Aula NG International School mulai terlihat ramai malam itu. Terlihat kerlap kerlip lampu hias bergelantungan di pinggir-pinggir tembok aula. Beberapa macam kue terlihat di atas meja di sudut aula.
Dentuman musik menggema di seluruh aula itu. Mawar dan Rendi masuk ke aula tempat pesta kelulusan dilakukan bertepatan dengan salah satu band dari adik kelasnya yang memainkan lagu Sugar milik Maroon 5.
"Loh, pestanya kan mulai setengah jam lagi?" Rendi mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan Mawar. "Tapi kenapa mereka udah nyanyi duluan?"
"Lo ngerti sendiri lah, mungkin hanya hiburan pembuka sebelum acara utama. Lo lihat sendiri udah banyak yang datang. Apa lo yakin mau ngebiarin orang segini banyaknya cuma berdiri nunggu acaranya dimulai? Enggakkan?"
"Bener juga sih. Kalo gini gua nggak nyesel-nyesel amat dateng setengah jam sebelum acara mulai. Udah banyak yang dateng duluan dari kita."
Rendi mengalihkan pandangannya ke arah sepupunya yang berdiri di sampingnya. "Jadi lo nyesel dateng ke sini lebih awal?"
Mawar mendekatkan ujung jari jempol dan telunjuknya. "Sedikit. Tapi, bukannya gue udah bilang sekarang gue nggak nyesel lagi. Lo tahu kan kalo gue nggak suka nunggu. Lebih baik dateng tepat waktu dari pada kita yang nunggu lama."
"Emang lo selalu yakin bisa hadir tepat waktu. Kita harus memperhitungkan waktu keberangkatan kita agar nggak kena macet. Kau tahu sendiri... bla... bla... bla...."
Mawar tidak menghiraukan Rendi yang sepertinya sedang mengomentari sikap Mawar yang tidak suka menunggu itu. Mawar mengedarkan pandangannya ke sekeliling aula. Ia tengah mencari sosok yang seharian ini membuatnya galau.
Namun sudah beberapa kali mata Mawar menyapu seisi aula orang yang dicarinya itu tidak terlihat. Mawar mengembuskan nafasnya dengan keras. Ia lega orang itu belum datang.
"Lo ngedengerin gue nggak sih?" Mawar mengalihkan pandangannya ke arah Rendi dan mengangguk pelan. Rendi mulai melanjutkan kata-katanya. "Kalo kita mau ketemuan ama orang lain terus kitanya telat, pasti kita bakalan kehilangan momen. Kayak ini tadi."
Dengan satu gerakan cepat, Mawar menarik tangan sepupunya. "Foto dulu yuk, kebetulan lagi kosong tuh photo boothnya."
Mawar masih menarik tangan sepupunya menuju photo booth yang terletak di sisi kanan dari pintu masuk ketika ia melihat pemuda itu sudah berdiri di dekat photo booth. "Thomas." Ucap Mawar pelan.
"Aduh ngapain buru buru sih. Kan photo boothnya masih sepi dan nggak bakalan pindah kemana-mana." Oceh Rendi karena kesal. Rendi yang berdiri di belakang Mawar tidak melihat perubahan ekspresi sepupunya itu.
"Oh hai Thom." Sapa Rendi ketika melihat Thomas berdiri tidak jauh darinya
"Hello Rendi, hello Mawar. Finally, you’re here man." Balas Thomas dengan bahasa Inggris lengkap dengan aksen britishnya yang kental.
"Ya kami baru saja tiba di sini. Kau datang sendiri?" Rendi mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang menurutnya sudah pasti ada ketika Thomas sudah datang.
"Where is your girlfriend. Kau tahu, Kau harus mentraktirku makan. Bagaimanapun juga aku adalah orang yang selalu mendukungmu untuk mendekati Jiana."
Mawar mulai mengumpat dalam hati, menyayangkan tindakan sepupunya yang mendukung Thomas untuk mendekati gadis lain. Apakah Rendi masih akan melakukan itu jika ia tahu bahwa selama ini Mawar memendam rasa kepada Thomas?
