Satu hari bersama Arini

Dengan izin sang bunda akhirnya Yoga bisa membawa Arini pergi. Pagi pagi sekali Yoga sudah berada di teras rumah Arin. Dengan gaya paling cakep Yoga dengan suka rela menunggu Arini diluar. Arini yang tidak menyangka bahwa Yoga akan datang secepat itu hanya bisa menghela nafas saat membuka pintu. Yoga menyengir dengan menunjukkan gigi gigi nya yang putih dan rapi. Arin berdandan santai dengan kemeja biru langit dan celana jeans, rambutnya di biarkan terurai bebas.

"Cakep bener sih" Yoga tiba tiba saja mencubit kedua pipi Arin.

"Yoga ihh!" Seperti biasa Arin akan memukul lengan Yoga jikalau bocah tengik itu mulai mengacau dirinya.

"Rin, jadi pacar gue aja" Tiba tiba Yoga nyeletuk membuat Arin termangu, "Dengerin gue gak sih ni bocah?" Tanya Yoga saat melihat Arin masih terdiam.

"Lo gak lagi sakit kan ga?" Tanya Arin tidak percaya. Yoga menggeleng dengan pasti, "Gue gak percaya, Lo pasti sakit. tiba tiba ngomongnya ngelantur" Imbuhnya.

"Gue gak sakit Rin dan gue seratus persen sadar" Ucap Yoga sembari memakaikan helm di kepala Arin.

"Gue gak suka kalo lo kaya gini, lo jangan main main sama perasaan orang ga" Ujar Arin tanpa menatap Yoga sama sekali.

"Serius gue mah, buat apa gue main main Rin" Ucap Yoga.

"Ngaco memang lo ah, Ayo jalan" Arin nangkring di atas motor kesayangan Yoga yang sudah setahun ini juga selalu menjadi kakinya kemanapun ia pergi.

Diperjalanan keduanya hanya diam, kalut dengan pikiran masing masing. Sebenarnya Arin ingin bercerita tentang kejadian semalam dimana dia harus ganti rugi atas ketidaksengajaan yang ia lakukan. Tapi melihat betapa bahagianya Yoga saat ini membuat Arin mengurungkan niatnya. Harusnya hari ini ia mendatangi rumah cowok sombong itu. Tapi Arin lebih memilih pergi bersama Yoga. Arin sempat khawatir bahwa akan ada polisi yang mendatangi rumahnya dan menangkapnya tapi ia kembali berpikir cowok sombong itu pasti hanya mengancamnya saja.

"Rin" Panggil Yoga yang kemudian membuyarkan lamunan Arin, "Besok lo ikut anterin gue ke bandara ya, gue udah bilang sama bunda" Ucapnya.

"Nanti bunda marah gue libur terus gimana" Tanya Arin.

"Enggak, lagian besok juga toko tutup" Jawab Yoga. Keduanya kini duduk di bangku paling ujung di cafe milik Yoga. Menikmati alunan musik dan suara merdu milik Arya, teman Yoga.

"Kalo lo pergi, cafe ini gimana?" Tanya Arin.

"Ada kak Tasya, Gue serahin cafe ke dia selama gue pergi" Jawab Yoga.

"Emangnya dia sendiri gak sibuk apa?" Tanya Arin.

"Sibuk banget, tapi mau gimana lagi, Adeknya yang ganteng ini harus pergi dan dengan senang hati dia mau pegang cafe selama gue pergi" Jawab Yoga yang mampu membuat Arin mendengus lalu keduanya kembali terdiam. Kali ini cukup lama hingga tak sadar waktu tetap berjalan. Yoga berpikir, mungkin saat nanti dia kembali nanti Arin tidak akan berada ditempat dimana dia bisa menemuinya. Milyaran manusia pasti membuat Arin kesusahan untuk berada di tempat yang sama. Pernyataan cintanya yang tidak resmi pasti membuat Arin ragu. Tapi Yoga tidak tau bagaimana cara penyampaian yang baik. Meskipun nanti Arin tidak menunggunya, setidaknya Arin tau bahwa Yoga sudah jatuh cinta padanya. Setidaknya Arin tau bahwa cowok bodoh yang selama setahun ini menemaninya sudah jatuh hati padanya. Setidaknya saat ia kembali dan Arin tak menunggunya ia tak akan menyesali semuanya.

