Bab 5. Touchdown Kalianyar
^^^"Jangan sungkan kepada hidup, ikuti aturan mainnya dan ikuti saja sebagaimana mestinya. Niscaya langkahmu akan lebih mudah!"^^^
...🍂🍂🍂...
.
.
.
Pandu
Ia adalah pria berusia 28 Tahun, memiliki hidung bangir ( mancung), tubuh tegap, dan badan atletis. Andai ia mendaftar di Secapa ( sekolah calon perwira) sudah dipastikan ia akan lolos dan masuk. Secara, tingginya yang mencapai seratus delapan puluh tujuh, dengan kulit sawo matang nan bersih, juga wajah rupawan khas pria iklim tropis.
Pria itu mengisi kegiatan sorenya dengan bermain volly bersama teman sebayanya. Apalagi yang bisa dilakukan pria kelas darah rakyat macam dia. Setelah seharian berjibaku menghantam kerasnya gelombang zaman.
Menggempur rejeki dengan cara apapun yang ia bisa lakukan.
Tak di sangka, Sakti yang sore itu berpasangan bersama Yudhasoka malah salah memukul bola, hingga membuat benda kuning biru bertuliskan Mikasa itu melesat sembari terlempar keluar arena, bahkan mengenai seseorang di dalam mobil yang melintas.
" Waduh, masuk mobil Yud!!" ucap Sakti yang menjadi tersangka sore itu. Pria itu panik. Definisi dari berani karena benar dan takut karena salah.
Mereka lantas menghentikan kegiatan, saat mereka melihat mobil itu berhenti, betapa terkejutnya mereka mendapati seorang wanita cantik dengan pakaian modis, rambut coklat bergelombang turun dari mobil itu sembari membawa bola mereka.
"Bidadari" ucap Sakti terpukau. Ia bahkan lupa bila ialah biang keroknya.
"Siapa tuh?, gak pernah lihat!" tutur Yudhasoka seraya menyipitkan matanya yang sudah sipit.
'Edan, ayu banget ( Gila, cantik banget)!!" seloroh anak- anak lain yang juga terlibat dalam permainan mereka.
Ia masih diam seraya berdiri di samping Ajisaka, menunggu apa yang akan di lakukan wanita asing itu.
"Gak jelas banget sih kalian!!!"
" Kurang ajar tahu nggak!!"
" Gak berguna!!"
Pandu menangkap bola dari wanita yang memakinya itu. Mereka saling memberi tatapan tajam. Sengit dan cenderung tak suka.
Wanita itu rupanya marah. Kata-kata yang terlontar sangat bertolakbelakang sekali dengan tampilannya yang cantik dan terlihat mahal.
Ia bahkan sebenarnya terkejut, wanita yang baru saja di puja-puji oleh teman-temannya itu, dalam seketika berubah bak induk singa betina yang baru melahirkan. Ganas dan mengerikan.
Pandu melihat wajah Ajisaka sekilas. Sahabatnya yang memiliki sifat paling mudah emosi itu bahkan sudah akan membuka mulutnya. Berniat menyahuti.
"Aji, udah!" Pandu menenangkan Ajisaka yang terlihat geram.
" Sombong betul, siapa dia?" Ajisaka mendengus kesal dengan mulut wanita kota itu. Ajisaka merasa wanita itu terlalu berlebihan. Toh mereka sudah tidak sengaja bukan.
" Orang kota, udah biarin aja!" sergah Pandu.
Pandu berusaha meyakinkan. Terlalu lebay memang. Hanya terkena bola saja, wanita itu sampai menjadi berang. Bahkan memaki.
" Kami minta maaf!" Jawab Pandu mewakili semua temannya yang masih terpukau dengan wanita cantik itu.
Wanita itu Menatapnya tajam.
" Tapi lain kali anda bisa menutup kaca mobil anda kan. Atau setidaknya pasang telinga betul-betul agar bisa mendengar suara kami yang setiap hati berkegiatan seperti ini. Lagipula, jalanan berdebu juga tak baik untuk kulit mulus anda!"
Ia menjawab masih dengan mode ramah dan dengan suara yang bernada 'MI'. Suara di urutan ketiga di tangga nada.
Para rekannya setuju dengan ucapan pandu.
" Kau!!!" wanita itu terlihat menatapnya tajam. Ia masih berwajah datar seraya melipat kedua tangannya ke dada. Otot lengannya bahkan bisa dilihat oleh wanita itu dari kejauhan.
Ia melihat sang supir wanita itu memperingati wanita kota yang keras itu. Sejurus kemudian wanita itu mengumpat dan membanting pintu mobilnya.
" Brengsek!!!"
Membuat kesemua yang disana menggelengkan kepalanya. Bahkan Ajisaka terlihat mengeraskan rahangnya guna menghalau emosi.
.
.
Serafina
Kesal bukan main. Moodnya buruk sedari berangkat dari rumahnya menuju Kalianyar. Dan kini kekesalannya bertambah oleh urusan tak penting yang kian membuat moodnya buruk.
Sialnya, rumah sang Oma rupanya berada dua rumah dari Len Voli yang berisikan pria- pria menyebalkan tadi. Membuatnya kesal karena itu artinya, ia bakal melihat orang-orang yang membuatnya kesal setiap hari.
" Pak Bud, udah nyampek?" Serafina berusaha memastikan kecurigaannya. Mengapa mobilnya sudah memasuki kawasan rumah dengan pagar semak yang mirip belukar boxwood.
Padahal dulu terlahir dia kemari, tumbuhan itu belum ada.
" Iya Mbak, mbak Fina lupa?" Budi merasa Fina juga pernah kesana. Tapi, mengapa wanita itu malah ganti bertanya.