"Sure man, aku pasti akan mentraktirmu. Kau boleh ikut juga Mawar."
Mawar menengadahkan kepalanya. Ia melihat dua pemuda di depannya sedang mengerutkan keningnya heran. Sedari tadi Mawar memang hanya menundukkan kepalanya ketika sepupunya berbicara dengan orang itu.
Ia tidak ingin melihat wajah orang itu karena jika Mawar melihat wajah orang itu, ia akan kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa tadi pagi ia telah mendengar orang itu menyatakan cinta pada orang lain.
"Are you oke Mawar? Wajahmu terlihat pucat."
"Apa Kau bercanda Thom, Mawar sama sekali tidak sakit. Kau tahu siapa yang tadi menyeretku kesini? Gadis ini yang melakukannya. Ia sama sekali tidak sakit. Lihatlah dia sepenuhnya sehat. Ya, walaupun sekarang dia sedang memasang wajah muramnya ini." Jelas Rendi sembari mencubit pipi Mawar.
Mawar berusaha tersenyum senormal mungkin di depan kedua pemuda itu, untuk meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. "I’m fine Thom. Jangan khawatirkan aku. Aku sama sekali tidak sakit." Tubuh gadis itu memang tidak sakit, tapi bagaimana dengan hatinya?
"Oh ya, Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Dimana pacar barumu itu? Kau tahu tadi pagi Kau sudah membuat kehebohan dengan menyatakan cintamu di depan banyak orang. Kau sudah membuat mereka terkejut dengan sikapmu."
Dan membuat beberapa orang sakit hati juga tentunya. Imbuh Mawar dalam hati.
"Dia akan datang sebentar lagi."
"Kau tidak menjemputnya?"
Thomas menggeleng pelan. "Dia akan mengajak seseorang dan dia akan datang dengan orang itu. Dia bilang dia akan memberikan kejutan kepada semua orang yang ada di sini."
Apakah dia sudah punya pacar dan berniat mengenalkan pacarnya kepada semua orang. Aku yakin sebenarnya Jiana sudah punya pacar dan selama ini tidak ada yang tahu. Jadi jika itu terjadi Thomas pasti akan memutuskan hubungannya dengan Jiana.
Kedua pemuda itu langsung mengalihkan pandangan mereka kepada Mawar. Mawar baru sadar bahwa tanpa sengaja ia telah mengucapkan apa yang tengah dipikirkannya.
"Dia memang kesini dengan seorang laki-laki, tapi tentu saja laki-laki itu bukan pacarnya. Dan tidak, aku tidak akan memutuskan hubungan kami, karena aku sangat mencintainya."
"Bodoh. Kenapa gue malah ngomong kayak gitu sih. Gue udah memperburuk semuanya. Pasti sekarang Thomas pikir gue ini nggak suka ama hubungannya dengan Jiana. Mereka itu pasangan serasi yang saling suka. Gue hanya nggak suka ama sikap Thomas tadi pagi. Kenapa sekarang jadi kayak gini."
Mawar sedang berjalan menuju mobil Rendi di parkiran. Ia hendak mengambil ponselnya yang tertinggal di mobil sepupunya.
Beruntung benda tersebut tertinggal di mobil sehingga Mawar memiliki alasan yang cukup kuat untuk menghindari kedua pemuda tadi yang melihatnya dengan tatapan curiga setelah mendengar apa yang Mawar ucapkan.
Tadi Rendi mengambil alih kecanggungan yang ditimbulkan oleh ucapan Mawar dengan mengajak mereka berselfie di depan photo booth. Pada saat itulah Mawar baru menyadari bahwa ponselnya tertinggal.
Tanpa berpikir panjang, Mawar lantas mengambil kesempatan itu untuk mencari udara segar. Entah mengapa Mawar merasa udara di dalam aula menjadi sesak ketika suasana canggung itu muncul.
Mawar berharap dengan dirinya keluar dari aula, ia akan bisa bernafas lega. Walaupun sesaat tapi Mawar berharap itu bisa terjadi. Namun pada kenyataannya itu tidak terjadi.
Mawar baru keluar beberapa langkah dari aula ketika ia melihat gadis itu. Gadis itu baru turun dari sebuah mobil sedan berwarna putih. Gadis berambut pirang itu mengenakan gaun panjang berwarna putih.
Beberapa pernak pernik cantik menghiasi gaun itu. Seolah-olah gaun yang dipakai gadis itu adalah gaun pengantin.
Oh tunggu, apakah Mawar berpikir bahwa gaun yang dikenakan gadis itu adalah gaun pengantin? Mawar menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk mengusir pikiran tersebut dari otaknya.
"Hai Mawar. What are you doing? Apa Kau tidak mau masuk?" Sapa gadis itu dengan sebuah senyuman lebar.
Mawar menggeleng pelan. "Hai Jiana. Aku sudah masuk tadi. Ponselku tertinggal di mobil. Jadi aku berniat mengambil ponselku di mobil Rendi."
"Mmm, Mawar apa Kau tadi sudah melihat Thomas? Dia bilang padaku sudah sampai."
Ya, lagi-lagi Mawar dihadapkan dengan kenyataan. Bahwa orang yang dicintainya sudah menyatakan cintanya kepada gadis cantik bermata kelabu yang berdiri di depannya.
"Ya, beberapa saat yang lalu kami berfoto bersama. Dia bersama Rendi sekarang, mungkin mereka sedang mencari minuman. Tadi Thom, bilang dia haus."
"Untunglah aku bertemu denganmu. Aku jadi jadi lebih mudah menemukan Thomas berkat Kau. Terima kasih."
"Itu cuma hal sepele. Kau tidak perlu berterimakasih padaku."
Jiana tersenyum mendengar ucapan Mawar. "Kau tahu Mawar, Kau terlihat sangat cantik hari ini. Apalagi Kau menyanggul rambutmu itu membuatmu terlihat... mmm.... menawan. Sungguh." Puji Jiana sebelum gadis itu berjalan masuk ke aula.
Mawar memang cantik, tapi ia sadar bahwa dirinya tidak lebih cantik jika dibandingkan dengan Jiana. Buktinya Thomas memilih gadis itu dari pada dirinya.
Mawar kembali melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil. Tempat itu lumayan jauh dari aula. Mawar mendesah pelan. Ia menengadahkan kepalanya memandang ke arah langit.
Mendung, tidak satupun bintang terlihat. Mengapa alam seakan-akan mengolok-olok dirinya dengan cuaca yang selaras dengan suasana hatinya.
Ketika ponselnya sudah dalam genggaman, Mawar masih memikirkan tindakan apa yang sebaiknya ia ambil setelah ini. Apakah ia akan kembali ke aula atahu tetap di sini saja. Mawar baru sadar perkiraannya bahwa dirinya akan baik-baik saja selama pesta berlangsung ternyata salah.
Belum satu jam ia di pesta ini tapi ia merasa bahwa pestanya telah berakhir baginya. Kejadian canggung tadi yang menyebabkan Mawar enggan kembali ke pesta. Ia tidak yakin apakah dirinya akan menikmati pesta itu atahu tidak.
Terlebih lagi Mawar tidak yakin apakah Thomas masih mau memandangnya dengan tatapan bersahabatnya atahu tidak.
Mawar melihat sebuah kilatan cahaya di dekatnya. Itu bukanlah kilatan petir. Mawar merasa kilatan itu datang dari kamera. Benar saja, ketika Mawar menoleh ke sumber kilatan tadi ia melihat seorang laki-laki mengarahkan lensa kameranya kepadanya. Sekali lagi kilatan itu muncul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Instagram @AlanaNourah
bisa2nya mawar keceplosan diomongin depan si thomas 🤣🤣🤣
2022-01-19
2
Instagram @AlanaNourah
OH NO 😱😰
2022-01-19
0
Instagram @AlanaNourah
ga peka emang nih sepupu satu ini 😤
2022-01-19
0