Akhirnya Nana menelpon papanya. "Coba tanya nama mereka, Na. Papa mau bicara."
"Sebentar pa."
"Nama kalian siapa?"
"Sambara," ucap pria yang berhasil membuat hati Nana jedag-jedug.
"Fahri," jawab pria yang lain.
"Papa mau bicara sama Sambara, Na," ucap papanya di seberang telpon.
"Nih, papa mau bicara." Nana memberikan ponsel keluaran terbaru miliknya kepada Sambara.
Sambara menerima ponsel Nana dan meletakkannya ditelinganya. Mulai mendengarkan suara lawan bicaranya.
"Baik, om."
"Iya, om."
"Iya. Sip om."
Haya itu yang keluar dari mulut pria berkaos hitam itu. Nana sampai mengerutkan keningnya.
Om? Dia kenal papa?
"Ri, tunggu disini. Kamu nanti ikut mobil derek dari bengkel." Perintah Sambara pada temannya. Sambara segera menghubungi temannya untuk membawa mobil derek dari bengkel.
"Loe! Ikut gue!" Sambara berbicara pada Nana setelah memasukkan ponselnya ke saku celananya.
Nana hanya bisa melongo. Dia ngajak gue?
Sambara sudah naik di atas motor dan memakai jaket serta helmnya. "Mau pulang gak?" Tanyanya dingin.
"Eh... mau lah." Nana langsung mendekat dan naik ke motor.
"Nih, pakai helmnya!" Perintahnya tanpa ekspresi.
Nana memakai helm itu dikepalanya. Baru dua menit sepeda motor yang membawanya itu melaju, Nana sudah menepuk-nepuk bahu Sambara.
"Berhenti.... berhenti sebentar." Pintanya dengan suara tak jelas.
"Kenapa?" Tanya Sambara dingin.
Nana langsung turun dan membuka helmnya.
"Hooekkk ... hooeek ...." Nana muntah-muntah di pinggir jalan. Ia bahkan sampai berjongkok di rerumputan.
"Lo hamil?" Tanya Bara to the poin.
Bukan menjawab, Nana malah terus berjongkok dan tak ada niat untuk berdiri.
Bara mau tak mau turun dari motornya dan memijat tengkuk Nana. "Hoekk ... hoekk.." Yang keluar hanya sedikit karena Nana hanya sarapan roti dan susu pagi ini.
Nana berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissu basah yang ia ambil di tasnya. Ia masih berpegangan pada motor dan memberikan helm itu pada Bara yang sudah lebih dulu naik ke atas motonya.
"Sumpah! Nih helm temen lo bau ******! Bisa mati gue pake itu lama-lama."
Sambara menatap gadis di depannya yang berbicara tanpa jaim dan tidak dibuat-buat.
"Kenapa gitu banget lihatin gue!" Nana mendelik. "Gak percaya?"
"Cium noh!" Nana kembali memegang helm itu dan mengarahkan ke wajah Sambara. Namun percuma, Sambara kan juga pakai helm.
Tapi Sambara tau, helm temannya itu memang sedikit berbau tak sedap akibat tak pernah dicuci.
"Udah, buruan naik!" Perintahnya dingin.
"Gak pake helm nih?"
"Gak perlu. Kalo ada razia, lo gue serahin sama polisi buat jaminan."
Nana naik ke motor dengan susah payah karena tingginya tak lebih dari 158 cm. "Sekalian aja lo gade'in gue di sono!" Tunjuknya pada sebuah gedung besar yang merupakan pusat perbelanjaan.
"Buat beliin temen lo helm baru!" Nana masih menggerutu dan Sambara segera melajukan motornya membuat Nana yang belum siap hampir terjengkang kebelakang.
"Tok!" Nana memukul helm pria di depannya.
Lo ganteng! Tapi ternyata ngeselin juga! Dan gue sukaaaa!
Nana adalah tipe gadis yang punya tekad kuat dan yang pasti memiliki rasa penasaran yang tinggi. Jika selama ini pria agresif yang mendekatinya, justru sekarang dia yang berusaha mendekati seonggok tugu perbatasan bernama Sambara.
Tugu perbatasan? Yes, lihat sendiri seberapa kakunya tuh cowok.
Motor sport itu berbelok ke sebuah rumah mewah. Rumah yang dua hari ini ditinggali Nana. Kediaman Hadi Wirya.
