Brandon Wiliam, menyesap kopinya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop yang ada di depannya. Ia tengah membalas beberapa email yang masuk.
Baru seminggu Brandon tidak membuka emailnya itu namun pesan yang ada di sana sudah menumpuk. Kebanyakan email dari para temannya di London, mereka menanyakan hal yang sama. Kapan dirinya kembali ke London.
Sudah berapa lama memangnya? Pandangan Brandon beralih dari layar laptop ke sebuah kalender kecil yang ada di samping laptopnya. Hampir setahun memang.
Tapi setahun vakum dari dunia tarik suara dirasa kurang cukup bagi laki-laki itu untuk mencampai impiannya yang belum ia wujudkan. Setahun belakangan Brandon memilih meninggalkan London dan kembali ke Indonesia.
Ia kembali tinggal bersama dengan ayah dan ibu tirinya. Kedua adik tirinya sangat senang saat itu ketika Brandon mengatakan bahwa dirinya akan berada cukup lama di Indonesia.
Brandon bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju balkon kamarnya. Pandangannya menerawang langit biru dia atasnya. Mengingat kembali perjalanan hidupnya.
Brandon mengenang kembali masa kecilnya. Sejak kedua orang tuanya bercerai ketika Brandon berusia lima bulan, Brandon dirawat oleh ayahnya. Ibunya menikah lagi lima bulan setelah perceraian itu.
Ayahnya menikah lagi dengan orang Indonesia ketika Brandon berusia tiga belas bulan. Dan sejak saat itu Brandon menghabiskan masa kecilnya di Indonesia. Ayahnya masih sering mengajak Brandon untuk bertemu dengan ibu kandungnya sehingga hubungan mereka masih berjalan dengan baik.
Ketika Brandon berusia empat belas tahun, ia memutuskan untuk tinggal bersama dengan ibu kandungnya yang saat itu baru kehilangan suaminya yang meninggal dalam kecelakaan.
Setahun setelah kepindahannya ke London, Brandon dikenal oleh banyak orang sebagai seorang penyanyi dengan suara merdu lewat video menyanyinya yang di upload oleh adik tirinya dari pihak ibunya di youtube.
Dan inilah Brandon yang sekarang. Penyanyi ternama yang tiba-tiba meninggalkan karirnya ketika dirinya mulai mencapai puncak popularitasnya.
Manajer Brandon sangat menyayangkan tindakan yang sudah Brandon ambil. Padahal ketika itu ada seorang produser yang menawarinya untuk mengadakan konser di beberapa negara di Eropa.
Brandon mengambil ponsel di atas ranjangnya dan menekan beberapa angka yang telah ia hafal. Sebenarnya Brandon berniat meninggalkan pesan di kotak suara, namun telefon itu sudah diangkat pada dering ketiga.
"Halo." Ucap sebuah suara parau di ujung sana.
"Ini aku. Kenapa suaramu serak begitu?"
"Brandon." Teriak orang itu di telfon. "Apa Kau tidak tahu jam berapa sekarang? Kau sudah mengganggu jam tidurku."
Brandon melirik jam di layar laptopnya. "Masih jam sepuluh, memangnya kenapa Kau mau mengajakku makan siang? Sayang sekali Alex kita tidak bisa melakukannya. Kau berada di London dan aku masih di Jakarta."
"Berhentilah mengoceh." Teriak Alex. "Kau tahu berapa jam perbedaan waktu antara Jakarta dan London?"
"Sekitar tujuh jam."
"Berarti Kau tahu jam berapa sekarang di London?"
Brandon tersenyum lebar. "Ya, aku minta maaf. Aku tidak berniat membangunkanmu. Kau tahu sebenarnya aku berniat meninggalkan pesan di kotak suaramu, tapi Kau sudah mengangkat telfonku duluan."
"Kemana saja Kau selama ini. Kenapa emailku belum Kau balas. Dan apa Kau membali ponsel hanya untuk pajangan? Kau susah dihubungi."
"Hei bung, Kau baru mengirim email itu tiga hari yang lalu. Seminggu kemarin aku berada di luar kota. Kau tahu ponselku terjatuh ke sungai ketika aku akan naik perahu, jadi aku tidak dapat menghubungimu.” Jelas Brandon.
“Aku baru membeli ponsel baru dan langsung menghubungimu setelah membaca email yang Kau kirim."
"Jadi bagaimana sekarang? Apa Kau sudah memiliki banyak gambar bagus sampai Kau korbankan ponselmu."
"Sepertinya begitu."
"Jadi apa jawabanmu untuk email yang sudah aku kirim. Kau pasti menelfonku untuk membicarakan hal itu. Kapan Kau kembali ke London dan bernyanyi?”
“Sebagai manajermu aku sudah lelah menjawab semua pertanyaan yang diajukan para wartawan ketika bertemu denganku. Kau tahu, sudah hampir setahun Kau menghilang dari London."
Brandon tertawa pelan. "Hei, aku tidak menghilang. Aku hanya pergi untuk mengejar mimpiku. Jika ada yang bertanya lagi kapan aku akan kembali ke London, bilang saja dalam waktu dekat ini."
"Semua orang pasti senang mendengarnya. Kau tahu, lagumu masih banyak yang menyukai."
"Tapi Kau jangan menerima tawaran agar aku menyanyi dalam acara apapun untuk saat ini. Kau ingatkan kita akan mengadakan semacam mini konser untukku ketika aku kembali ke London?"
"Ya, aku ingat. Hubungi aku lagi kalau Kau sudah menentukan hari kepulanganmu. Mungkin aku bisa memberitahu beberapa fansmu agar menyambutmu di bandara."
