Brandon menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di depan aula tempat pesta diadakan. Brandon mengalihkan pandangannya ke arah adiknya yang duduk di samping kemudi. Gadis itu terlihat cantik dengan gaun panjang berwarna putih.
Itu adalah hadiah kelulusan untuk Jiana yang sudah dikirimkan ibunya dari London. Rupanya gaun itu sangat cocok untuk dipakai pada pesta kali ini.
"Seharusnya kakak tidak perlu menurunkanku di sini. Kita bisa berjalan bersama dari parkiran." Ucap Jiana.
"Jadi Kau menyuruhku untuk mengangkat gaunmu itu? Kau tahu, ujung gaunmu itu akan menyentuh tanah jika aku membiarkanmu berjalan dari parkiran. Aku tidak mau Kau mengotori gaun pemberian ibuku itu."
Meski gaun yang dipakai oleh Jiana ini bukan gaun yang memiliki ekor, tetapi gaun itu mengembang di bagian bawahnya. Jadi, agar gaun itu tidak kotor, Jiana perlu mengangkat ujung gaunnya.
"Ya, baiklah aku tidak mau berdebat lagi dengan kakak. Lebih baik, sekarang kakak segera memarkirkan mobil dan masuk ke aula. Kakak tidak perlu membantuku membukakan pintu. Aku bisa melakukannya sendiri."
Dengan satu gerakan Jiana membuka pintu mobil dan keluar dari mobil. Gadis itu lalu memastikan gaunnya baik-baik saja. Setelah itu, ia melambai sebentar ke arah Brandon sebelum menaiki tangga menuju aula.
Brandon kembali melajukan mobilnya menuju parkiran yang terletak 50 meter dari aula. Tidak terlalu sulit bagi Brandon menemukan lahan kosong untuk memarkirkan sedan putih yang dipinjam dari ayahnya.
Brandon meraih tas kameranya sebelum turun dari mobilnya. Ia berniat mengambil beberapa gambar di pesta kelulusan adiknya nanti. Mungkin dia akan mendapatkan momen bagus yang bisa ia abadikan dengan kameranya.
Brandon baru selesai menutup pintunya ketika melihat seorang gadis lewat di depannya. Gadis itu memakai gaun merah selutut dengan rambut yang disanggul. Entah kenapa gadis yang sedari tadi menundukkan kepalanya itu terlihat tidak asing bagi Brandon.
Entah apa yang membuat Brandon ingin memotret gadis itu. Yang dengan gerakan cepat laki-laki itu sudah mengeluarkan kamera dari tasnya. Ia mematikan blitz kameranya.
Menurutnya, akan lebih baik jika memotret gadis itu tanpa menyalakan blitz kameranya. Jika ia melakukannya, gadis itu dengan mudah mengetahui bahwa diam-diam Brandon telah memotret dirinya.
Brandon melihat gadis itu masuk ke sebuah mobil pajero hitam. Tidak berapa lama, gadis itu keluar dari mobil itu sembari membawa sebuah ponsel.
Rupanya gadis itu hanya mengambil ponselnya yang tertinggal, guman Brandon dalam hati.
Sepertinya gadis itu tidak berniat kembali ke aula tempat pesta diadakan. Dari arah kedatangannya tadi, Brandon menebak bahwa gadis itu berjalan dari aula.
Lihat saja kini gadis itu berdiri di depan mobilnya dan setengah bersandar pada bagian depan benda beroda empat itu. Kepalanya masih tertunduk. Sepertinya gadis itu sedang memikirkan sesuatu.
Brandon merasa posisi gadis itu sekarang terlalu indah untuk tidak diabadikan dengan kameranya. Brandon kembali membidik gadis itu dengan lensa kameranya.
Sudah berapa foto telah ia ambil dari posisinya saat ini. Dengan gerakan cepat Brandon menyalakan blitz kameranya. Ia ingin gambar yang sempurna kali ini.
Kilatan cahaya mulai terlihat. Gadis itu masih diam sesaat sebelum wajahnya memandang tepat ke arah lensa kamera Brandon. Tepat saat itu juga kilatan cahaya kembali terlihat.
"Oh, maaf. Tidak seharusnya aku mengambil fotomu diam-diam seperti tadi. Aku harus mendapatkan ijinmu dulu bukan?"
Gadis itu terlihat mengusap sudut matanya. Apakah dia menangis?
