Beverly menyiapkan sarapan buat adik-adik di panti asuhan sebelum berangkat ke sekolah. Setelah semua dirasakan beres, barulah Beverly mandi dan berpakaian.
Ini hari pertama ia masuk sekolah menengah umum. Beverly tidak ingin terlambat. Ia tak menyantap sarapannya. Beverly membawanya sebagai bekal.
Ia mendapatkan beasiswa di salah satu sekolah ternama. Beverly tak ingin mengecewakan orang yang telah memberikan ia beasiswa, ia akan buktikan dengan giat belajar agar nilainya bagus.
"Bunda, aku pamit," ucap Beverly mencium tangan bunda.
"Hati-hati."
"Baik Bundaku. Anak bunda yang kecantikannya tiada tara ini akan selalu ingat pesan bunda."
Beverly memeluk bunda sebelum meninggalkan panti asuhan. Beverly selalu lebih awal berangkat ke sekolah karena ia hanya berjalan kaki.
Beverly akan menjadi siswa baru, karena tahun ajaran telah di mulai dua bulan yang lalu. Awalnya Beverly tidak berniat melanjutkan pendidikannya.
Di bantu salah seorang donatur di panti asuhan dengan memberikan ia beasiswa, akhirnya Beverly dapat bersekolah.
Sampai di sekolah, bel tanda masuk sekolah baru saja berbunyi. Beverly berlari menuju kantor kepala sekolah.
Kepala sekolah meminta ia langsung masuk ke salah satu kelas. Sampai di kelas yang dimaksud Beverly mengetuk pintu. Setelah terdengar sahutan dari guru yang mempersilakan ia masuk, Beverly membuka pintunya.
"Silakan masuk!" ucap Bu guru.
"Terima kasih, Bu."
"Kamu anak baru?"
"Iya, Bu ...."
"Perkenalkan nama kamu."
"Halo, semua. Perkenalkan nama saya Beverly. Senang bisa berkenalan dengan kalian." Beverly tersenyum cerah. Ia akui, jantungnya berdegup kencang saat ini. Tangan dan kakinya pun terasa dingin. Ia sangat gugup.
"Oke, apakah ada yang ingin kalian tanyakan dengan Beverly."
"Halo, Beverly perkenalkan nama saya Alex. Boleh minta nomor ponselnya, nggak?"
"Maaf, aku tak memiliki ponsel," jawab Beverly apa adanya. Tapi teman sekelas mengira Beverly menolak permintaan Alex.
"Mampus, Lo. Beverly takut memberikan nomor ponselnya. Takut Lo teror terus," ucap yang lainnya.
"Beverly rumahnya di mana. Biar nanti pulang sekolah aku bisa antar," ujar Kevin.
"Maaf, aku tak punya rumah. Aku hanya tinggal di sebuah panti asuhan." Beverly menjawab apa adanya. Tapi teman yang lain juga masih salah sangka.
"Beverly takut diantar Lo, tampang Lo aja kriminal." Semua teman di kelas tertawa mendengar ucapan salah satu siswa.
"Udah, jangan ribut. Sekarang kamu bisa duduk di bangku sebelah Catherine itu."
Ibu guru menunjuk bangku kosong yang berada dekat seorang gadis cantik. Beverly berjalan menuju bangku tersebut
Saat akan duduk Beverly tersenyum dengan Catherine. Gadis itu mengulurkan tangannya.
"Kenalkan ... Catherine."
"Beverly. Senang berkenalan dengan kamu." Beverly menyambut uluran tangan Catherine dan berkenalan.
Beverly duduk di bangku sebelah Catherine. Saat pelajaran dimulai, Beverly yang otaknya memang sangat pintar bisa menjawab semua pertanyaan yang diberikan guru. Teman sekelas menjadi salut dengan kepintaran dirinya.
Jam pelajaran telah usai, tibalah saatnya jam istirahat. Catherine mengajak Beverly ke kantin tapi gadis itu menolaknya.
"Kenapa, kamu nggak mau jajan. Bersih kok kantin disini." Bujuk Catherine
"Aku udah bawa bekal."
"Bawa bekal? Ibu kamu perhatian banget. Takut kamu keracunan makanan kalau jajan di luar."
"Aku sudah tak ada orang tua. Aku anak yatim piatu."
"Hhhhaaaa ... kamu serius. Dosa loh mengatakan orang tua meninggal."
"Aku nggak bohong. Aku yatim piatu dan tinggal di salah satu panti asuhan."
Dimas sahabatnya Catherine yang tak sabar menunggu, mendatanginya.
