Pagi itu dengan di bantu oleh asisten rumah tangganya, Dinda membuat sarapan untuk sang nenek dan kakaknya. Walaupun Dinda gadais manja dan pecicilan, tapi dia pandai memasak. Setelah selesai membuat sarapan, ia pergi untuk mandi.
Dengan memakai pakaian rapi, Dinda pun keluar dari kamarnya. Di lihatnya sang nenek dan kakaknya sudah duduk di kursi meja makan memakan sarapannya. Dengan senyum manisnya, dia berjalan menghampiri mereka dan duduk menyantap sarapan.
"Pagi-pagi begini sudah cantik mau kemana?" Tanya sang nenek.
"Aku mau daftar kuliah, Nek!" Jawab Dinda bersemangat.
Seketika sang nenek berhenti dari makannya. Dinda dan Anton pun langsung menoleh ke arah sang nenek yang tiba-tiba berhenti makan.
"Kenapa Nek? Makanannya gak enak?" Tanya Anton khawatir.
"Kalian kan sudah mau nikah, kamu tidak perlu kuliah Din. Kamu bantu Abang mu kerja di kantor saja!" Jawab sang nenek.
Dinda pun menghela nafas panjang, untuk mengendalikan dirinya supaya tidak marah dengan neneknya. Kali ini Dinda merasa neneknya benar-benar keterlaluan, ia merasa hidupnya di kendalikan olehnya.
Pertama di paksa untuk menikah dengan kakaknya sendiri, sekarang tidak mengijinkan dia untuk kuliah. Saat itu Dinda ingin teriak sekencang-kencangnya, memprotes sang nenek yang sudah mengendalikan hidupnya.
"Tapi Nek......"
Belum sempat Dinda menyelesaikan bicaranya, Anton sudah menyuruhnya untuk tidak memprotes atas keputusan sang nenek. Lalu Dinda berhenti makan dan balik ke kamarnya.
"Nek, Dinda kan masih muda, biarkan saja dia kuliah." Pinta Anton.
"Nenek tahu, tapi tetap saja nenek tidak suka kalau dia kuliah." Tolak sang nenek.
Anton tahu kalau neneknya keras kepala seperti dirinya, jadi dia tidak bisa berkata apa-apa. Sekali bilang tidak, berarti ya tidak. Kalaupun Anton memaksa, ia khawatir dengan kesehatan sang nenek yang mudah drop.
"Kapan kamu akan menikahi Dinda?" Tanya sang nenek.
"Mungkin Minggu depan nek. Tapi kita hanya undang penghulu dan saksi saja. Untuk perayaannya, kita atur waktu kedepannya." Jawab Anton serius.
Mendengar jawaban dari Anton, sang nenek pun merasa senang. Ia sadar kalau dirinya sangat keterlaluan, tapi ia lakukan demi kebaikan mereka berdua. Jika ia mengijinkan Dinda kuliah, dia khawatir kalau Dinda bertemu dengan laki-laki yang ia sukai. Karena sebelumnya, Dinda pernah cerita kepada sang nenek, bahwa dirinya sedang dekat dengan teman sekelasnya.
Setelah sarapan, sang nenek pergi ke teras depan untuk berjemur. Sedangkan Anton masuk ke kamar Dinda. Di lihatnya Dinda yang sedang menangis tengkurap di atas ranjang. Ia kasihan kepada adiknya yang tidak bisa melakukan apa yang ingin dia lakukan, tapi ia tidak bisa menolak keinginan sang nenek.
"Dinda, jangan nangis terus dunk! Kakak lihatnya ikut sedih nij!" Pinta Anton yang duduk di sebelah Dinda.
"Kak Anton enak, setelah menikah kamu masih bisa pacaran dengan kak Loren, sedangkan aku kuliah saja gak boleh!" Protes Dinda.
Di tariknya tangan Dinda dan ia peluk dengan erat. Dulu, waktu Orangtua mereka di nyatakan meninggal, Anton berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga Dinda dan menyayanginya seperti adiknya sendiri. Tapi melihat Dinda yang terlihat sedih seperti itu, membuatnya ikut sedih.
"Cepetan bangun! Ayo ikut kakak belanja!" Ajak sang kakak.
"Belanja apa kak?" Tanya Dinda.
Tanpa menjawab pertanyaan Dinda, Anton pun segera beranjak dari duduknya dan pergi masuk ke kamarnya yang letaknya di samping kamar Dinda. Kamar mereka terletak di lantai dua, sedangkan kamar nenek di lantai bawah.
*****
Anton dan Dinda berpamitan kepada sang nenek untuk pergi berbelanja. Tetapi, karena masih terlalu pagi, Anton mengajak Dinda pergi ke kantor terlebih dahulu. Itu bukan kali pertama Dinda pergi ke kantor sang kakak, biasanya seminggu sekali Dinda pergi ke kantor setelah sepulang sekolah.
