Dua Garis Merah

Hoeeekkk

Entah untuk ke berapa kalinya Nia memuntahkan makanan yang susah payah ia makan. Sudah dua hari ia merasa perutnya mual, kepala pusing dan tubuhnya lemas.

Hari ini Nia memutuskan untuk pergi ke klinik terdekat untuk memastikan kondisi badannya. Dipesannya ojek online melalui aplikasi, lima menit kemudian ojek yang ia pesan sudah ada di depan rumahnya.

"Monggo, dipakai dek helmnya!" ucap sang driver sambil menyodorkan helm pada Nia.

Diambilnya helm itu lalu segera ia kenakan sambil menaiki motor tersebut.

"Bang, pelan-pelan aja, ya! Aku ngerasa pusing banget," pinta Nia.

"Oh, baik, Dek," jawab sang driver.

"Kalo boleh tau, emangnya sakit apa, Dek? Kok, keliatannya lemes gitu?" tanya driver dalam perjalanan.

"Gak tau, Bang. Sudah dua hari perutku mual, kepala pusing, tiap makan rasanya mau muntah terus," jawab Nia.

"Maaf, Adek sudah bersuami?"

Nia terdiam, mencerna apa yang ditanyakan oleh drivernya.

"Eh, maaf loh dek kalo pertanyaannya agak aneh. Bukan apa-apa, setau saya yang tadi adek sebutkan itu seperti ciri-ciri orang hamil. Satu bulan ini istri abang juga begitu" jelasnya.

Nia tercengang dengan apa yang dijelaskan driver itu. "Mungkinkah benih yang Angga tanam itu tumbuh, apa yang harus ku lakukan jika sudah seperti ini?" lirih Nia dalam hati.

"Sudah sampai, Dek."

Suara abang ojol mengagetkan Nia. Bergegas ia turun. Hatinya kini dipenuhi rasa ragu untuk menginjakan kaki ke klinik. Bagaimana jika benar dia hamil.

Nia mengurungkan niatnya untuk memeriksakan diri ke klinik. Kini tujuannya apotek, membeli test pack untuk mengetahui kebenarannya sebelum diperiksa.

Setelah ia mendapatkan test pack, bergegas kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, dia masuk ke kamar mandi untuk melakukan tes.

Nia sangat syok saat mendapati dua garis merah di alat tersebut. Diremasnya perut yang masih rata sambil menangis karena kecewa.

Dunia terasa hancur baginya, sudah tak ada lagi kehidupan yang didambakannya. Angga yang sulit dihubungi semenjak kejadian itu, membuat Nia semakin frunstasi.

"Apa yang harus ku lakukan terhadap janin ini?!" teriak Nia disela tangisannya.

***

Sudah satu minggu lamanya Nia mengurung diri di kamar. Aktifitasnya terhenti begitu saja. Padahal biasanya dia menghabiskan kesehariannya mencari info beasiswa untuk kuliahnya nanti. Namun kali ini, semua terasa sudah berakhir.

Diminumnya obat-obatan untuk menggugurkan janin yang dia temukan di laman pencarian internet. Segala macam obat dan makanan yang dipercaya dapat menggugurkan dia konsumsi, namun janin itu tak kunjung gugur.

Hingga suatu hari ditemukannya sebuah tulisan tentang betapa berharganya sebuah nyawa. Nia mulai menyadari dan mempersiapkan diri untuk menerima janin yang dikandungnya.

Ia mulai menyusun sebuah rencana dan memutuskan tidak akan memberi tahu siapa pun apalagi pada ibunya, ia tak mau membuat ibunda tercinta kecewa.

Rencana pertama Nia harus pindah rumah. Ya, bagaimana pun warga tak akan menerimanya jika tahu keadaan ia saat ini. Nia memutuskan untuk mencari tempat tinggal baru di luar kota dan menyewakan rumah yang ditempatinya sekarang.

Segera ia berkemas, karena rencananya akan dimulai esok hari. Dikemasnya pakaian serta barang-barang yang ia perlukan nanti, dan membereskan sisanya lalu ia simpan di lemari yang terkunci.

Setelah semua selesai, Nia segera beranjak tidur. Ia harus mengumpulkan banyak tenaga untuk esok hari.

***

Pagi-pagi sekali Nia meninggalkan rumahnya. Sengaja ia lakukan karena tak ingin diserbu oleh pertanyaan-pertanyaan tetangganya yang suka kepo. Tak lupa sebelumnya ia memasang iklan di pagar rumahnya,

RUMAH INI DIKONTRAKAN SILAHKAN HUBUNGI 081826345***.

