Bab 3

Untuk pertama kalinya, setibanya ia di daratan Indonesia, rintik hujan menyambut kehadirannya. Aroma basahnya tanah segera tercium olehnya, memberatkan laju napasnya yang sudah sesak sejak ia memutuskan untuk mengamini keputusan ibunya untuk kembali. Menatap lagi wajah-wajah yang telah lima tahun ia tinggalkan. Hingga detik ini, tangannya masih saja mendingin membayangkan bagaimana kehidupannya setelah memutuskan ini semua. 

Rasanya berat.

Beban yang tertumpuk di kedua pundaknya semakin memberatkan ia untuk menganggap bahwa semua ini adalah kenyataan. Ia seperti mimpi, dan akan selalu berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Denyut jantungnya selalu tak pernah beraturan, bahkan sangat cepat sampai tak terdengar lagi ketika benaknya mengantarkan alam sadarnya kepada jejak terakhir ia ditempat ini.

Banyak sekali. Sudah begitu banyak yang ia ingin lupakan. Antara perasaan rindu dan terluka seolah beradu hantam dalam batinnya. Ia merindukan, sekaligus meringis mengingatnya.

"Arnetta ..."

Wanita itu segera menoleh ke arah sang ibu yang tengah duduk diatas kursi roda yang ia dorong. Mereka tiba pagi hari, ketika hujan mengguyur ibukota, merubah rintik-rintik menjadi sengatan air yang menyakitkan. Membuat bunyi gaduh yang mengganggu.

"Kita sudah sampai, Bu." Ucapnya lirih.

Arnetta tak memiliki semangat mengingat mereka telah menginjakka kakinya untuk pertama kali di tanah kelahirannya. Bayangan kelam bagaimana ia memutuskan untuk pergi dari negara ini terus menghantui tidurnya. Bahkan, Arnetta sama sekali tak menikmati waktu luangnya berada didalam pesawat untuk beristirahat.

Ratih enggan menoleh ke arah sang putri, yang ia yakini tengah dalam keadaan galau. Ia tahu Arnetta takkan sudi menginjakkan kakinya lagi ditempat ini, apalagi sejak kejadian lima tahun yang telah merengut mimpi indahnya tanpa alasan. Ia juga tahu Arnetta masih tak bisa melepaskan mimpinya bersama pria itu. Luka yang dibawanya sampai lima tahun ini telah tumbuh subur dalam hatinya.

"Aku akan memanggilkan taksi." Ucap Arnetta yang meminggirkan ibunya di sudut bandara. Mereka sampai ketika orang-orang belum begitu banyak yang berkumpul disana. Hanya ada beberapa orang asing dan juga petugas disana. Pukul tiga pagi bukanlah waktu dimana banyak orang yang rela berdatangan di tengah hujan.

Arnetta berlari kecil mencari sebuah taksi yang masih menepi di sudut parkir kedatangan. Ia tak ingin meresikokan sang ibu yang akan sakit terkena air hujan itu. BIarlah ia yang menembus hujan itu, ia rela. Hanya Ratih yang ia punya. Bagi Arnetta, ibunya adalah segala-galanya yang ia punya.

Wanita paruh baya itu memperhatikan bagaimana Arnetta menahan diri untuk menolak keinginannya. Ratih tahu jika keputusan ini berat bagi putrinya, ia juga tahu jika Arnetta sulit melupakan masa lalu dan berdamai dengannya. Banyak luka yang telah mereka lewati bersama selama lima tahun belakangan ini.

Hanya saja, Ratih sudah tak ingin membebani Arnetta. Anaknya tak perlu memusingkannya lagi jika mereka berada disini. Ia sudah tahu jika Rivai, mantan suaminya telah memutus semua pembiayaan saat mereka masih berada di Singapura. Tapi, apa mau dikata. Itu adalah hak pria itu meski pada akhirnya Ratih harus mengorbankan segala-galanya demi pria itu. Dan sekali lagi, ia menyesali keputusannya yang tak berani melawan.

