Mereka berdua sudah berada di dalam cafe. Dimas mengedarkan pandangannya mencari ketiga sahabatnya yang lain.
Tampak Sandy melambaikan tangannya kepada mereka. Dengan segera Dimas dan Alila berjalan mendekati Sandy yang sudah duduk bersama Nayla dan Tama.
"Kenapa kalian datang terlambat? Dan hei.., kenapa kalian berpegangan tangan sangat erat seperti itu? Apakah kalian habis berkencan..?!" Mulut ember Sandy tak bisa dikontrol lagi.
Begitu mendengar kata-kata Sandy, dengan cepat Tama mengalihkan pandangannya ke bawah. Dia melihat genggaman tangan itu.
"Banyak mata keranjang di sini." Jawab Dimas singkat sembari melirik Tama yang masih memperhatikan genggaman tangannya dengan Alila. Sandy dan Nayla melihat sekeliling mereka. Memang benar, banyak pria yang sedang memperhatikan Alila.
"Ah, Alila kan memang idaman para pria. Wajar dong mereka selalu memperhatikan dia." Dengan polosnya Nayla mengutarakan pendapatnya.
"Sama kayak Tama tuh, dari dia datang, para wanita itu juga pada sibuk tebar pesona padanya." Tambah Sandy.
Alila hendak melepaskan genggaman tangannya, tapi Dimas justru menariknya pergi menjauh dari yang lain.
"Kita ambil makanan dulu."
Alila menurut saja mengikuti langkah Dimas yang terus menggenggam tangannya. Ada haru yang tertahan di sudut hatinya.
(Sikapmu yang seperti ini saja sudah cukup membuatku bahagia, Dim.)
Mereka sampai di ruang pengambilan makanan.
Dimas melepaskan genggaman tangannya. Dia menatap Alila bersamaan dengan Alila yang juga menatapnya.
Alila tampak gugup karena mereka bertatapan mata tanpa sengaja. Hatinya berdesir lembut. Sementara Dimas hanya tersenyum saat menatap Alila.
"Ehmm, kamu mau makan apa, biar aku ambilkan?" Tanya Alila sambil membuang pandangannya dari Dimas.
"Jadi satu saja denganmu. Aku tidak terlalu lapar."
"Kebiasaan." Alila kembali tersenyum sambil mulai memilih makanan yang tersedia.
"Aku ambil minumannya dulu." Kata Dimas lalu pergi menuju meja minuman.
Alila melanjutkan mengambil makanan dengan beberapa lauk untuk dirinya dan Dimas. Mereka memang sering melakukannya, makan berdua dalam satu piring. Dari dulu Dimas senang melakukannya. Mengganggu makanan dan minuman Alila hingga akhirnya menjadi kebiasaannya sampai sekarang.
"Malam, Al. Kamu sendirian saja? Boleh aku temani kamu sambil kita mengobrol?" Tiba-tiba seorang lelaki datang mendekati Alila di meja makanan.
Alila melihatnya. Dia adalah Dika, salah satu lelaki yang menyukai Alila dan masih terus mengejarnya meskipun telah ditolak olehnya.
Alila hanya diam. Dia sudah malas meladeni lelaki keras kepala seperti Dika.
"Ayolah, Al. Kita ngobrol di sana." Dika hendak mengajaknya duduk di tepi ruangan.
"Dia bersamaku..!" Dimas datang dengan dua gelas minuman di tangannya. Tubuhnya sengaja sedikit mendorong Dika agar menjauh lalu dia berdiri di samping Alila. Alila lega melihat kedatangan Dimas.
Dimas meletakkan dua gelas minuman yang dibawanya. Lalu dengan tangan kirinya, dia mengambil piring penuh makanan yang dipegang Alila.
"Kamu bawa minumannya saja, Al. Ayo kita kembali ke sana."
Dimas menunggu Alila siap membawa dua gelas minuman di tangannya. Lalu tangan kanannya merengkuh bahu Alila dengan lembut dan mengajaknya pergi tanpa menghiraukan Dika sama sekali.
(Dim, mengapa malam ini semua perhatianmu aku rasakan berbeda?)
Mereka berdua sampai di tempat para sahabatnya. Tama, Sandy dan Nayla sudah duduk berjejer di salah satu sudut, menyisakan tempat kosong di sudut yang lainnya. Alila meletakkan gelas minuman di atas meja, lalu segera duduk di sebelah Nayla. Dimas mengikuti duduk di sampingnya sambil menyerahkan makanan yang dibawanya pada Alila.
"Makanlah dulu."
Alila mulai menyendok makanannya. Dia memasukkan sendokan pertamanya bersamaan dengan tangan kiri Dimas yang melingkar ke belakang memeluk bahunya kembali.
Alila terbatuk karena perlakuan Dimas, sementara mulutnya masih dipenuhi makanan. Dimas segera mengambilkan segelas minuman untuknya.
Alila meminumnya hingga tenggorokannya terasa lega. Dimas mengambil kembali gelas yang dipegang Alila lalu meminumnya dan meletakkan kembali di meja.
Alila melanjutkan makannya tetapi Dimas lebih dulu mengambil sendoknya dan ikut makan bersamanya. Selanjutnya mereka bergantian menikmati makanannya.
"Apakah di cafe sebesar ini kalian juga kehabisan piring dan sendok lagi?" Tama mulai menyindir kebiasaan mereka berdua.
"Syukurlah mereka tidak kehabisan gelas juga, Tam. Hahaa.." Sandy menimpali.