Sama seperti Yoga, Arin juga sedang berpikir apa yang akan dia lakukan dengan perasaan yang dimiliki Yoga untuknya. Alih alih berkata bahwa ia juga mencintai, Arin lebih memilih bungkam dan tidak memberi respon apapun. Dia takut Yoga akan menyakitinya, daripada berdoa dan meminta agar Yoga tidak akan menyakitinya, Arin lebih memilih berdoa agar segala rasa yang keduanya miliki akan segera hilang. Tak peduli berapa lama proses yang dibutuhkan, Arin berharap Yoga akan mencintai orang baru ketimbang dirinya yang berada jauh di bawah Yoga.

Waktu terus berjalan tapi Yoga dan Arin masih terdiam dan berada di tempat yang sama. Setelah menghabiskan waktu cukup lama di cafe, Yoga mengajak Arin keliling kota Jakarta. Meski sederhana, Yoga tau Arin belum pernah merasakannya. Sedari dulu Yoga ingin mengajak Arin itu keliling kota dengan motor, tapi cewek jutek itu selalu menolak dan berakhir keduanya akan bertengkar seperti anjing dan kucing.

"Rin, kenapa gak dari kemaren kemaren sih lo mau di ajak keliling kota?" Tanya Yoga dengan intonasi yang tepat agar Arin bisa mendengarnya dengan baik.

"Mager gue, lagian lo kan tau gue kerja" Jawab Arin.

"Kalo libur juga lo gak mau, Jangan jangan lo malu ya jalan jalan pake motor butut gue?" Yoga berasumsi sendiri.

"Apaan sih, biasanya juga gue kemana mana jalan kaki" Jawab Arin. Mendengar itu Yoga hanya terkekeh, ia juga tahu Arin bukan tipe cewek matre yang biasa ia temui di cafenya. Tanpa disadari hari sudah gelap, tapi keduanya belum berpikir untuk pulang.

Arin menautkan alisnya saat motor tiba tiba berhenti di pinggir jalan.

"Kok berhenti disini?" Tanya Arin. Ia terperanjat saat Yoga menggenggam tangannya untuk kedua kalinya kali ini dengan senyum menawannya.

"Gue gak bayangin pas nanti gue pulang lo udah jadi apa" Ucap Yoga membuat Arin termangu sejenak.

"Jadi apa? ya jadi manusia lah" Tukas Arin, "Ya kali gue jadi Ultraman" Imbuhnya. Yoga sontak terkekeh, membuatnya terlihat semakin menawan.

"Satu hal yang pasti, lo gak akan bertambah tinggi" Celetuk Yoga.

"Yakin banget lo ngomong gitu, gue bakal tinggi liat aja nanti" Ucap Arin tak terima.

"Rin" Panggil Yoga membuat Arin mendongak agar bisa melihat wajah Yoga, "Tunggu gue pulang ya?" Pinta Yoga.

"Gue gak janji" Ucap Arin.

"Dan lo harus janji" Yoga gak mau tau intinya Arin harus menunggunya.

"Hem ya deh gue janji" Arin akhirnya mengiyakan.

Malam semakin larut, tangan keduanya semakin erat bertautan. Belum ada kejelasan pasti tentang hubungan keduanya, tapi untuk malam ini Yoga ingin Arin terus bersamanya sebelum dia pergi mengejar mimpinya. Yoga tau sulit mempercayai hati manusia, karena hati terlalu gampang di bolak balikkan. Tapi ia ingin mempertahankan kepercayaannya bahwa hati Arin akan tetap sama seperti sekarang ini. Perasaan Arin masih terlalu abu abu dan Yoga berharap suatu saat akan menjadi berwarna setidaknya merah jambu atau biru. Yoga terkekeh di atas motor karena merasa lucu dengan pemikirannya sendiri. Di balik itu Yoga tidak pernah tau bahwa Arin sedang berdoa agar Yoga menemukan seseorang yang lebih baik darinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!