perawannya itu.
Fina menatap mamanya yang sudah cantik sekali pagi itu. Menatapnya jengah karena setiap hari mengomelinya karena bangun siang .
" Fina!!!" jam berapa ini, kenapa kamu belum apa-apa!!" Nyonya Lidia benar-benar tak habis pikir dengan Fina yang begitu malas. Wanita itu frustasi di jam menjelang siang itu.
Gadis itu memang kerap bangun siang. Terbiasa menghabiskan waktu untuk memerintah orang lain, membuatnya menjadi gadis yang tak mandiri.
" Memangnya kenapa ma, ini kan masih pagi!" jawab Fina enteng.
" Masih pagi kamu bilang!!"
" Tuh lihat!!" Nyonya Lidia menunjuk ke arah nakasnya.
Mata Fina membulat begitu mendapati jam yang sudah bertengger di angka sembilan lebih tujuh menit.
" Hah?" kini mata Fina yang bergantian membulat demi melihat jam yang sudah sebegitu siangnya.
Apa jika lelah menangis bisa membuat tidur orang lebih nyenyak?
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
dementor
orang tua yang terlalu memanjakan anaknya.. membuat anak menjadi pribadi yang manja serta egois..
2023-06-03
0
Fathin Auliya
marathon bacanya
2022-08-16
0
Memyr 67
fina bofoh. nggak bisa menyadari, kalau segala hal yg dilakukan tanpa restu orangtua, nggak akan ada yg baik jadinya.
2022-08-12
0