"Tapi tetap saja minumnya satu gelas berdua tuh." Nayla ikut menambahi.
"Berisik ah.." Dimas tetap asik melanjutkan makannya bersama Alila.
"Kalian tidak risih apa, kalau dibilangin orang-orang kalian itu suka ciuman tidak langsung?" Sandy bertanya.
"Apa itu maksudnya, San?" Nayla bertanya tanpa rasa berdosa karena dia memang tidak paham hal-hal seperti itu.
"Ya kayak mereka itu, Nay. Makan satu piring, satu sendok, minum satu gelas. Itu sendok sama gelas, habis dipakai kesentuh bibir Alila, lalu gantian dipakai kesentuh bibir Dimas, terus bergantian seperti itu. Secara tidak langsung itu bibir mereka berdua bertemu di tempat yang sama kan." Sandy menjelaskan panjang lebar seperti seorang pakar.
"Mereka saja yang otaknya pada mikir ngeres." Jawab Dimas santai.
"Terus, kalian juga mikir kayak gitu apa tidak?" Tanya Tama lagi.
"Tidak." Alila dan Dimas menjawab bersamaan, dengan jawaban yang sama pula.
"Di mana-mana yang namanya ciuman itu ya pakai bibir. Bibir ketemu bibir. Mana ada coba, bibir jauh-jauhan kayak gini bisa disebut ciuman." Sanggah Dimas tak mau kalah.
Entah dorongan dari mana, tiba-tiba Dimas menoleh ke arah Alila yang masih menghabiskan makanannya, lalu menatap lekat bibir wanita yang tengah dirangkulnya itu.
(Astaga, kenapa aku jadi memandangi bibirnya...)
Buru-buru Dimas mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, tak ingin ada yang mengetahui tingkah anehnya tadi.
"Setelah ini masih ada acara apa lagi?" Tanya Alila karena dia dan Dimas datang terlambat, jadi tidak tahu susunan acara malam ini.
"Acara hiburan, dari band cafe sama band fakultas." Jawab Sandy.
Dan benar saja, tak lama kemudian musik mulai mengalun. Band cafe membuka acara, dilanjutkan dengan penampilan band fakultas.
Alila dan Nayla yang duduk bersebelahan sangat antusias menikmati lagu-lagu yang dipersembahkan para pengisi acara. Mereka berdua larut dalam suasana romantis lagu-lagu cinta yang dinyanyikan beberapa vokalis secara bergantian.
Tanpa Alila sadari, Tama dan Dimas sama-sama sedang memperhatikan dirinya yang masih larut menikmati lagu-lagu favorit yang dinyanyikan malam ini.
Jika Tama harus menahan dirinya dan memperhatikan Alila secara diam-diam, tidak demikian halnya dengan Dimas.
Dia dengan tenang terus memperhatikan Alila yang ikut bersenandung menyanyikan lagu kesayangannya.
Hingga akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dimas mengajak Alila pulang, begitu juga Sandy dan Nayla.
"Tam, ikut pulang sekarang?" Tanya Dimas.
"Nanti saja. Lagipula aku tidak harus mengantarkan pulang siapa-siapa. Kalian pulanglah dulu." Jawab Tama.
Akhirnya mereka berempat pamit dan meninggalkan Tama sendirian.
Seperti saat datang tadi, dari tempat duduk mereka Dimas langsung menggenggam erat tangan Alila, berjalan menerobos keramaian di dalam cafe hingga mereka berdua masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil yang sudah melaju, Dimas kembali fokus dengan kemudinya. Dia membiarkan Alila asyik dengan ponselnya yang selama acara tadi dia matikan.
"Ada yang penting?" Tanya Dimas.
"Tidak ada."
"Kita langsung pulang atau seperti biasanya, Al?"
"Seperti biasanya." Jawab Alila.
"Oke. Seperti biasanya." Dimas tersenyum tanpa merubah posisi wajahnya yang tetap fokus menatap jalanan.
Dan seperti biasanya, mereka akan menghabiskan waktu dengan berkeliling kota menikmati suasana malam, menunggu sampai Alila tertidur, barulah Dimas akan mengantarkannya pulang.
Orangtua Alila tidak pernah khawatir jika Alila pulang agak larut. Karena pasti Dimas selalu bersama Alila dan menjaganya.
Baru lima belas menit berlalu, Dimas melihat Alila sudah tertidur pulas di sampingnya dengan kepala menghadap ke arah jendela. Padahal biasanya butuh waktu setidaknya setengah jam untuk membuat Alila tertidur seperti itu.
(Mengapa kamu tidur secepat ini, Al. Padahal aku masih ingin bersamamu..)
Dimas menepikan mobilnya. Dia mengatur sandaran kursi Alila menjadi lebih miring ke belakang, agar Alila tidur lebih nyaman.
Setelah itu dia mengambil selimut yang selalu dia letakkan di jok belakang dan segera menyelimuti tubuh Alila sampai ke ujung kakinya.
Ya, ritual seperti biasanya itu hanya dia dan Alila yang tahu. Karena memang mereka melakukannya hanya saat sedang pergi berdua.
.
.
.
Note :
Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Vote & Favorit ya..🙏💜🙏
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.
Salam cinta dari kami..
Author
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
GreenLee
baper gue
2020-09-09
1
Mei Shin Manalu
Aku juga udh kasih rate bintang 5 lho 🌟🌟🌟🌟🌟...
2020-09-02
1
Cahya
jejak
2020-08-25
1