"Kak, tolong beliin sosis sama gula ya, sebentar lagi adikmu pulang pasti nanyain sosis," Ibu bicara tanpa menoleh kearah ku, memotong-motong wortel lalu mencuci beberapa sayuran hijau.
"Iya bu...", Aku melangkah ke depan, melewati ruang tengah yang penuh dengan foto-fotoku dan adikku.
'Gak ada dia 3 hari rasanya emang sepi sih, tapi kalau ada malah bikin kacau dunia persilatan, hahaha" gumam ku pelan.
Sampai di depan, ku dorong pintu sekuat tenaga. Engsel pintu sudah agak berkarat membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa membukanya, sampai tiba-tiba...
"A.......", Teriakan cempreng melengking di depanku, membuatku reflek langsung menutup telinga. Aku memicing, melihat sesosok makhluk kecil yang terduduk di depanku.
Fani.
"Aduh.... kakak.. sengaja ya? sakit tau.. liat nih," Suaranya bertambah nyaring saat melihatku, lalu menunjuk jidatnya yang memerah, kurasa terkena pintu yang barusan kubuka. Haha. Rasain.
"Loh dek ngapain duduk disitu? Mau latihan jadi suster ngesot ya?, Ledekku sambil menahan tawa melihatnya menggembungkan pipi. Kesal.
"Kenapa kak..?" Ibu muncul kemudian, "Ya Allah dek itu jidatmu kenapa?"
"Kak Anya nih bu dorong pintu pakai tenaga dalam jadinya jidat Fani kepentok, aduh jadi berkurang kan cantiknya Fani.." . Fani bersungut-sungut kesal. Matanya mendelik ke arahku. Hahaha, kangen sekali aku dengan ekspresi kesalnya itu, terlihat menggemaskan.
"Uluh-uluh adeknya kakak.. tambah cantik tau dek jidatnya memerah, gak usah pakai blush on lagi.. hihihi.." , candaku. Aku langsung kabur begitu dia mau melemparkan sepatunya ke arahku.
"Dasar, kakak gak punya akhlak. Ibu... kakak tuh nyebelin..", protesnya pada ibu.
"Sudah-sudah ayo sini ibu obati. Biarin kakakmu ibu suruh beli sosis, kamu kangen sosis gak? 3 hari di perkemahan gak ada sosis kan?", ucap ibu sambil menahan tawanya.
"Mauuuuu...",
Aku tertawa sepanjang jalan. Menikmati penderitaan adikku. Dasar kakak gak punya akhlak emang aku ini. Haha. Entahlah, aku suka sekali menjahili adikku. Apa memang semua Kakak di dunia ini sama sepertiku? Atau cuma aku yang suka menjahili adikku? Entahlah.
Aku sampai di toko mak Yah. Membeli gula dan sosis, membayar lalu berbalik Dann...
"Anya? Lo Anya kan??" Sapa seorang gadis cantik seusiaku, tapi aku tak tau dia ini siapa. Bahasanya gaul, sepertinya dia dari ibukota.
"Iya.. siapa ya?", Tanyaku sambil terus memperhatikan penampilannya. Dia melepas masker dan tersenyum ke arahku. Sepertinya aku kenal.. seperti teman SMP ku.
"Anis? Anis bukan?",tanyaku memastikan.
"Iyaa.. halah pake panggling segala. Gimana kabar Lo Nya?, ucapnya sambil memukul lenganku, memperhatikan apa yang kubawa.
"Kabarku baik. Kamu apa kabar? Terakhir kita ketemu pas wisuda SMP kan Nis? Wah tambah cantik aja kamu,". Aku mengikutinya sampai ke motornya.
"Ayo naik Nya, ku antar pulang." ucapnya ramah.
Kami bercerita sepanjang perjalanan. Dia sudah bekerja di pabrik sekarang, gaji perbulannya lumayan besar. Aku tertarik dan ternyata kebetulan ada lowongan kerja untuk minggu ini. Aku menawarinya mampir ke rumah saat dia menurunkan ku di halaman.
"Nih bu biang keroknya. Marahin bu marahin tuh.." Suara cempreng menyambut ku. Duh ni anak masih dendam ternyata. Hahaha
"Masih Marah? Masih dendam sama kakak? Kakak punya sosis nih.. yakin masih mau nyuruh ibu buat marahin kakak?", Dia mengerjap pelan, seolah berfikir, menimbang antara masih marah atau sosis. Hahha, benar-benar lucu. Fani masih kelas 3 SD, matanya bulat, hidungnya kecil tapi mancung, bibirnya tipis tapi suka sekali teriak-teriak padahal suaranya cempreng, bayangkan!.
"Yasudah mana sosisnya. Kali ini Fani gak jadi dendam sama kakak." ucapnya masih cemberut. Ibu, aku dan Anis yang dibelakang ku langsung tertawa mendengarnya. Ibu menyadari kalau aku membawa teman.
"Bu..ini Anis teman Anya semasa SMP", ucapku memperkenalkan.