Sesampainya mereka di kantor, Dinda dengan kesal langsung masuk ke ruangannya Anton. Di ruangan tersebut ada tempat khusus buat istirahat Anton jika ia merasa ngantuk selama di kantor. Dinda langsung merebahkan tubuhnya di sana.
"Tadi kamu gak jadi sarapan, kamu lapar gak?" Tanya Anton yang berdiri di dekat ranjang.
"Gak! Aku mau tidur, nanti bangunin kalau kakak sudah siap pergi!" Jawab Dinda dengan nada ketus.
Di saat yang bersamaan, Loren pun masuk ke dalam ruangan Anton. Ia melihat kalau Dinda sedang tiduran di ranjang. Hal itu membuat Loren sedikit cemburu. Padahal biasanya Dinda manja kepada Anton di depan Loren, dia sama sekali tidak cemburu. Tetapi setelah tahu kalau mereka akan menikah, Loren merasa tidak suka atas keberadaan Dinda.
Anton yang menyadari kedatangannya Loren pun langsung keluar dari ruang istirahatnya yang pintunya tidak ia tutup. Ia menghampiri Loren yang diam berdiri di samping meja kerjanya.
"Kenapa pagi-pagi sudah cemberut?" Tanya Anton sambil menutup pintu ruang istirahatnya.
"Kesel aja, melihat pacarnya yang perhatian sama calon istrinya, tapi tidak pernah perhatian sama pacarnya!" Jawab Loren dengan kesal.
"Dia itu adikku Oren, jangan pernah menganggap dia calon istriku. Maafkan aku yang egois ini!" Sahut Anton sambil memeluk Loren.
Tujuan Loren masuk ke ruangan CEO adalah untuk memberi berkas laporan yang harus Anton tanda tangani. Setelah laporan selesai di tanda tangani oleh Anton, Loren pun segera berjalan menuju ke pintu keluar.
Tetapi belum saja ia membuka pintu, Anton memanggilnya dan memberitahu dia bahwa ia akan pulang di waktu makan siang. Dia juga memberitahu kepada Loren kalau dirinya akan pergi belanja keperluannya untuk menikah.
"Kamu ikut belanja ya! Soalnya kalau belanja sama Dinda, dia tidak bisa di ajak pertimbangan." Ajak Anton yang berjalan mendekati Loren.
"Apa kamu tidak punya hati nurani? Kamu tidak memikirkan perasaanku?" Sahut Loren yang ingin menangis.
"Oren, aku harus bilang berapa kali sama kamu? Jangan anggap Dinda itu calon istriku, ingat pernikahan ini tidak akan menghasilkan apa-apa!" Tuturnya dengan tegas.
Loren pun tak bisa lagi untuk membendung air matanya. Ia menangis sesenggukan sambil memeluk Anton. Ia sungguh takut jika kehilangan kekasih yang sangat ia cintai selama ini.
Dinda yang mendengar tangisan itu pun keluar dari ruangan. Di lihatnya sang kakak sedang memeluk kekasihnya sambil mengelus rambut Loren. Sebagai seorang wanita, Dinda paham sekali dengan perasaan Loren yang sedang sakit hati.
"Oren.. Please jangan nangis terus. Aku akan berusaha untuk lebih perhatian sama kamu dan aku akan menjaga jarak dengan Dinda." Kata Anton menenangkan Dinda.
"Kamu janji! Kamu gak boleh terlalu perhatian kepada Dinda. Aku tidak suka kamu terlalu perhatian sama dia!" Sahut Loren sambil mencium bibir Anton.
Dinda yang mendengar itu pun langsung masuk lagi ke dalam ruangan. Dia sangat kesal ketika sang kakak mengatakan kepada Loren bahwa dia tidak akan perhatian lagi sama dirinya. Tidak bisa menahan rasa kesalnya, Dinda pun keluar dari ruangan tersebut.
"Dinda, kamu mau kemana?" Tanya sang kakak yang saat itu sudah duduk di kursi kerjanya.
"Aku mau jalan sama temanku! Kakak minta di temani kak Loren saja kalau mau belanja!" Jawab Dinda dengan jutek.
"Sama temanmu yang mana?' Tanya Anton beranjak dari duduknya.
Tanpa menjawab pertanyaan sang kakak, Dinda pun langsung keluar dari ruangannya Anton. Ia langsung memencet tombol lift, tapi karena menunggu lift tidak terbuka-buka, ia pun dengan buru-buru turun melewati anak tangga.
Setelah keluar dari gedung kantor, Dinda kemudian menelpon temannya. Dia mengajak ketemuan di sebuah pusat perbelanjaan. Lalu Dinda memesan taksi online dan langsung menuju ke tempat di mana ia janjian sama temennya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Meylin
heran ma dunia haluuu alurnya klo ga ortunya yg jodohin pasti nenek kakeknya 🥵🥵
2022-02-06
2
Crypton
neneknya egois tuh!
2022-01-18
2