Fina menyadari, banyak sekali perubahan yang terjadi. Ia sudah sangat lama tidak berkunjung ke rumah Oma-nya.
.
.
Dengan malas Fina turun dari mobilnya. Seperti biasa, wanita yang gemar dilayani itu meminta Budi untuk membawakan kopernya hingga ke dalam.
Dan sebelum mereka mengetuk pintu itu, seorang wanita paruh baya dan seorang wanita dengan sanggul rambut rapih, namun sudah berwarna putih itu terlihat menyongsong kedatangan mereka.
" Kalian sudah datang?" Bu Asmah menyambut mereka dengan senyum.
Bu Asmah adalah ibu dari Guntoro. Alias beliaulah nenek dari Serafina yang bandel itu. Wanita itu masih sehat bahkan di usianya yang sudah menginjak 75 tahun. Perhiasan usianya itu ( uban) , seolah menjadi penegas bila wanita itu telah banyak menelan asam garam kehidupan.
Fina meraih tangan keriput Bu Asmah lalu menciumnya takzim. Hal yang dulu juga ia lakukan sewaktu bertandang ke tempat itu, bersama Mama Papanya.
" Udah besar, kamu terakhir kesini pas lulusan SMA Lo Fin. Setelah kamu masuk kuliah kamu jarang ikut kesini!!" Bu Asmah memeluk tubuh cucunya walau ia tahu, cucunya itu tengah marah.
Ya, Fina adalah jenis orang yang lama untuk memaafkan. Selain, manja ia juga pemarah. Namun sebenarnya, ia memiliki sikap yang baik. Salah satunya, mudah memberi.
" Aku capek!!!" ketus Serafina.
Bu Asmah tersenyum " Yuk, bawa koper Fina ke kamarnya!" ucap Bu Asmah kepada Yayuk, pembantunya di rumah desa itu.
" Nggeh Buk!" sahut Yayuk.
" Pak Bud, monggo pinarak riyen ngunjuk kopi ( mari masuk dulu minum kopi)" Bu Asmah berpembawaan tenang, wanita itu adalah bukti nyata ketegasan. Keberhasilan Guntoro dalam dunia bisnis, serta sikapnya yang dermawan adalah bukti nyata didikannya yang berhasil kepada anak-anak mereka.
Bu Asmah memiliki dua orang anak. Yang pertama adalah Guntoro, Papa Fina. Dan satu orang lagi di kota lain bernama Basuki, kakak Guntoro.
Beliau menolak untuk diajak tinggal di kota, karena baginya tinggal di desa jauh lebih menentramkan. Kedua anaknya tidak bisa memaksa wanita tua itu untuk ikut salah satu dari mereka.
Wanita tua itu berdalih jika rumah di desa itu, memiliki banyak kenangan bersama mendiang suaminya Nyotoraharjo, yang sudah berpulang ke pangkuan sang khalik lebih dulu.
" Ini kamar kamu, kamu istirahat dulu!" ucap Bu Asmah membukakan sebuah kamar dengan ukuran 5 x 5 meter, tak luas namun rapih.
Namun Fina mendengus demi melihat ukuran kamar yang akan ia tempati itu. Ia merasa kamar itu hanya seluas kamar mandi di rumahnya.
" Biasakan untuk menerima segala sesuatu yang diberikan Tuhan!" ucap Bu Asmah demi mendapati raut wajah Fina yang kusut
Fina malas menjawab. Ia langsung ngeloyor masuk usai Yayuk memasukkan koper Fina ke dalam kamarnya itu.
Fina menutup pintunya usai Oma-nya itu pergi dari sana. Mungkin sedang menemui Budi di ruang tamu. Supirnya itu pasti merasa bokongnya kebas, lantaran jarak tempuh yang lumayan.
Wanita itu terlihat melempar rubuhnya ke atas kasur pegas itu. Terasa nyaman walau ukurannya hanya 160x200. Fina menatap nyalang langit-langit kamar yang akan ia tempati hingga batas waktu yang belum bisa di tentukan itu.
"Kenapa hidupku jadi begini?"
Ia ingin berontak. Dalam beberapa hari saja, hidupnya benar-benar berubah. Air matanya lolos saat mengingat Riko. Pria yang ia gilai itu kini kian berjarak dengannya. Bahkan dia sendiri yang memutuskan hubungan mereka saat dirinya masih di liputi emosi tempo hari.
Hatinya jelas sakit, dan alih-alih mendapat penghiburan atas persoalan yang ia hadapi, ia malah harus diminta tinggal bersama Oma-nya di desa yang baginya akan sangat membosankan.
Hatinya sesak, hidupnya tak terarah. Tidak sesuai tujuannya, perasaannya sepi, kosong, ingin berontak, ingin lari, tapi dia bisa apa? toh selama ini fasilitas yang ia dapatkan memang sepenuhnya berasal dari papanya. Bisa apa dia?
Fina membalikkan badannya. Kini posisinya sudah menelungkup. sejurus kemudian ia membenamkan wajahnya ke kasur itu lalu berteriak seraya menggerakkan kakinya naik turun " Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
yhoenietha_njus🌴
selalu syuka sama novelnya Mommy...
aduh Fin kamar 5×5 kecil gimana yang 3×3 ya...😂😂
2024-02-09
0
Fathin Auliya
bahasa mudah dimengerti.alurnya tertata dan yang pasti ceritanya bagus banget
2022-08-16
4
NurUmala S
jadi inspirasi, mungkin anakku juga bisa di kirim ke desa biar berubah nggak arogan
2022-05-19
0