"Oh iya nak sini, ayo makan siang sama-sama, gak usah sungkan". Seperti biasa ibu langsung bisa akrab dengan teman-temanku.
"Kak aku menang lomba baca puisi loh, aku minta hadiah ya." Fani langsung melapor padaku ketika aku duduk disampingnya.
"Juara 1 gak? kalau juara 2 juara 3 kakak gak mau kasih hadiah loh", ucapan ku sontak membuatnya kesal.
"Ini juara favorit kak, lebih keren tau daripada juara 1", protes fani dengan gaya sombong.
Aku mengulum senyum ke arahnya. Anak usia 9 tahun ini ternyata kritis juga. "Yasudah nanti kakak beliin permen seribu buat hadiah yaa".
"Hah?", fani langsung menganga mendengar hadiah dariku. Ibu dan Anis terkikik geli dengan ekspresi fani. "Kok permen sih kak? Jangan pelit dunk sama adik sendiri. Kalau permen mah tiap hari juga fani dapat dari kak Zidan, Uuppss..!", Fani langsung menutup mulutnya. melirik ke arahku dan ibu. Aku langsung mendelik, menatapnya tak percaya. Kak Zidan juga mendekati adikku? Buat apa?.
"Hahaha.. adik cantik siapa tuh kak Zidan? Pacarnya kak Anya ya?", Anis langsung penasaran.
"Apaan sih nis. Bukan-bukan." ucapku cepat.
"Adek minta permen ke kak Zidan? Jangan lagi ya dek, nanti kalau mau ibu belikan, jangan minta-minta lagi ya.." Ibu membelai rambut belakang fani, lalu melirik ekspresi ku yang masih diam dengan pikiran kemana-mana.
"Emmm adek gak minta bu.. tapi kak Zidan sendiri yang kasih." Fani tak berani menatapku dan juga ibu.
"Fani cantik waktu kak Zidan kasih permen tanya sesuatu gak? Atau nyuruh Fani melakukan sesuatu buat dia?" Kali ini Anis mencoba mengorek informasi.
"Cuma tanya kak Anya ngapain, kak Anya sudah punya pacar apa belum, hobi kak Anya, suka makan apa, terus apalagi yaa..." ucap Fani sambil menghitung di jarinya, mengingat apa saja yang ditanyakan kak Zidan.
Aku speachless. Menganga tak percaya mendengar perkataan Fani. Ibu tersenyum samar sambil menatapku.
"Wahh.. fix, tuh cowok beneran suka sama lo Nya," Anis tertawa geli, mungkin tak menyangka ada yang menyukaiku seperti itu. Dari dulu aku memang tak pernah terlihat dekat dengan lawan jenis, selalu berkelompok atau di perpustakaan, hanya keluar ketika ada tugas kelompok.
"Huffft... yasudah dek nanti kakak kasih hadiah lain yaa, jangan mau lagi kalau dikasih permen sama kak Zidan", ucapku kemudian.
"Tapi kata kak Zidan kalau kak Anya mau jadi pacarnya kak Zidan Fani bakal dikasih jajanan gratis tiap hari loh kak, jadi Fani iya in aja, Fani bilang kak Anya pasti mau soalnya kak Anya suka sama kakak ganteng," ucap Fani tanpa jeda lalu secepat kilat lari dari hadapanku.
"Faanniiiiii.....!! Awas kamu ya." Aku bangun dan melangkah hendak berlari menyusul Fani, jadi kenekatan kak Zidan kemarin adalah ulah Fani? Astaga, benar-benar nih unyil semeter tak sampai.
"Udah kak, jangan dikejar, Fani belum paham masalah itu, nanti biar ibu yang kasih pengertian ke adik kamu", Ibu mencegahku, mendudukkan ku kembali ke kursiku.
Anis tertawa melihat kekesalanku. Drama ini sungguh tak lucu, pantas saja kemarin kak Zidan terlihat begitu yakin meminangku dan terlihat sangat kecewa saat aq menolaknya. Aku mendesah pelan, benar-benar tak menyangka kalau semua ini adalah ulah adikku sendiri.
"Nya adik lo ada bakat jadi sutradara kayaknya," Anis masih melanjutkan tawanya.
"Sialan Lo," ucapku meniru gaya bicaranya.
"Hahahaha....", Anis semakin tertawa melihatku. Ah, sudahlah terserah dia mau tertawa sampai subuh juga terserah. Kepalaku mendadak pusing memikirkan ini.
Bagaimana nanti kalau aku bertemu dengan kak Zidan? Bagaimana aku menghadapinya lagi? Kurasa aku takkan sanggup melihatnya. Aku malu. Dan ini semua karena ucapan adikku?.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Zhree
suka...
2022-05-18
2
pensi
ngga ada dia tiga hari aja merasa ada yang hilang. gimana kalau seminggu, sebulan atau bahkan setahun 🤧😭
2022-04-19
2
Astria
Lucu..
2022-04-19
2