Pagi yang indah. Rintik embun masih membasahi rerumputan disekitar rumah. Bunga Anggrek di depan rumahku juga tengah mekar dengan sempurna. Kicauan burung-burung yang terbang di atas persawahan terdengar begitu merdu. Ah, suasana seperti ini pasti akan ku rindukan nanti. Rasanya sedih tapi juga lega karena sebentar lagi aku akan memulai perjalanan panjang ku. Perjalanan yang mungkin takkan mudah bagiku.
"Kak, gak pamit sama kak Zidan?", ucapan Fani mengagetkanku. Nih tuyul milenium kira-kira kangen sama aku apa enggak ya kalau ku tinggal jauh?. Haha. Menggelikan.
"Apa sih dek. Ngagetin aja. Kakak udah pamit sama ayah, sama ibu, ngapain pamit ke kak Zidan juga?", ucapku sambil mengikat tali sepatuku.
Fani melangkah, mendekat ke telingaku, kemudian berbisik, "Kata kak Zidan kalau kak Anya gak pamit minggu depan dia mau susulin kakak loh."
"What..?!?", ucapku kaget. Apa-apaan tuh orang. Main ancam lewat adikku. Awas ya!.
"Kak! Ngagetin tau", ucap Fani sambil mengelus dada. "Jadi gimana? Mau pamitan gak?", Fani kembali bertanya. Heran. Nih bocah dikasih apa sih sama kak Zidan kok mau banget nyampein ancamannya padaku.
"Ogah," ucapku singkat.
Fani melongo. Aku melangkah pelan melewatinya, tapi sampai pagar rumah tiba-tiba dia mengejar ku.
"Kakak gak pamitan sama aku?," Protesnya sambil meraih tangan kananku. Salim. Aku terharu. Tak menyangka adikku yang cerewet bisa juga bertingkah manis padaku.
"Nanti kalau kakak pulang mau minta dibawain oleh-oleh apa?", tanyaku sambil merunduk ke arahnya.
"Emmm apa ya?!? Onde-onde aja kak, yang gede yang banyak ya..!" ucapnya penuh semangat. Membuatku speachless.
What? Onde-onde?
"Dek di sini kan sudah banyak yang jualan onde-onde, kenapa minta oleh-oleh onde-onde juga?"
"ih, kakak mah gak ngerti. Itu loh kak onde-onde yang gede yang tengahnya ada sayuran ada tomat ada dagingnya," Fani menjelaskan dengan kesal.
Astaghfirullah.
Aku menepuk dahi ku pelan. "Itu namanya burger dek, haduh, bikin kakak jadi mikir, bisa aja kamu ini." Ucapku sambil mengacak rambutnya.
"Itu onde-onde kak... ada wijen diatasnya.. tapi rotinya besar terus isian dalamnya beda.." ucap Fani semakin kesal, semakin tampak lucu di mataku.
"Iya deh iya...onde-onde besar, oke?" ucapku sambil menahan tawa.
"Oke kak.."
Aku melangkah meninggalkan Fani yang melambai-lambaikan tangannya padaku. Onde-onde besar. Haha. Ada-ada saja tuh bocah. Untung gak minta bawain pizza atau steak. kira-kira dua makanan itu dia namai apa ya nanti kalau ku bawakan?. Memikirkannya saja membuatku tertawa geli sepanjang jalan sampai ke rumah Kia.
Fani-Fani, lucu sekali.
"Eh Anya. Mau kemana Nya bawa ransel segala?", tanya bu Wati saat berpapasan denganku di depan rumah Kia. Ah, malas sekali aku meladeninya, tapi tak apa, anggap saja ini pertemuan terakhir, besok atau lusa kan gak ketemu lagi. Haha.
"Mau cari kerja bu sama Kia," ucapku singkat. Kulihat Kia dan ayahnya keluar dari rumah dan langsung menghampiriku.
"Ayo Nya. Mari bu..", Kia langsung menyeret ku menjauhi bu Wati. Ia sudah hafal dengan tingkah bu Wati yang selalu mencibirku. Entah kenapa keberadaan ku selalu salah di matanya.
"Ayahmu ikut?", Tanyaku mengalihkan perhatiannya dari bu Wati.
"Iya, gak tega sama kita," Bisik kia padaku.
Kami berjalan mantap ke arah pemberhentian angkot. Beruntung karena sudah ada angkot yang menunggu. Kami langsung naik, ayah Kia duduk di depan bersama pak sopir sedangkan aku dan Kia di belakang. Kami menikmati perjalanan ini. Setelah turun di terminal kami menaiki bus antarkota. Ini seru. Melewati beberapa kota untuk pertama kalinya bagiku tanpa ibu.
"Nya, Kalau kita gak diterima kerja gimana?".
"Bismillah kita diterima. Positif thinking aja. Udah gak usah kuatir." Ucapku menenangkan Kia.
Sejujurnya aku pun khawatir akan nasib kami di sana nanti. Bagaimana tempat kos kita nanti. Bagaimana tempat kerja kita. Bagaimana teman baru kita. Lingkungan kita.
