"Papa pikir kamu mengenalnya, Will. Oh ya, tunggulah di ruangan papa bersama Caroline. Papa dan Jack akan ada di ruang rapat sebentar lagi. Caroline sudah menyiapkan semua berkasnya," Tuan Darius berdiri untuk menuju ruang rapat.
Jack tidak terima harus membiarkan kakaknya dan Caroline berduaan di ruangan papanya.
"Pa, kenapa Caroline tidak ikut rapat?" protes Jack.
"Biarkan Caroline berdiskusi dengan Will. Selama lima tahun belakangan ini dia berhasil membuat perusahaan semakin maju. Ayo lekaslah, semua direksi sudah menunggu," ajak Tuan Darius.
Sial! Papa tidak tau saja jika Caroline itu mantannya Will. Hemm, ini tidak baik.
"Jack, lekaslah!" ajak Tuan Darius.
Setelah kepergian Tuan Darius dan Jack, kini hanya ada William dan Caroline.
"Bagaimana kabarmu?" tanya William. Pria itu berdiri mendekati Caroline.
"Aku baik, Will." Caroline mengalihkan pandangannya dari pria itu.
"Sudah menikah?" tanya Will lagi.
"Itu bukan urusanmu lagi. Berhenti di situ. Jangan mendekat!" Caroline memundurkan dirinya sampai tepat berada di depan lemari berkas.
William sudah berubah. Dia terlihat semakin matang dan sangat tampan. Perasaan Caroline tidak bisa dibohongi jika dia masih menyimpan cinta untuk pria di hadapannya.
"Kenapa kamu tidak menghubungiku sama sekali?" cecar William.
Selama lima tahun menjalani pendidikannya, dia seperti pria kehilangan arah dan menyebabkannya harus menikahi Roseanne, istrinya. Caroline belum mengerti jika mantan kekasihnya sudah menikah.
"Aku ingin melupakanmu, Will. Kehidupanku lebih berharga ketimbang harus menangisi kepergianmu sepanjang hari." Caroline mendorong William untuk mundur. Pria itu sudah berjarak lima centimeter di hadapannya.
"Kamu berubah, Carol. Siapa yang mengajarimu bisa secantik ini?"
"Itu bukan urusanmu, Will." Caroline berusaha mendorongnya lagi, tetapi William keburu mendaratkan ciumannya pada gadis itu. Dia sangat merindukannya.
Caroline meronta untuk melepaskan diri karena mendapatkan serangan mendadak seperti ini. Jiwa dan raganya berjalan tidak selaras. Jiwanya menolak, tetapi raganya meminta lebih. Cukup lumayan lama ciuman yang mereka lakukan. Jika bukan karena dering telepon di meja CEO, William akan terus melu*at bibir gadis itu.
Caroline segera mendekati meja, tetapi sampai sana, dering telepon berhenti.
"Kamu luar biasa, Carol. Ini ciuman pertamamu, 'kan?" ucap William. Dia merasakan sesuatu yang berbeda ketika mencium gadis itu. Itu artinya, dia belum dimiliki oleh siapapun. William sengaja menggigit bibirnya agar Caroline mengeluarkan lidahnya. Keduanya saling bertukar saliva.
"Itu tidak ada urusan denganmu, Tuan Will. Tolong jaga batasanmu! Aku karyawan Austin Group, tolong jangan ganggu aku," ucap Caroline.
Gadis ini semakin hari semakin menarik. Tidak pernah salah jika aku sampai sekarang masih mencintainya.
"Apa Jack memperlakukanmu dengan baik?" William mendekat lagi ke arah Caroline. Gadis itu mundur lagi sampai berada di kursi depan meja CEO.
"Dia lebih baik dari Anda, Tuan. Bahkan, dia tidak sekurang ajar Anda," balas Caroline.
Menurut Caroline, pria di hadapannya ini sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Dulu, pria ini sangat menghargai dirinya. Bahkan untuk menyentuh bibirnya, William tidak pernah melakukannya.
"Tidak mungkin. Tawaran Jack selalu menarik wanita. Bisa jadi, kamu adalah salah satu targetnya," ucap Will memojokkan mantan kekasihnya.
"Tawaran CEO nanggung itu memang selalu menarik, Tuan. Tetapi aku tidak pernah tertarik sedikitpun." Caroline mendorong William sampai terjatuh ke lantai. Caroline hendak keluar ruangan dan kembali ke meja kerjanya. Sayang, William sangat cekatan. Dia menarik gadis itu sampai tepat jatuh dan menindihnya.
Caroline meronta mendorong pria itu lagi, tetapi tenaganya masih kalah dari William.