"Maafkan ibu, Arnetta. Maafkan Ibu."

***

Arnetta memperhatikan sang ibu yang tampak tenang duduk dibelakangnya. Ia sengaja duduk di samping pengemudi, karena banyak barang bawaan yang tak memiliki ruang di bagasi. Mobil sedan berwarna biru itu membawa mereka menembus jalan yang hampir menerang. Hujan yang turun semakin deras membuat Senin pagi tampak lebih padat dari biasanya. Setidaknya beberapa saat berada di Indonesia tak langsung membuatnya mengingat kembali segalanya. Ia masih bisa melihat keasingan yang dulu tak dilihatnya selama berada disini.

Sesampainya di rumah, Arnetta sudah memiliki angan untuk merebahkan tubuhnya diatas kasur lamanya yang sudah sangat ia rindukan. Betapa ia melupakan banyak hal di sini. Banyak tempat yang masih diingatnya memiliki kenangan manis, meski tak banyak. Hidupnya tak jauh lebih menyedihkan disini, bahkan tak di hargai. Sama halnya bekerja di Club malam dulu, hanya berbeda pandangan orang lain melihatnya.

"Arnetta ..."

Suara Ratih membuyarkan lamunan Arnetta. Wanita itu segera menoleh kebelakang dan melihat wajah sang ibu yang bersandar pada jok mobil taksi yang mereka tumpangi.

"Ada apa, Bu?"

Ratih tak langsung berucap. Ada kegamangan yang tersirat di matanya yang melihat ke arah luar jendela. Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah yang dulu mereka tinggali. Namun, itulah yang membuat Ratih khawatir bagaimana reaksi Arnetta jika mengetahui semuanya. Putrinya itu pasti akan sangat terluka jika tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Ia tahu pria itu pasti sudah menghilangkan semua jejak tentang mereka, dan Ratih paham apa penyebabnya.

"Kita tiba bisa kembali ke tempat itu."

Sejenak Arnetta mengerutkan keningnya. Ucapan sang ibu seperti sebuah teka-teki dikepalanya. Ia tak bisa begitu saja mencerna dengan otaknya. Butuh beberapa saat baginya melontarkan kalimat tanya kepada sang ibu, setelah menemukan dugaan mengerikan yang tak pernah ia harapkan.

"Kenapa, Bu? Sebentar lagi kita akan sampai di rumah. Bukankah kau harus beristirahat?"

Ratih memejamkan matanya sebentar, saat disadarinya hanya tinggal menoleh saja, Arnetta akan mengetahui segalanya. Ia tak bisa melihat reaksi putrinya yang mungkin akan syok melihat kenyataan kehidupan mereka yang sudah tak lagi sama.

Melihat sang ibu tak menyahutinya, Arnetta pun kembali menolehkan kepalanya. Namun, suara supir lebih menyentakkan pikirannya dari kalimat ambigu yang Ratih berikan untuknya.

"Mbak, Dimana rumahnya? Saya lihat semuanya hanya tanah kosong."

DEG

Sekali lagi, Arnetta harus kembali berpikir dengan ucapan yang didengarnya dari sang supir. Ia pun mendongakkan kepalanya dan melihat apa yang baru saja diberitahukan kepadanya. Disana, dihadapannya tak ada rumah. Bangunan yang seharusnya ada disana dan terbangun untuk menyambut mereka seperti hilang ditelan bumi. Tak ada teras mungil yang biasanya menjadi objek pembersihan oleh sang ibu. Tak ada pagar kayu kecil yang hampir lapuk. Ia tak melihat apapun selain tanah merah yang basah karena di guyuri gerimis deras tadi pagi. Tidak ada apapun, semuanya hilang.

"Ibu .." Arnetta menoleh cepat kebelakang, namun ia lebih terkejut lagi ketika mendapati darah yang mengucur deras dari kedua lubang hidung Ratih. Jantungnya seketika berdenyut sangat cepat. Ia tak tahu dari mana darah itu berasal, dan sejak kapan berada disana. Kepanikan tak lagi dirasakannya. Arnetta tak bisa mengendalikan dirinya, selain ia mendengar mulutnya sendiri berteriak pada supir untuk memutar balikkan mobil ke arah rumah sakit.