"Lo cenanyang?" Ucap Nana sebelum turun. Karena merasa heran Sambara tau rumahya tanpa dia mengarahkan.
"Ck!" Pria tampan itu hanya berdecak.
"Iya... iya... Mau mampir gak!" Nana menawari.
"Gak perlu." Sahut si tugu perbatasan.
Dan ia langsung melajukan sepeda motornya meninggalkan rumah orang tua Nana.
Sambara Dharmawan, pria 17 tahun, putra dari pasangan Wawan Dharmawan dan Tamara Lestari. Dialah bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.
Bara, seorang siswa kelas XI di SMA Cahaya Bangsa. Ia adalah pribadi yang cuek, dingin dan terkadang menyebalkan.
Bengkel D'Servis adalah milik papanya. Ia lebih senang menghabiskan waktu di sana bersama Fahri, Dadang, manager bengkel- Om Galuh, serta karyawan bengkel lainnya.
Kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya tidak harmonis. Tinggal bersama tapi terasa seperti orang asing. Papanya sering keluar kota meninjau pabrik teh yang sudah 5 tahun dirintisnya. Sementara mamanya sibuk bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai sekretaris senior.
Pria berhidung mancung dengan bibir bawah sedikit tebal itu memiliki prinsip lebih baik kualitas dari pada kuantitas. Seperti lingkaran pertemanannya, ia lebih baik punya sedikit teman tapi yang benar benar mengerti dirinya.
Sambara, ia pintar dan berfisik nyaris sempurna tapi tak ingin menonjol di antara teman-temannya. Baginya, dikenal berarti diekspose. Dia tak ingin siapapun tahu kehidupannya, tentang hubungan orang tuanya, dan sisi dirinya yang berusaha ia sembunyikan.
Dia tetap irit bicara, tak ada bedanya antara di sekolah atau di luar. Tapi dari segi penampilan, ia berbeda. Ia berusaha berpakaian rapi ala goodboy, rambut tersisir rapi dan tali pinggang yang selalu setia melekat di tubuhnya.
Dia tak ingin terlihat keren di sekolah. Dia tak ingin merebut perhatian para gadis, dan dia benci jatuh cinta. Buat apa jatuh cinta kalau ditengah jalan saling meninggalkan, seperti orang tuanya.
Tapi semua berubah ketika ia bertemu Selena. Hatinya terketuk dengan rasa penasaran, karena gadis bernama Selena itu terlihat berbeda dari kebanyakan gadis yang ia kenal.
Gadis yang berbicara apa adanya. Ia juga terlihat tidak suka bersandiwara. Seperti tadi, saat ia tanpa malu, tanpa risih muntah-muntah karena bau helm yang tak sedap.
****
Kediaman Hadi Wirya.
Sudah dua hari Nana mencari cara untuk bisa kembali bertemu dengan pria bernama Sambara itu. Langsung datang ke bengkel adalah kesalahan besar.
Menaklukan pria sedingin dan sekaku Sambara harus dengan cara yang tepat, tidak agresif dan harus elegan. Tidak boleh terlalu berlebihan dan justru harus bersikap agak misterius untuk menarik rasa penasaranya. Itu hal yang Nana pelajari dari artikel yang ia cari di mesin pencarian di ponselnya.
"Hari pertama di sekolah baru. Sudah siap?" Tanya Hadi semangat saat mereka selesai sarapan.
"Siap dong pa!" Sahut Nana tak kalah semangat.
"Siap dong pa!" Suara anak kecil berusia 4 tahun mengikuti kata-kata Nana. Dialah Syakiel Kavindra Wirya, adiknya dari pernikahan kedua papanya.
"Semangat banget sayang." Wanita lembut itu, dia yang berhasil menggeser posisi mamanya di hati papanya. Dialah Ayudya, wanita berusia 32 yang sudah hampir 5 tahun diperistri oleh papanya.
"Harus dong, ma."
Nana tersenyum melihat bocah laki-laki yang tak akan mungkin hadir dalam rumah mamanya. Ya, alasan klasik yang membuat orang tuanya bercerai. Mama Salma tak lagi bisa punya anak karena suatu penyakit. Tapi syukurlah, ada sosok papa Haris yang mau menerimanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
martina melati
masing2 sdh punya pasangan
2024-06-26
0
martina melati
sampe dikira hamil krn muntah2
2024-06-26
0
martina melati
hahaha....
2024-06-26
0