Nia menuju kota B dengan menaiki kereta. Kereta tersebut berhenti di sebuah stasion, beberapa penumpang yang memiliki tujuan yang sama dengan Nia menaiki kereta.

Tiba-tiba seorang wanita cantik menyapa dan meminta izin untuk duduk di samping Nia.

"Hai, Dek. Boleh saya duduk di sini?" sapanya seraya tersenyum.

"Boleh, Mbak." Nia mengangguk mempersilahkan, dibalasnya senyuman tersebut.

Jika ditaksir umurnya 5 tahun lebih tua dari Nia. Dia membawa tas ransel, sepertinya dia pun menuju kota B yang dituju Nia.

"Maaf, Mbak. Mau ke kota B jugakah?" tanya Nia membuka percakapan.

"Oh, iya, Dek. Ada apa?" jawabnya ramah.

"Tinggal di rumah sendiri atau kontrakan, Mbak?"

"Saya tinggal di kontrakan, Dek."

"Oh, kalo gitu. Ada kontrakan kosong di dekat kontrakan, Mbak?"

"Enggak, Dek, kebetulan lagi penuh. Malah yang kosong baru saja kemarin diisi orang"

"Ooh ...." Nia menanggapi.

"Ada apa toh? Adek lagi cari kontrakan?"

"Eemmm, iya, Mbak."

"Mau kuliah atau kerja?"

"Nyari kerja, Mbak."

"Gimana kalo sementara bareng aku dulu. Kebetulan, kontrakan yang aku tempati lumayan luas kamarnya, jadi masih cukup untuk satu orang lagi, itung-itung nemenin aku" tawar Mbak yang belum dikenali namanya itu.

Nia mengamati wanita cantik di depannya. Ada rasa ragu untuk menerima tawarannya, bagaimana jika ternyata dia bukan orang baik. Namun, jika menolak pun ia tak tahu arah tujuan.

"Oh, iya, omong-omong kita belum kenalan. Aku Febi, Adek siapa?" Kembali wanita itu membuka suara.

"A-aku Nia, Mbak."

"Aku seorang perawat yang bekerja di RS XX. Baru 2 bulan ini aku bekerja di sana. Keseharianku banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Jadi, gimana? Udah percaya?" Febi menjelaskan seolah memahami keraguan Nia.

"E-eh, bukan gitu, Mbak. A-aku cuma takut merepotkan aja," jawab Nia kaget dengan pertanyaan Febi.

"Enggak, kok. Aku malah seneng, jadi ada temen nanti," ungkap Febi.

"Eemmm, boleh deh, Mbak." Kali ini Nia menjawab dengan pasti.

Febi bercerita tentang banyak hal. Dulu, dia kuliah di jurusan keperawatan di kota B, dan sekarang menjadi perawat di salah satu rumah sakit di kota B. Dia berasal dari kota S, bertetanggaan dengan kota Nia, mereka satu provinsi hanya beda kota.

Setelah Febi bercerita, Nia semakin percaya. Nia tak banyak bicara, dia hanya menjadi pendengar setia. "Mungkin nanti kalo sudah lebih dekat aku akan menceritakan masalahku padanya" gumam Nia.

Tak lama kereta pun berhenti, semua penumpang berangsur turun. Nia memutuskan untuk menunggu yang lain turun terlebih dahulu, agar ia tidak perlu berdesakan. Stasiun ini merupakan pemberhentian terakhir, jadi Nia tak perlu khawatir.

"Kita tunggu di sini dulu. Aku pesankan taksi online," ucap Febi setelah mereka keluar dari stasiun.

Nia mengangguk. Kini ia hanya akan mengikuti kemana pun wanita yang bersamanya ini pergi, karena ini pertama kalinya bagi Nia menginjakan kaki di kota B.

"Ah, bisa-bisanya aku senekad ini!" gumam Nia.

Tak lama kemudian taksi yang dipesan Febi pun datang. Mereka bergegas masuk. Setelah lima belas menit lamanya, sampailah mereka di kontrakan Febi.

Terpopuler

Comments

Bubur Ketan

Bubur Ketan

🥺🥺🥺

2022-10-17

0

Zavita Zizilva Zizil

Zavita Zizilva Zizil

yg sabar aja

2020-07-05

0

Fatiha Syamil

Fatiha Syamil

teganya

2020-05-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!