"Putar balik! Antar kami ke rumah sakit."

***

"Saya tidak tahu apakah pasien rutin meminum semua obat yang diresepkan disini, tapi penyakitkan semakin memburuk. Kanker yang terus menjalar di tubuhnya semakin ganas. Kami tidak bisa bertindak banyak selain melakukan tindakan pencegahan dengan Kemoterapi."

Rasanya dunia Arnetta ingin menenggelamkan wanita itu bulat-bulat. Wanita itu tak lagi menyadari dimana dirinya berpijak. Tatapannya kosong, dengan telinga yang masih terus diperdengarkan oleh suara pria berjas putih paruh baya yang terus menganalisa keadaan ibunya.

Dirinya hancur, ketika mengetahui ada penyakit lain dalam tubuh ibunya selain kista. Ia tak pernah mengetahui hal itu sebelumnya saat mereka berada di luar negeri. Ibunya tak pernah mengeluhkan apapun, bahkan terlihat selalu baik-baik saja saat Arnetta menanyakan keadaannya. Ia tak sanggup membayangkan apakah ibunya sering menjerti kesakitan kala rasa sakit menggerogoti tubuhnya. Melihat ibunya terbaring lemah diatas kasur dengan selang yang menempel dimana-mana sudah membuat dirinya terenyuh. Arnetta tak tahu apa yang akan terjadi jika ibunya pergi meninggalkannya. Mungkin, ... ia bisa gila.

"Lakukan apapun, apapun asal ibuku selamat, Dok." Arnetta berucap, nyaris memohon pada pria itu. Ia berharap dapat menggantungkan hidupnya pada pria yang mungkin bisa menyelamatkan hidup Ratih. Tanpanya, Arnetta pasti akan hancur. Ia akan kembali terluka.

Pria paruh baya itu hanya bisa menghela napasnya ketika melihat sosok wanita muda yang begitu gigih menyelamatkan ibunya. Tapi, ia tak bisa berjanji banyak hal padanya. Kanker yang diderita oleh ibunya sudah berada dalam tahap yang membahayakan. Entah apa yang akan terjadi pada wanita itu jika sedikit sata terlambat di bawa ke rumah sakit.

"Saya tidak bisa menjanjikan apapun, tapi saya akan berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan ibu anda. Tapi, mungkin ini semua akan memerlukan waktu dan biaya yang tak sedikit."

Waktu? Arnetta rela membiarkan dirinya menghabiskan waktunya untuk merawat sang ibu dan menjaganya. Baginya tak masalah dengan keadaan itu. Tapi, jika Uang ia tak memilikinya. Uang yang ada ditangannya pasti takkan cukup untuk membiayai semuanya. Ia harus mencari tambahan lain untuk membiayai pengobatan ibunya. Namun, Arnetta yakin dirinya takkan sanggup jika kehilangan Ratih. Ia benar-benar akan menjadi gila tanpanya.

"Lakukan apapun, aku akan mencari uang sekalipun harus ke ujung dunia."

***

Disinilah ia, berdiri di depan gerbang rumah megah yang sudah tak lagi diingatnya. Arnetta tak pernah mengingat apakah dirinya punya ingatan masa kecil di tempat ini. Rumah megah dengan pilar yang menjulang tinggi menjadi ciri khas pria yang enggan diakuinya sebagai ayah. Jika bukan karena terpaksa, Arnetta enggan menginjakkan kakinya kembali ditempat ini. Rasanya semua itu semakin mengoyakkan batinnya yang terluka. Tapi, setidaknya ia harus mengusahakan yang ini terlebih dahulu. Ia hanya berharap Rivai bisa memenuhi janjinya di masa lalu setelah menghancurkan rumahnya dan kehidupannya. Ia harus tegar demi ibunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!