"Siapa Kau?" Ucap gadis itu sembari melihat Brandon dari ujung kaki hingga ujung kepada.
Jika ini di London pasti gadis itu akan mengenali Brandon dengan mudah, tapi ini bukan London jadi wajar jika gadis itu tidak mengenalinya.
Brandon tahu tidak semua menjadikan dirinya sebagai idola. Jadi, ketika gadis di depannya ini tidak mengenalinya, Brandon merasa baik-baik saja.
"Aku tidak pernah melihatmu. Kau bukan siswa sekolah ini, bukan? Dan kenapa tadi Kau tiba-tiba memotretku?" Tanya gadis itu dengan memandang tajam ke arah Brandon.
Brandon tersenyum simpul dan segera memasukkan kameranya ke dalam tas. "Posemu tadi terlalu indah untuk tidak diabadikan. Kau tahu, sepertinya Kau cocok menjadi seorang model. Setelah aku lihat dari dekat Kau mempunyai wajah yang menarik untuk jadi model."
Brandon bisa melihat mata gadis itu melebar, sepertinya dia heran dengan ucapan Brandon barusan.
"Lihatlah gaun dan rambutmu yang Kau sanggul itu. Komposisi itu membuatmu terlihat menawan. Walaupun aku belum menjadi fotografer yang profesional, tapi aku tahu hal yang indah yang harus diabadikan dengan jepretan kamera. Seperti posemu tadi." Imbuh Brandon.
Gadis itu menunduk, sesekali ia melihat Brandon dan membuka mulutnya namun menutupnya kembali. Sepertinya ia ragu dengan apa yang akan ia ucapkan. "Apa Kau sedang ada masalah?"
Gadis itu langsung melihat ke arah Brandon. Sepertinya tebakan Brandon benar. "Sedari tadi aku lihat Kau selalu menundukkan kepalamu. Bahkan tadi aku sempat melihat Kau menangis? Apakah aku benar." Imbuh Brandon.
"Kau tahu memendam masalahmu sendirian itu tidak baik. Kau perlu sedikit mengungkapkannya. Mungkin Kau bisa menceritakannya kepadaku, siapa tahu aku bisa membantumu."
Gadis memandang Brandon dengan tatapan curiga. Ia terlihat beberapa kali menjalankan pandangannya untuk memindai Brandon dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia sekarang bersikap seolah tengah membuat tembok perlindungan.
"Ya tentu saja Kau tidak akan menceritakan masalahmu kepada orang yang tidak Kau kenali, seperti aku. Jadi...." Brandon mengulurkan tangannya. "Namaku Brandon, dan Kau?"
Gadis itu melihat ke arah tangan Brandon. Sejenak ia terlihat sedikit ragu. Tetapi pada akhirnya ia menyambut jabatan tangan laki-laki di depannya.
"Mawar." Jawabnya singkat.
Brandon menerjapkan matanya memandang gadis di depannya. Benarkah dia Mawar yang selama ini Brandon kenal? Pantas saja tadi gadis ini terasa tidak asing bagi Brandon. Dia adalah gadis yang selama ini ia hindari untuk bertatap muka seperti sekarang ini.
Brandon rasa dirinya belum benar-benar mencapai impiannya. Jadi, ia tidak pantas menemuinya sekarang.
Namun tidak ada pilihan lain bagi Brandon. Takdir membuatnya kembali bertemu dengan gadis itu.
Apa yang terjadi sekarang mengingatkan Brandon pada masa kecil mereka. Dulu ia pernah memotret Mawar kecil, sekarang gadis itu sudah terlihat semakin dewasa.
“Apa ada orang bernama Mawar selain dirimu di sekolah ini?” Tanya Brandon ingin memastikan.
Meskipun dirinya sudah membuat tebakan, konfirmasi ulang tidak masalah bukan? Dengan begitu ia akan yakin bahwa gadis di depannya ini adalah orang yang sama yang ia temui dua belas tahun yang lalu.
"Ya. Hanya aku satu-satunya orang yang bernama Mawar di sekolah ini. Memangnya kenapa? Apakah Kau mempunyai kenalan bernama Mawar yang sekolah di sini. Jika benar, berarti orang itu adalah aku. Tapi aku merasa tidak mengenalmu bahkan kurasa ini pertama kalinya kita bertemu."
Jadi dia benar-benar gadis kecil berjaket merah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments