"Kamu mau bawa bekal, Na?" tanya Ayudya. Hubungan Nana dengan ibu sambungnya memang belum terlalu dekat, meski Nana sudah menerima keberadaannya.
"Boleh, ma." Nana mengangguk. Bibi dirumah, juga selalu membuatkan bekal sekolah atas perintah mamanya. Jajanan kantin yang kadang kurang menyehatkan membuat Nana terbiasa membawa bekal, terlebih mama Salma adalah seorang dokter. Tentu ia memperhatikan pola makan anaknya.
"Kamu diantar mama, sekalian mama mau antar Syakiel kesekolah baru." Ucap Hadi setelah sarapan.
"Yeeee!!! Sama kakak." Syakiel mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Kakinya juga bergerak karena kesenangan.
Semenjak Nana tinggal disini Syakiel terlihat bahagia. Bocah laki-laki itu merasa punya teman meskipun usia mereka jauh berbeda.
Nana tersenyum melihat balita itu bersorak. "Yang lengkap dong sayang."
"Ka-kak can-" Nana sengaja menggantung kalimatnya.
"Can-, can," ucap Syakil diulang-ulang. Bocah itu tampak berfikir. "Cantiiiiikkk" soraknya saat mengetahui maksud Nana.
"Anak pintar!" Nana mengusak rambutnya gemas.
"No... no... no... Syakiel harus rapi dan ganteng!" Bocah itu menggerakkan telunjukknya kekanan dan kiri di depan wajah Nana.
Nana tertawa puas. "Kamu masih kecil, jangan ganteng-ganteng entar banyak cewek yang suka."
Nana gemas, ia mengendong bocah itu ke depan. "Pergi dulu pa." Nana menyalami Hadi, dan Syakiel yang dalam gendongan Nana juga ikut menyalami papanya.
"Da papa." Teriak bocah laki-laki itu melambaikan tangan ke kanan dan kekiri.
"Itu papanya kakak." Goda Nana pada Syakiel.
"Papa Syakiel juga kak." Bocah itu cemberut karena Nana mengatakan itu papanya.
"Tapi kakak lebih gede. Jadi papanya banyakan untuk Kakak. Syakiel cuma dapet segini." Nana membuat jarak antara ibu jari dan telunjukknya menandakan jumlah yang sedikit.
Syakiel tampak berpikir. "Papanya kalau pagi untuk kakak, kalau malam untuk Syakiel. Oke?"
"Ih, masa kakak cuma dapet pagi doang?"
"Iya dong. Kalau malam kan papa boboknya sama Syakiel. Jadi kalau malam jadi papanya Syakiel."
Nana mencium pipinya berulang-ulang. "Pinter banget sih kamu. Adiknya siapa sih kamu?"
Syakiel tertawa keras merasa geli saat Nana terus menghujani pipinya dengan ciuman.
Keduanya masuk dalam mobil. Supir sudah standby dan mama Ayudya juga masuk dalam mobil. Ketiganya duduk di kursi belakang.
"Nanti siang, mama jemput, Na," ucap Ayudya pada anak sambungnya itu. Berbeda dengan mama Salma, mama Ayu justru tidak bekerja dan full di rumah. Mengurus rumah dan anak-anak.
Nana sadar, mungkin sosok seperti ini yang papanya butuhkan. Sosok istri yang menunggu suami pulang bekerja, menjaga dan mengurus anak. Tidak sibuk dengan pekerjaan dan urusannya sendiri.
Empat hari tinggal di rumah itu, Nana mulai memahami arti kebahagiaan dalam pernikahan. Contoh yang tak pernah dia lihat dari pernikahan orang tuanya dulu.
Sholat bersama, makan bersama dan yang pasti menonton tv dan bercerita kegiatan hari itu bersama-sama. Sesuatu yang hampir tak pernah ia dapatkan di rumahnya dulu.
Dibanding tinggal dengan mamanya, Nana merasa lebih hidup di sini. Tak perlu khawatir makan sendirian, tak perlu khawatir menunggu orang tua pulang bekerja hingga larut.
Pantas saja papanya makin terlihat bugar dan wajahnya berseri setiap hari. Ternyata kebahagiaan sederhana yang ia rasakan.
Nana tiba di sekolah yang lumayan luas ini. Ia langsung masuk kedalam dan diminta untuk menunggu diruang guru. Ia menunggu wali kelas membawanya ke dalam kelas.
Nana berjalan di belakang wanita bernama Ibu Gina seorang guru fisika yang menjadi wali kelasnya.
Di kelas XI IPA 1 Nana diminta memperkenalkan diri. "Perkenalkan diri kamu kepada teman-temanmu."
"Selamat pagi semuanya." Nana menatap seluruh murid yang duduk di bangku mereka masing-masing.
Ini kelas IPA apa kelas model? Isinya cowok ganteng sama cewek cantik semua. Ini sih pemandangan yang mengandung vitamin A. Bagus untuk mata. Hahaha. Batin Nana.
"Nama Saya Selena Kinara Wirya. Kalian bisa panggil Selena atau Nana."
"Pindahan dari SMA Harapan. Senang bisa bergabung di kelas ini. Semoga kedepannya kita bisa berteman dengan baik." Nana menatap semua teman barunya dengan senyum termanis yang ia punya.
"Ada yang mau ditanyakan?" Tanya Bu Gina.
Seorang cowok mengangkat tangannya. "Punya pacar belum?"
"Huuuuuu!!!" Seisi kelas bersorak. Dialah Calvin, si kapten futsal, cowok tampan yang suka tebar pesona.
"Calvin! Tanyanya privat dong, jangan di depan kelas. Entar yang di pojokan cemburu." Canda bu Gina, guru muda berusia 27 tahun yang menjadi salah satu guru favorit di sekolah ini.
"Hahahah... yang dipojokan siapa buk?" Tanyanya sambil tertawa dan melihat kearah pojok kelas.
"Tuh, sapu ijuk." Tunjuk Bu Gina pada sudut ruangan dimana sapu dan alat kebersihan ada disana.
"Hahahahah... " Seisi kelas kembali tertawa.
"Masih ada yang mau bertanya?"
Karena sudah tidak ada yang ingin bertanya, Bu Gina menyuruh Nana untuk duduk dibangkunya.
"Selena, kamu duduk di ujung ya. Cuma itu bangku kosong di kelas ini."
"Iya bu."
Nana duduk di bangku paling belakang, di sudut kanan kelas bersama seorang murid laki-laki.
Nana duduk dan menatap cowok berpakaian rapi itu. Dan matanya membulat sempurna membaca name tagnya. Sambara Dharmawan.
"Elo!" Seru Nana menyita perhatian beberapa orang.
Gue berhari-hari mikir gimana bisa deket sama nih cowok. Dan sekarang Tuhan buka jalan lebar banget. Dia ada di depan gue dengan sendirinya! Oh thanks God! Batin Nana.
"Ck!" Sambara berdecak. "Lihat depan."
Mata lo hampir keluar pas lihat gue! Emang gue setan! Batin Sambara.
"Kita lanjut pemilihan ketua kelas, wakil, sekertaris sama bendahara, Ya!"
"Iya bu."
"Atau kita pakai jabatan tahun lalu aja?" Tanya buk guru lagi.
Seorang siswa mengacungkan tangan. "Saya gak bisa jadi ketua kelas lagi, Buk."
"Kenapa Dimas?"
"Saya mau nyalon jadi ketua OSIS bu." Jawab siswa bernama Dimas.
Bu Gina mengangguk faham. "Oke, kita naikkan Putra sebagai ketua kelas dan wakilnya kira-kira siapa yang cocok?" Sebelumnya Putra menjabat sebagai wakil ketua kelas.
Semua orang menunjuk gadis di depan Nana. "Sherly..!"
"Jangan Bu!" Tolaknya. "Nih Zahra aja!" Tunjuk gadis itu pada teman sebangkunya.
"Sherly... Sherly... Sherly..." teriak seisi kelas.
Sherly mengangkat tangannya. "Oke... oke... gue bisa apa kalau kalian maksa, guys!"
"Yeee, ada papa Putra sama mama Sherly, di jamin kelas aman, Buk." Cowok di meja sebelah kiri Nana mengundang gelak tawa. Nana ikut senyum-senyum sendiri.
"Oke, Putra, Sherly, jaga anak-anak jangn sampai keluar kelas di jam kosong, ya."
"Siip. Buk!"
"Bendahara kelas dan wakilnya tetap Alma dan Sasa, Ya."
"Iya Bu." Sahut dua murid wanita yang duduk tepat di depan meja guru.
"Sekertaris dan wakilnya, masih Kiki sama Fikha juga, kan?"
Seisi kelas setuju. Nana takjub melihat cara mereka menentukan perangkat kelas. Diskusi singkat tanpa perdebatan.
Gue makin penasaran dengan murid di kelas ini. Batin Nana
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
abdan syakura
iissssss berasa muda lg Aqu nih..
Aliyah sih bukan SMA...
2023-01-23
1
Isabella
baru baca seru kak
berada muda kembali
ingat waktu Aliyah hehehehe
2022-02-13
0
SIFA Official
lanjut lagi kak
2022-01-18
1