"Lama banget. Lo nggak ke kantin. Perut gue lapar,nih."
"Lo udah kenalan sama Beverly."
Dimas mengulurkan tangannya dan di sambut Beverly. Mereka menyebutkan namanya masing-masing.
"Lo percaya nggak, kalau Beverly ini yatim piatu dan tinggal d sebuah panti asuhan. Jadi yang dia katakan di depan kelas tadi benar adanya. Nggak bohong."
"Kalau emang Lo dari panti asuhan, kenapa bisa sekolah di sini. Maaf, ya. Semua orang juga tau berapa biaya sekolah di sini," ucap Dimas. Ia tak percaya jika Beverly dari panti asuhan.
"Lo benar, Dim. Apa kamu nggak mau berteman sama kami. Orang tuamu kaya banget. Takut kami morotin kamu," ucap Catherine lagi.
"Sumpah, aku nggak bohong. Aku bisa sekolah di sini karena mendapatkan beasiswa. Kalian bisa tanyakan alamatku sama administrasi sekolah jika tak percaya."
"Beasiswa," ucap Catherine dan Dimas bersamaan.
"Ya, aku dapat beasiswa."
"Lo pasti pintar banget, sehingga sekolah ini memberikan beasiswa," gumam Dimas.
"Kalau tidak karena beasiswa mana mungkin aku bisa dan sanggup sekolah di sini. Sehabis pulang sekolah aja aku harus membantu bunda di panti asuhan membuat kue untuk di jual. Itu bisa membantu biaya hidup kami."
"Maaf, kalau gitu. Kami nggak tau." Catherine merasa bersalah. Ia dan Dimas terdiam sesaat.
"Kalian nggak jadi ke kantin."
"Nanti aja. Lo mau ke kantin, pergi sendiri sana. Jam segini pasti udah rame banget, gue malas." Catherine kembali duduk.
"Biar gue beliin buat Lo aja. Lo mau apa."
"Mie goreng aceh."
"Lo apa?"
"Aku ...." ucap Beverly menunjuk dadanya.
"Iya, emang siapa lagi kalau bukan Lo. Kita hanya bertiga di kelas ini. Yang lain udah ngacir ke kantin."
"Aku ada bawa bekal." Beverly mengeluarkan bekal nasi gorengnya. Dan membukanya.
"Keliatan enak, nih." Catherine memandangi nasi goreng itu dengan menelan air ludahnya.
"Kamu mau coba. Aku yang masak tadi sebelum ke sekolah."
Catherine memilih duduk kembali dan Dimas diminta beli camilan dan air minum.
Catherine tampak lahap menyantap nasi goreng buatan Beverly. Tanpa sadar ia hampir menghabiskan bekal Beverly.
Dimas yang datang membawa kue dan air minum heran melihat Catherine yang makan nasi gorengnya bukan Beverly.
"Lo doyan apa lapar? Lo nggak sisakan buat Beverly." Ucapan Dimas membuat Catherine tersadar dan menghentikan suapannya.
"Maaf, Bie. Aku kalap. Habis enak banget."
"Bie ...." ucap Dimas.
"Beverly terlalu panjang, mending gue panggil Bie. Baby ... gue langsung suka dengannya. Mulai hari ini tidak hanya ada Lo dan gue. Tapi juga Bie. Dan tugas Lo adalah menjemput dan mengantar kami pulang sekolah."
"Gue harus menjemput kalian berdua. Jam berapa gue bangun."
"Gue nggak tau. Yang pasti Lo harus jemput. Awas kalau telat. Gue pecat Lo jadi sahabat gue."
"Nggak perlu, Cath. Aku bisa berjalan ke sekolah."
"Jalan kaki!!! Apa kamu nggak capek, Bie. Udah jangan sungkan. Lo mulai hari ini juga sahabat gue. Tak akan gue biarin Lo jalan kaki. Nanti kita antar pulang, biar tau rumah Lo dimana."
Sejak saat itu, mereka bertiga menjadi sahabat. Dimana ada Dimas, pasti ada Beverly dan Catherine.
Beverly menjadi guru pembimbing mereka jika ada tugas yang tidak Dimas dan Catherine pahami.
Hingga naik ke kelas dua belas SMU persahabatan mereka terus terjalin.
Bersambung
*********************
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Pisces97
persahabatan lebih penting dari seorang laki laki ...
2024-02-29
0
Kenzi Kenzi
re read maning thor
2023-03-18
0
Tinna Augustinna
punya utang balas budi emang susah cara byrnya byk pengorbanan
2022-08-01
0