SEBUAH PRINSIP

Seperti biasa sebagian waktu istirahatku kuhabiskan di kelas, kantin atau perpustakaan. Namun siang ini sungguh mengejutkan. Vina tiba-tiba memberikan sebuah coklat untukku.

Aku terkejut. Aku memandangnya dengan penuh tanda tanya.

" Titipan Kak Tirta." Jelasnya seraya menyerahkan sebuah coklat. Dan terdapat amplop merah jambu kecil menyelip di pitanya.

Aku bingung saat menerimanya. Jelas merasa aneh. Karena ini sungguh terkesan sangat tiba-tiba. Bahkan Aku tidak kenal dekat siapa Tirta itu. Hanya sebatas tahu, kalau Dia teman dekatnya kak Felix.

" Tidak salahkah alamatkah Vin?" Tanyaku masih terlihat bingung.

" Benar kok Ra. Dia bilang tolong kasih keteman sekelasmu yang bernama Zahra. Dikelas ini Zahra cuma Kamu." jelas Vina panjang lebar.

" Sepertinya diam-diam kak Tirta menyukaimu." Bisik Riani di telingaku.

Aku tersenyum masam saat mendengarkan ucapan Riani. Bagaimana bisa Dia menyukaiku. Bahkan Aku tidak sepopuler Vina atau Mercuri. Aku ragu untuk membukanya. Namun Riani dengan cekatan membantuku membukanya. Sebuah tulisan tangan yang diperindah.

Dear Zahra.

Mungkin Kau hanya memperhatikan Aku saat kegiatan MOS. Namun maaf kalau Aku diam-diam memperhatikanmu, saat di perpustakaan. Dan Aku menyesal saat tidak cepat menolongmu saat Kau pingsan. Aku berharap, Aku lah sang pahlawan yang menolongmu. Namun waktu sepertinya belum memberi kesempatan. Dan kali ini sebelum semuanya terlambat. Aku memberanikan diri mengutarakan isi hatiku. Aku sungguh menyukaimu. Bisakah kita menjalin hubungan lebih dari teman? Aku tunggu jawabanmu selama seminggu. Aku tahu Kau perlu berpikir lama untuk menerimaku.

From Tirta

Aku terkejut. Dan masih sangat tidak percaya. Bagaimana bisa jadi lebih dari teman? Berteman dengannya saja belum. Aku tepuk jidat sendiri.

" Ciyeee. Ternyata diam-diam banyak fans rahasiamu ya Ra." Suara Riani membuatku semakin syok.

" Aku tidak percaya. Aku tidak semenarik itu Ri." bantahku.

" Kau saja yang kurang percaya diri Ra. Jadi Kau berpikir seperti itu." jelas Riani.

Tapi benar, Aku tipe orang yang tidak percaya diri.

" Apa Kau akan menerimanya?" Riani penasaran.

Aku merasa tidak perlu waktu seminggu untuk menjawab ini. Sehari pun Aku sudah bisa menjawabnya. Jelas jawabannya adalah sebuah penolakan secara halus.

Aku menggelengkan kepala.

" Dia baik dan menarik juga loh." jelas Riani.

" Aku tidak ingin tahu Dia baik bahkan menarik. Tapi Aku tidak boleh pacaran selama sekolah. Itu pesan Ibuku." Jelasku membuat Riani langsung melongo dan tertawa.

" Zahra please. Kau jangan polos-polos seperti itu. Kau seperti orang yang lahir di era tahun 70-an saja. Ini sudah zaman millenial sis." Celotehnya mengejekku.

Aku hanya terdiam dengan ejekan Riani. Bagiku ini sebuah prinsip. Selain itu juga amanat yang harus ku pegang selama menimba ilmu. Jadi apapun kata sekitar. Aku mencoba tidak ingin memikirkannya.

Seminggu kemudian,

Tirta menggampiriku saat Aku berada di kantin. Dan jelas disebelahnya ada Felix sahabat terdekatnya. Dia memandangku dengan tatapan tidak bisa di artikan. Sedangkan Riani pura-pura sibuk dengan makanannya.

" Jadi apa jawabanmu Zahra?" tanya Tirta to the point dan langsung duduk didepanku.

Lagi-lagi Felix terlihat memandangku dengan tatapan anehnya. Aku langsung mengalihkan pandangan dan fokus ke Kak Tirta.

" Maaf. Aku tahu Kakak baik dan juga menarik. Tapi maaf Aku tidak bisa. Sekali lagi maaf. Ini berkaitan dengan sebuah prinsip kuharap Kakak mengerti." Ucapku berusaha menolak dengan cara halus.