"Jangan bergerak. Kamu bisa membangunkan sesuatu di bawah sana. Biarkan seperti ini. Aku masih merindukanmu, Carol," ucap William.
Tok tok tok.
Seseorang mengetuk pintu, dengan cepat Caroline beranjak berdiri. Sementara Will masih pada posisinya.
Ceklek!
Ternyata yang datang adalah Tuan Darius.
"Kamu kenapa, Will?" tanya papanya.
"Hanya mengetes sekretaris papa. Ternyata dia jago karate. Aku sampai terjatuh seperti ini," ucap William berbohong. Dia beranjak kembali ke sofa. Sementara Caroline masih berdiri di hadapan Tuan Darius.
"Papa kemari karena ada satu berkas penting yang ketinggalan. Jack selalu saja ceroboh." Tuan Darius mengeluhkan sikap putra bungsunya.
"Apakah sudah ketemu, Tuan?" tanya Caroline.
"Sudah. Aku harus kembali lagi ke ruang rapat." Pria paruh baya itu tidak tau jika meninggalkan putra sulungnya akan membuat petaka bagi sekretarisnya.
"Apa Tuan tidak membutuhkan keberadaanku di sana?" tanya Caroline. Dia berharap bisa terbebas dari William.
"Tunggu di sini saja. Berbincanglah dengan putraku," jawab Tuan Darius. Dia langsung keluar dari ruangannya.
Setelah pintu tertutup, Caroline merasa terjebak berada di ruangan CEO itu.
"Sudah kubilang, papaku sangat mendukung keberadaanku di sini. Duduklah di sofa, temani aku mengobrol," pinta William.
"Aku harus kembali ke ruanganku, Tuan William yang terhormat. Ada banyak pekerjaan yang harus dikerjakan," pamitnya.
"Sudah kubilang, tunggu dulu! Aku ingin berbicara banyak padamu. Kenapa selama lima tahun ini kamu tidak pernah menghubungiku?" William tidak bisa menerima kenyataan bahwa setelah Caroline mengatakan kata putus, dia sudah tidak pernah menghubunginya lagi.
"Ponsel yang Anda berikan sudah kujual. Aku butuh uang untuk menyewa rumah. Apa aku salah melakukan itu?" balas Caroline. Dia tidak ingin terjebak lagi pada pesona William yang membuat kehidupannya semakin rumit.
"Kamu menolak debit card yang kuberikan. Malah menjual satu-satunya alat komunikasi yang kamu miliki. Kamu sengaja membuatku gila?" ucap Will. Pria itu sangat menyayangi Caroline dari segi apapun. Kesederhanaan, kecerdasan, kecantikan, dan pemberani. Semua ada pada gadis itu.
"Maaf, Tuan. Itu hanyalah masa lalu. Tolong jangan ingatkan lagi. Sekarang semuanya sudah berubah. Aku di sini untuk bekerja dan menyambung kehidupan. Tolong jangan buat hidupku susah," pinta Caroline.
William tidak pernah tau, semasa hubungannya dengan Caroline, mamanya William selalu meneror gadis ini. Dia harus berpindah tempat sampai mamanya pernah sakit karena gonta-ganti tempat kerja. Setelah kepergian William ke luar negeri, barulah teror itu berhenti dengan sendirinya. Hingga dia bekerja di Austin Group dan berhasil membeli rumah baru yang tidak terlalu besar namun bisa dinikmati bersama mamanya. Mama Caroline fokus mengurus rumah sejak putrinya menjadi sekretaris kepercayaan Austin Group.
"Kenapa kamu selalu menolak pemberianku, Carol? Kamu juga membuat aku semakin khawatir karena tidak pernah mendengar kabar darimu." William sangat mengeluhkan betapa sulitnya masa itu tanpa kabar dari kekasihnya. Caroline memang meminta putus, tetapi William tidak pernah menerimanya.
"Karena aku bukan siapa-siapa untukmu, Tuan," jawab Caroline.
"Kamu salah, Carol. Sampai kapanpun, kamu adalah canduku."
Sekali lagi, William mendekatinya. Caroline memilih mundur beberapa langkah agar pria itu tidak semakin kurang ajar. William sudah berubah menurut Caroline. Tetapi bagi seorang William, dia tetaplah William di masa lalu. Ada beberapa sisi kelam yang di hadapi William sehingga menjadi orang yang berbeda.
🍎🍎🍎🍎Bersambung🍎🍎🍎🍎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani Suryani
😠😤 dasar laki" 🐺
2024-07-30
0
Heny Ekawati
jijik aq sama will
2022-03-02
0
abu😻acii
jadi ngk seru,
2022-02-22
0