"Jangan bilang pada mereka, biar aku sendiri yang melakukannya. Apa gunanya sosial media yang aku punya jika tidak untuk menyapa mereka."
*****
Brandon baru saja merebahkan tubuhnya di ranjang ketika pintu kamarnya dibuka tanpa diketuk. Seorang gadis berambut pirang memasuki kamar Brandon dengan tersenyum lebar. Brandon bangun dan duduk bersila di ranjangnya.
"Tidak bisakah Kau ketuk pintu terlebih dahulu?"
"Oh, maaf aku lupa. Aku terlalu senang sampai lupa untuk mengetuk pintu." Gadis itu duduk di ujung ranjang Brandon. "Kak, apa Kau tahu kalau aku ke sekolah hari ini."
Walaupun gadis itu berbicara dengan Brandon menggunakan bahasa Inggris, namun ia tetap memanggil Brandon 'Kak' panggilan yang biasa dipakai untuk kakak dalam bahasa Indonesia.
Brandon mengangguk pelan. "Yeah I know. Apa ada hal yang menghebohkan yang sudah terjadi? Kau tadi bilang Kau sangat senang sampai lupa untuk mengetuk pintu kamarku."
Gadis itu tersenyum lebar. "Ya." Ucapnya dengan penuh semangat. "Apa Kak Brandon masih ingat dengan Thomas?"
"Thomas?" Brandon meletakkan telunjuknya di dagu sembari menyipitkan sebelah matanya. "Sebentar aku ingat-ingat dulu."
"Kak aku serius, jangan bercanda seperti itu."
"Baiklah. Dia teman satu sekolahmu yang sering Kau ceritakan bukan?" Gadis itu mengangguk. "Dan dia juga orang yang membuatku gagal mengantarmu ke sekolah pagi ini."
"Tentu saja Kak Brandon tidak perlu mengantarku kalau Thomas menjeputku."
"Kau menyukainya bukan?" Gadis itu mengangguk pelan. Sebuah senyuman terlihat tersungging di bibirnya. "Jadi, Jiana apa yang sudah dia lakukan sehingga Kau sangat senang sampai lupa mengetuk pintu kamarku?"
Jiana mengangkat kakinya ke ranjang supaya bisa bertatap muka dengan kakaknya. Ia memeluk kakinya dan menundukkan kepala. "Dia... dia...." Suara Jiana tertahan.
Dengan satu gerakan Brandon menangkupkan kedua tangannya ke kedua sisi kepala adiknya dan mengangkatnya sehingga ia dapat melihat wajah adiknya. "Kau mau bercerita apa tidak?"
Jiana membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu namun ia menutup mulutnya kembali. Jiana menimang-nimang kalimat apa yang harus digunakannya untuk menceritakan kejadian menghebohkan pagi ini.
Jiana menghela nafas panjang dan membuka mulutnya kembali. "Dia menyatakan perasaannya padaku dan dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Kakak tahu apa hal yang paling menghebohkan." Brandon menggeleng pelan.
"Dia melakukan itu di depan banyak orang. Ketika kami semua sedang ada di aula."
"Aku tahu arah pembicaraanmu kemana sekarang. Pasti Thomas sudah melakukan hal yang romantis sehingga membuatmu terkesan. Dan Kau menerimanya bukan, sekarang kalian resmi pacaran." Jiana menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Kau dulu bilang Thomas itu adalah idola para gadis di sekolahmu? Banyak yang menyukainya. Apa dia tidak takut ada orang lain yang terluka hatinya karena dia telah menyatakan cintanya di depan semua orang?"
Jiana tertegun mendengar ucapan kakaknya, ia sama sekali tidak memikirkan hal tersebut. Banyak, mungkin temannya banyak yang sakit hati sekarang. Membayangkan ada orang lain yang terluka karena apa yang dilakukan Thomas untuk membuatnya terkesan tidak sanggup dilakukan oleh Jiana.
Jika tahu begitu, Jiana akan melarang Thomas melakukan hal itu. Namun semua sudah terlambat, Thomas sudah melakukannya.
"Kakak benar. Mungkin ada yang terluka karena kejadian tadi pagi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku sanggup datang ke pesta kelulusan nanti malam. Pasti banyak yang memandangku dengan tatapan yang kurang bersahabat."
Brandon menepuk pundak adiknya pelan. "Kau bisa mendatangi mereka yang memandangmu dengan tatapan kurang bersahabat dan meminta maaf atas apa yang telah terjadi."
"Tapi apa yang harus aku katakan pada mereka. Kakak tahu, aku tidak pandai merangkai kata." Jiana meraih guling yang ada di depannya dan membenamkan wajahnya di guling tersebut. "Apa kakak mau menemaniku nanti malam?" Ucap Jiana tiba-tiba.
"Apa mememanimu? Bukannya itu pesta khusus untuk siswa sekolahmu, kenapa aku harus ikut?"
"Ayolah, bantu aku." Jiana menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, memohon kepada Brandon untuk memenuhi permintaannya.
"Aku tahu aku seharusnya menghadapi mereka sendiri tapi, kak Kau kan pintar dalam membaca jalan pikiran seseorang. Kau harus membantuku." Ucap Jiana dengan suara memelas.
Brandon memandang mata kelabu adiknya itu. Tangannya mengelus kepala adik tirinya itu.
"Baiklah, lain kali kalau Kau meminta bantuanku jangan memasang wajah seperti itu. Bukankah aku sudah pernah bilang bahwa tanganku selalu terulur untuk membantumu melewati masalah yang sedang Kau hadapi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments