Setelah kejadian semalam.
Dimana Ritz begitu sabarnya menenangkan putri angkatnya yang terus menangis tanpa mau bicara.
Pagi ini. Rencananya Ayana ingin pergi ke kampus. Sudah seminggu dia tidak masuk kuliah karena sempat drop akibat kelelahan.
Gadis berparas cantik itu harus masuk kuliah mengingat sudah lumayan banyak M.K yang tertinggal jauh.
_Ceklek_
Pintu kamar Ayana terbuka dengan lebar, menampakkan sosok pria tampan yang sudah lengkap dengan setelan jas kerjanya.
Mata Ayana tidak berkedip memandang betapa sempurnanya ciptaan Tuhan yang begitu menggetarkan hatinya, seolah apa yang dilihatnya saat ini tidak memiliki kekurangan sedikit pun.
"Morning sayang," sapa Ritz melangkah masuk ke dalam kamar dengan bibir tersenyum manis.
"Morning Dad," balas Ayana pelan segera mengalihkan pandangan ke arah lain.
Gadis itu teringat kembali kejadian semalam. Dia masih sakit hati melihat pria yang berada di hadapannya hanya berstatuskan ayah angkat dan bukan sebagai kekasih.
Bersikap seolah tidak merasakan apa-apa, justru menjadi beban terberat bagi gadis itu yang kadang kala hanya bisa menangis dalam diam.
"Mau berangkat bareng Daddy?" tanya Ritz sudah duduk di sisi tempat tidur, menatap ke arah putrinya yang sibuk memoles wajah di depan kaca.
"Ngga. Aku sudah di jemput sama Rangga, sekalian mau mampir ke toko buku." Tolak Ayana dengan nada terkesan dingin
"Kamu masih marah sama Daddy?" tebak Ritz bertanya karena yang ia tahu akan seperti apa putri angkatnya itu bila sedang marah.
"Untuk apa aku marah, toh Daddy ngga buat kesalahan juga kan?" balas Ayana malas, sebab ini bukan yang pertama kali mereka berbicara dengan topik masalah yang sama.
Seketika raut wajah Ritz berubah dingin mendengar kalimat yang keluar dari mulut putri angkatnya tersebut.
"Kamu ingin Daddy melakukan apa lagi agar nada bicaramu itu tidak selalu ketus?" Kesalnya masih berusaha mengalah.
Ia tidak suka jika Ayana selalu saja berbicara dengan nada tidak baik saat suasana hatinya memburuk.
"Bukankah Daddy sudah minta maaf? Sampai kapan kamu akan menutup diri dari Daddy?" Ritz berucap lirih, begitu sulit rasanya menembus dinding yang telah lama dibuat Ayana.
"Aku," sahut Ayana merasa bersalah.
"Sudahlah, kamu selalu seperti itu pada Daddy. Bahkan hari spesial Daddy pun kamu tidak ingat lagi." Ritz menyela ucapan putrinya
Ia begitu sedih, bahkan saat yang paling di tunggu akan ada kejutan dari putrinya pun tidak lagi di ingat gadis itu.
Ayana yang sadar seakan tidak berkutip, dia telah lupa jika semalam adalah hari ulang tahun Daddy nya.
"Dad," panggil Ayana saat melihat Ritz ingin keluar dari kamar.
Salahkan saja dia yang telah dipenuhi rasa cemburu, padahal semalam Ayana sudah mempersiapkan semuanya. Tetapi, karena terlalu asik menonton drama dia lupa akan tujuan awalnya.
"Dad, tunggu!" Teriak Ayana semakin panik.
Ritz yang baru memegang gagang pintu kamar putrinya langsung terhenti, ia terkejut mendapat pelukan mendadak dari Ayana.
"Maaf, Ayana salah. Ayana lupa semalam ulang tahun Daddy, maaf." Ucapnya lirih semakin mengeratkan pelukan di perut Ritz
"Jangan pergi, Ayana sungguh lupa." Mohonnya tanpa melepas pelukan
Ayana semakin memeluk erat tubuh kekar Ritz dari arah belakang, sangat jelas terasa betapa gemetarnya tubuh mungilnya ketika menangis.
Ritz yang merasa kasihan, sontak membalikkan tubuhnya menghadap ke arah sang putri kesayangan.