Tapi sekali lagi ini adalah keputusanku. Ini adalah perjalanan hidupku. Aku harus bisa berjuang. Aku harus bisa menghadapi apapun yang terjadi nanti.
3 jam perjalanan kami lewati dengan harap-harap cemas. Ayah Kia menanyakan tentang Anis pada kami.
"Naik angkot kuning terus turun di jalan Mawar, nanti Anis jemput disitu yah," ucap Kia.
"Anis barusan chat katanya dia baru pulang kerja. Dia nunggu kita di kosan," sambung ku.
"Itu Nya ada angkot kuning. Ayo..", Kia dengan semangat menarik ku.
Di dalam angkot kami duduk bersama orang-orang dengan seragam biru dan kuning. Mungkin itu para pekerja yang mau berangkat atau pulang. Ini kawasan industri, jadi mungkin mereka adalah karyawan salah satu pabrik yang ada disini.
Kami turun di pertigaan dekat kos Anis. Kulihat dia sudah melambaikan tangannya pada kami.
"Akhirnya kalian sampai juga. Ayo ikut ke kosan gue", Anis langsung mengarahkan kami menuju tempat kos yang dia tempati.
Kami masuk gang kecil, berjalan lurus kemudian berbelok di tikungan kedua. Kos Anis ada di urutan ketiga dari ujung belokan terakhir.
"Ini RT. 13, sebelah kanan rumah ini juga kos putri, tapi sebelah kiri rumah ini kos putra. Tenang saja, aman kok. Oh iya dari sini cukup jalan 15 menit sudah sampai pabrik. Ayo masuk," ucap Anis santai.
Kami melepas sepatu. meletakkannya di rak samping pintu. Rumah ini cukup bersih, ada 7 kamar disisi kiri, sisi kanan ada ruang tengah untuk tamu dan nonton tv, lalu dapur dan 2 kamar mandi.
"Nak Anis, bapak nitip Kia dan Anya ya. Tolong ajari mereka cara hidup kos disini." ucap ayah Kia ketika kami baru saja duduk di ruang tengah.
"Iya pak. InsyaAllah Anis bakal jagain mereka," Ucap Anis sambil meletakkan minuman di dekat kami.
"Nis gak usah repot-repot," Ucap Kia sungkan.
"Gak repot, cuma air putih kok.. Oh iya kalian sudah bawa surat lamaran kerja kan? Map sama Materai juga sudah?," ucap Anis.
"Sudah. Jadi kapan kita bisa melamar kerja Nis?", ucapku semangat.
"Besok jam 7 pagi kalian berangkat ya. Nanti sore gue tunjukin jalannya, besok gue kerja sif pagi jadi gak bisa nganterin kalian." ucap Anis.
"Jadi kita nginep disini Nis? Gak apa-apa kah?, Tanya Kia, khawatir.
"Gak apa-apa, santai aja. Lagian teman sekamar gue sif malam, jadi malam ini kalian bisa tidur dikamar gue." Ucap Anis santai.
"Yang kos disini satu pabrik semua sama kamu apa gak Nis?",tanyaku pelan. Ada 4 orang yang baru masuk kos, seragam mereka berbeda-beda.
"Sebagian besar sama, cuma 4 orang itu yang beda. Mereka kerja di Dealer dekat Bundaran pertama sama hotel di dekat bundaran 2," terang Anis pada kami.
"Temen lo Nis?," sapa salah satu dari mereka.
"Iya. kenalin ini Anya, ini Kia,".
"Hai. salam kenal ya. Gue Hilda, ini Meta, itu yg di luar Ida dan Rina. Semoga betah ya disini. Mari pak..", sapa Hilda ramah kemudian dia dan Meta melangkah ke belakang.
"Yasudah kalau begitu bapak pamit pulang ya nak.. hati-hati disini, kalau ada apa-apa langsung telfon ayah ya..", Pamit ayah Kia pada kami.
"Iya yah.. hati-hati,"
Kami mengantar ayah Kia sampai depan kos. Kia berkaca-kaca ketika punggung ayahnya sudah tak kelihatan lagi diujung gang. Aku dan Anis bertatapan sendu memperhatikan Kia.
"Udah ayo masuk." Ucap Anis membuyarkan lamunan Kia.
"Ayo Kia...", ucapku langsung menggandeng lengannya. Kulihat dia langsung mengusap ujung matanya yang basah.
Aku tau kesedihannya. Jauh dari rumah memang sudah menjadi pilihan kami, tapi tetap saja, terasa sepi walau kami sekarang berada di tempat yang ramai. Aku tau betapa hampanya itu. Tanpa perhatian ibu, tanpa kata-kata ayah yang menenangkan, tanpa ocehan adik. Itulah kami sekarang, berada di tempat asing demi mencari pengalaman baru. Menghadapi dunia kos. Dunia kerja. Dunia baru yang bisa saja merubah kepribadian dan jalan hidup kami.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Zhree
jejak ku sampai sini dulu ya thor..
2022-05-18
2
Eny Agustina
😄😄😄
2022-04-20
1
Eny Agustina
Makasih reader sayangg...🤗🤗
2022-04-20
1