Pagi yang mendung, satu minggu telah berlalu. Tepat hari ini, hari keberangkatan Cika ke pondok pesantren. Ia masih tidak terima tentunya, tetapi ia tidak memberontak jika ayahnya sudah mengambil keputusan.
Ia duduk termenung di kursi belakang kemudi, tepatnya di samping ibunya. Jilbab segi empat warna peach yang dipakai langsung dilepas, membuat kedua orang tuanya itu melotot ke arah dirinya.
“Panas, nanti aku pakai lagi, kok,” ucapnya mencoba menjelaskan. Tak hanya itu, kaus kakinya pun ikut dilepas, membuat ayah dan ibunya yang melihat hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkahnya.
Seminggu belakangan ini, ia benar-benar dipaksa untuk memakai segala barang yang selama ini dihindari seperti; rok, jilbab, kaus kaki, baju lengan panjang, dan tak lupa gamis. Kadang ia tidak ingin bercermin, karena merasa ngeri sendiri melihat penampilan barunya.
“Lihat Cika sekarang, ibu jadi bangga punya anak perempuan, Yah,” ucap Ibu dari sampingnya.
“Ayah juga, Bu,” sahut Ayah menimpali dari arah depan.
”Jadi selama ini aku dianggap apa?” Cika bergumam lirih.
Tidak mau terlarut begitu dalam, Cika memilih memejamkan mata, tetapi tidak bisa. Bayangan pondok pesantren terus mengusik pikirannya belakangan ini, apalagi ia sering mendengar dari teman-temannya bahwa pondok pesantren seperti, di penjara.
“Itu mengerikan!” batinnya, seraya menggelengkan kepalanya cepat.
“Bu,” panggilnya. “Kita kembali aja ke rumah, aku janji kok nggak akan nakal-nakal lagi.”
“Sebentar lagi, kita sampai. Kamu pasti betah, Cika,” jawab Ibu seolah-olah tidak peduli akan ucapannya.
Cika hanya mencebik kesal mendengar jawaban itu.
Empat jam perjalanan akhirnya mobil sedan hitam yang membawa Cika sudah tiba di pondok pesantren An-Nur. Lantunan ayat suci Al-Qur’an, salawat-salawat nabi terdengar begitu indah menyambut kedatangan mereka.
“Ayo, turun, Cika,” pinta Ibu yang melihat Cika masih duduk di tempatnya. “Pakai jilbabnya lagi,” lanjutnya.
“Aku nggak mau turun, Bu!" jawab Cika.
“Cepat, Nak,” timpal Ayah.
Lagi dan lagi Cika harus mengalah, dengan malas ia turun dari mobil. Sinar matahari yang menyilaukan membuat ia menyipitkan mata memperhatikan dengan saksama bangunan dua tingkat di hadapannya. “Di luar dugaanku kenapa ini terlihat lebih mengerikan?” ucapnya pelan.
Ayah dan Ibunya sudah berjalan terlebih dahulu memasuki pondok pesantren itu. Dengan terpaksa ia mengikuti dari belakang.
"Apa aku akan betah di sini? Baru membayangkan saja, aku sudah menyerah. Ah, perutku ikut melilit. Huft ...." Cika mengembuskan napas panjang.
Ia melangkahkan kakinya lebih cepat, untuk mengejar ibu dan ayahnya yang sudah jauh di depannya. Ia dapat melihat sekelilingnya banyak santriwati yang memandang dan melemparkan senyuman tipis ke arah dirinya. Ia membalas dengan senyuman palsu.
Brugh!
Kepala Cika tanpa sengaja tersandung dengan bahu pria yang menggunakan sorban. "Hati-hati kalau jalan, mau gue tonjok muka, lo?" Cika mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi mengancam pemuda berpeci yang ada di hadapannya itu.
"Jaga sikap, anti," ucap pria di hadapannya itu tanpa memandang dirinya, lalu mengambil tasbih yang terjatuh ke tanah dan pergi tanpa berkata apa pun lagi.
"Dasar pria aneh!" teriak Cika menyumpah serapah.
"Nyonya, meminta Non untuk secepatnya masuk ke dalam," kata pak sopir.
Cika mengangguk kecil, gadis berjilbab ini masih kesal.
Di tempat lain.
"Sepertinya santri putri baru, Ustaz. Dia tidak mengetahui siapa, Ustaz," ucap pak satpam sopan, pak satpam itu berjalan beriringan juga dengan anak kyai di pesantren itu.
Pria berpeci itu hanya tersenyum tipis menanggapinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Bang Ipul
seru kayaknya nih lanjuut
2024-08-13
0
adning iza
seperty seruuu
2023-09-20
0
'Nchie
ustadz nya dingin cikanya bar2 bakal seru nih
2023-02-08
0