"Hey, jangan menangis sayang. Daddy yang harusnya minta maaf sudah melakukan kesalahan."
Ritz menghapus sisa air mata yang melekat di wajah putrinya dengan lembut.
"Ayana sungguh lupa, semalam Ayana sudah mempersiapkan semuanya. Tapi, tapi ..."
"Sstt. Daddy tidak marah sayang, sudah ya. Jangan menangis lagi."
Cukup lama Ritz menenangkan putrinya yang masih menangis hanya karena masalah sepele, sifat Ayana yang manja dan sensitif, mudah tersentuh hanya dengan hal-hal kecil.
"Sayang, kalau terus menempel seperti ini nanti kita bisa terlambat." Kekeh Ritz begitu gemas sampai mencubit hidung mancung Ayana
Seluruh bagian wajah gadis cantik itu di ciuminya penuh kelembutan, Ritz yang tidak pernah berkata kasar atau marah pada sang putri merasa tidak tega bila hati Ayana sampai terluka.
"Tapi ulang tahun Daddy gimana?" tanya Ayana saat mengurai pelukannya pada Ritz.
"Mmm, gimana kalau makan malam romantis?" jawab Ritz seraya menaik turunkan kedua alisnya secara bergantian.
"Waah boleh juga, berasa kaya lagi kencan dong." Ucap Ayana terlihat begitu gembira
Ritz hanya menggangguk, ia menggandeng tangan Ayana melangkah keluar dari kamar menuju lantai bawah.
_Tring_
Lift kembali tertutup rapat, membawa keduanya turun langsung menuju garasi samping rumah.
Sesampainya di bawah, Ayana ikut masuk ke dalam mobil bersama Ritz duduk di kursi belakang.
Perjalanan menuju kampus yang memakan waktu hampir lima belas menit di isi dengan obrolan ringan seputar keseharian Ayana. Selalu ada saja yang gadis cantik itu ceritakan pada Daddy nya.
🌸
"Hubungi Daddy kalau ada apa-apa, OK." Pesan Ritz saat mobil sudah tiba di depan kampus
"Siap Dad. Ayana masuk dulu ya." Sahutnya terkekeh
"Daaa, Daddy."
Sebelum gadis itu turun, masih sempat mencium pipi kanan dan kiri Ritz bergantian.
Di rasa Ayana sudah hilang dari pandangannya, baru lah Ritz pergi meninggalkan area kampus menuju perusahaan.
.
.
#Ruangan Kelas
Semua pasang mata menatap aneh ke arah Ayana ketika baru saja masuk ruangan.
Beberapa dari mereka ada yang menatap sinis dan ada juga yang berbisik-bisik tidak jelas.
"AYANA ..."
Teriak seorang gadis manis dari arah luar, membuat beberapa mahasiswa yang berada di ruangan ikut tersentak kaget.
"Aya, Ayana gawat." Heboh sang sahabat menghampiri Ayana tengah duduk di kursi paling depan
"Ada apa sih, Taa? Datang-datang langsung teriak ngga jelas." Sahut Ayana tidak kalah kaget dengan suara teriakan dari Letta
"Mending kamu ikut aku ajah deh Aya, cepetan!"
Gadis manis itu bukannya menjawab, justru di tariknya lengan Ayana menuju keluar ruangan, tidak peduli jika ini sudah waktunya masuk M.K pertama.
Entah apa yang membuat sahabatnya menjadi heboh, Ayana langsung di bawa ke salah satu ruangan yang sudah ada beberapa orang terlihat disana.
"Loh itu kan, Tante..." gumam Ayana terkejut melihat orang yang sangat dia kenal.
"Ngapain Tante Maira disini?"
Gadis itu merasa heran melihat kedatangan tunangan Daddy nya berada di kampus.
Beberapa mahasiswa yang melihat kehadiran Ayana langsung mundur memberikannya jalan. Dari kejauhan Ayana bisa melihat bagaimana raut wajah masam dari wanita tunangan Daddy nya tersebut.
"Tante Maira kok bisa ada disini?" tanya Ayana menyapa sekedar basa-basi walau pada dasarnya dia pun malas.