" Oh OK. Tidak apa-apa. Aku menghargai prinsipmu. Maaf sudah menggangu waktumu Zahra." Suaranya jelas mencerminkan nada kekecewaan terhadap jawabanku. Dia langsung pergi diikuti Felix yang tiba-tiba tersenyum permisi.

Tidak terasa waktu cepat berlalu. Tidak terasa dua bulan lagi Aku sudah kenaikan kelas dan memilih jurusan. Tidak ada waktu spesial yang begitu berarti semenjak kejadian itu. Situasi masih monoton. Seperti yang biasa kujalani. Sekolah, belajar dan fokus hobiku membaca novel dan mengedit gambar bahkan video. Jadi kadang-kadang menulis atau meng-upload video di sebuah platform. Semua itu sudah membuatku terasa hidup sangat menyenangkan.

" Zahra. Hari ini ada pertandingan basket antar kelas. Kebetulan kelas kita sama kelas unggulan. Kamu tidak mau ikut nonton?" tanya Riani.

Aku menggelengkan kepala.

" Ayo lah please nonton, siapa tau dengan adanya Kamu. Kelas kita menang."Riani mencoba membujukku.

" Apa hubungannya?" tanyaku seraya mengerutkan kening.

" Kak Tirta akan grogi saat Kamu disana." jelas Riani asal.

" Musuh kelas kita tuh kelasnya Kak Tirta dan jelas ada Kak Felix. Orang-orang yang jago basket." tambah Riani berharap Aku mau menontonnya.

" Tidak ngaruh." jawabku.

Namun Riani masih berusaha membujukku.

Akhirnya Aku menurutinya. Aku membawa sebuah buku novel kesukaanku.

Kami menelusuri lorong kelas 3. Sebelum akhirnya Kami sampai dilapangan basket.

Kami bergabung dengan teman-teman sekelas. Vina jelas masih teriak-teriak mendukung Felix. Padahal jelas Kak Felix bukan salah satu kelas Kami. Membuat Kami sekelas langsung memandang kearahnya.

" Sory guysss. Keceplosan." ucap Vina cengar cengir.

Felix terlihat sangat energik. Mungkin support dari fans-fansnya yang membuat Dia begitu bersemangat. Sedangkan Aku hanya sesekali bertepuk tangan. Itupun saat kelas Kami berhasil memasukkan sebuah gol. Walaupun itu tidak seberapa dibandingkan gol lawan. Setidaknya mereka sudah berusaha.

" Ra, Kak Felix memandang kesini. Apa gara-gara teriakan Vina yah." ucap Riani tiba-tiba disela-sela Aku masih terfokus membaca novel.

" Bisa jadi Ri, Mungkin sudah mulai tertarik dengan usaha Vina." ucapku tanpa mengalihkan pandangannya. Aku merasa malas dan tidak begitu penasaran lagi.

Namun tiba-tiba sebuah bola mengenai kepalaku.

" Aduh! " ucapku spontan seraya tangan kananku memegang kepalaku.

" Kau tidak apa-apa?" suara Felix tiba-tiba berada didekatku.

Tangannya mencoba memegang kepalaku. Entah mengapa, itu membuatku salah tingkah. Aku buru-buru menepisnya.

" Aku tidak apa-apa." ucapku seraya beranjak dan melangkah meninggalkan lapangan. Aku memegang keningku. Namun Aku merasa ada yang aneh ditanganku.

" Ra, tunggu Aku!" teriakan Riani membuatku berhenti. Aku menoleh kebelakang.

" Keningmu berdarah." ucap Riani membuat sekitar memandangku.

Felix berlari ke arah Kita.

" Biar Kubawa Dia ke UKS. " ucapnya.

" Tidak usah. Kau sedang bertanding." ucapku tiba-tiba menolaknya.

" Ayo Ri! " ajakku pada Riani yang sedang bengong.

Aku langsung menggandeng Riani dan mengajaknya ke UKS.

Riani langsung membuka kotak P3K. Dia mengambil sebuah alkohol, kasa dan betadine.

" Kamu merasa ga sih. Kalau kak Felix tadi begitu perhatian ke Kamu." ucap Riani tiba-tiba disela-sela membersihkan lukaku.

" Biasa aja lah Ri. Mungkin Dia spontan melihat keningku berdarah." ucapku positif thinking dan menepis semua keanehan yang dirasa Riani.

" Tidak ah. Kak Felix tidak pernah perhatian begitu terhadap siswa-siswi lainnya." bantah Riani.

" Sudah lah Ri. Ga usah berpikir macam-macam. Apalagi bikin Aku baper. " potongku menghentikan pemikiran anehnya.

To be Continued

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!