"Oh itu, Tante kebetulan ada keperluan dengan kenalan teman Dosen, Tante disini. Sekalian lihat-lihat bagaimana keadaan kampus mu," jawab Maira tersenyum dengan senyum yang dipaksakan.
"Oh, kirain Tante ada perlu apa." Balas Ayana berusaha tersenyum semanis mungkin
Maira yang sedikit tidak suka melihat wajah cantik Ayana, langsung menatap sinis.
Perlahan langkah kakinya mendekat sampai tepat berdiri di hadapan Ayana dengan posisi menunduk. Postur tubuh Maira yang sedikit lebih tinggi dari gadis itu membuatnya harus memposisikan diri agar sejajar.
"Ayana sayang, tahukah kamu kalau sebentar lagi aku dan Daddy mu akan menikah? Aku sarankan agar kamu lebih menjaga sikap untuk tidak terlalu menempel padanya, OK." Bisik Maira tepat di telinga Ayana
Bagi yang melihat mereka pasti akan mengira jika wanita itu seakan tengah memeluk Ayana.
"Maksud Tante Maira apa ya?" sarkas Ayana berbicara keras, bahkan beberapa mahasiswa yang ikut menyaksikan sampai dibuat kaget.
"Tante kalau ngga ada urusan apa-apa lagi sebaiknya pergi dari sini!" lanjutnya setengah berteriak, membuat sahabatnya langsung menarik paksa lengan Ayana agar meninggalkan tempat itu.
"Aya, jangan berulah. Ini masih di kampus bagaimana kalau sampai ada yang melaporkan mu pada pembimbing?" Letta yang tahu betul dengan siapa Ayana berbicara sekarang, lebih memilih mengamankan sahabatnya agar tidak lagi mendapatkan masalah baru.
Ini memang bukanlah pertama kalinya bagi Ayana, tetapi untuk sekarang sedikit berbeda.
"Kamu kenapa Ayana sayang? Apa aku salah berucap?" Maira sengaja membuat gadis itu tersulut emosi, sikap Ayana yang sangat sensitif tentu menjadi poin penting baginya.
"Tante Maira cukup, jangan membuat masalah di kampus. Bukannya tadi Tante bilang cuma bertemu dengan teman, Tante? Sekarang sudah tidak lagi kan? Sebaiknya Tante pergi dari sini! Jangan merusak mood kami." Marah Letta sengaja mengusir Maira
Letta tidak tahan lagi dengan sikap saudara Mamanya itu, meski terbilang masih keluarga dekat. Tetapi, karena sikap Maira yang jauh berbeda membuat Letta dan orang tuanya memilih diam tanpa mencampuri masalah Tante nya.
Maira yang kesal langsung berlalu pergi menuju parkiran, mobil yang di tumpanginya keluar parkiran meninggalkan area kampus.
🌸
Sejak kejadian tadi siang, Ayana belum juga beranjak dari perpustakaan untuk pulang ke rumah. Dia di temani sang sahabat memilih tetap berada di kampus tanpa ingat pulang.
"Kamu ngga apa-apa kan, Aya?" tanya Letta khawatir melihat keadaan gadis itu.
"Aku baik, Taa. Makasih ya udah bantuin aku tadi." Jawab Ayana mungucapkan terima kasih kepada sahabatnya tersebut
"Udah ngga usah di pikirin, lagian juga Tante Maira ngga bakalan berani nyakitin aku." Kekeh Letta meyakinkan Ayana
"Asal kamu aman ajah aku udah tenang, Aya." Lanjutnya kembali sibuk mencari buku yang Ayana butuhkan
Letta tidak pernah takut, jika mungkin nantinya Maira akan mengadukan masalah ini pada orang tuanya.
Hal yang sudah biasa baginya menghadapi Maira yang kadang suka berulah tanpa merasa bersalah.
"Kalau sampai masalah di kampus di ketahui Daddy kamu gimana, Aya?"
🍃🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Stanalise (Deep)🖌️
Tautan usia mereka beda berapa tahun Thor?
2022-10-19
1
Stanalise (Deep)🖌️
Iya saya mau, nebeng juga dong
2022-10-19
0
Stanalise (Deep)🖌️
Bagus Thor, gaya bahasamu asik loh
2022-10-19
0