Bab 2

Kakinya membeku. Cengkramannya pada pegangan kursi roda itu berubah menjadi sebuah kepalan yang menghantam ke ulu hatinya tanpa sadar. Wanita itu merasakan napasnya memberat. Kalimat yang selama ini ia takutkan terdengar, hari ini, dimana semua kehidupannya telah berubah. Dari mulut orang yang paling ia cintai.

Perlahan, pegangannya terlepas. Ia berjalan mendekati wanita itu. Ia melihat dengan kedua matanya bilur-bilur penyesalan. Wajah tua itu tampak tak lagi bersinar seperti biasa, seperti sudah sangat lama wanita itu memendam semua ini.

Apakah ini semua sudah berlangsung sangat lama? Ketika dirinya berada dalam ketidaktahuan ...

"Ibu ..."

Ratih menoleh. Wajah pucatnya tampak begitu menyedihkan. Sepasang matanya menyendu, seolah dirinya yang sekarang adalah makhluk yang paling lemah di dunia ini. kesedihan tampak begitu jelas melalui matanya.

"Kita tak bisa terus berada disini, Arnetta." Suaranya bergetar. Butuh seluruh hidupnya untuk mengatakan kalimat yang telah lama ia sembunyikan itu. Ratih tak sampai hati melihat putri semata wayangnya, harta paling berharga miliknya di dunia ini bekerja keras mati-matian hanya untuk menghidupi wanita tua yang jelas-jelas tak lagi memiliki harapan untuk hidup. Arnetta berhak untuk memilih jalan kehidupannya sendiri.

"Ibu, tidak ... kita akan tetap disini." Arnetta hampir meledakkan emosinya sendiri. Ia tak menyangka jika wanita yang selama ini berdiri mendukungnya dibelakang mengatakan semuanya. Kalimat yang paling ia takutkan selama ini. Arnetta tahu dirinya takkan bisa menentang keinginan ibunya sendiri. Takkan ada yang bisa membuat dirinya mengabaikan permintaan wanita yang paling ia cintai.

"Aku sudah hampir mati."

DEG

Arnetta berhenti. Napasnya tercekat saat sepasang mata itu senada berbicara dengannya tentang kematian. Tak bisa dibayangkan olehnya betapa menyakitkannya bayangan mimpi buruk itu melintas. Melihat wanita ini tak lagi berada didepannya, tak bisa lagi digenggamnya. Arnetta berusaha sekuat tenaga yang ia miliki untuk menyembuhkan penyakit ibunya. Tak peduli seberapa harga diri yang telah ia jatuhkan selama ini. tak peduli seberapa menyakitkannya kenyataan ini. Selama ia memiliki ibunya disisinya, Arnetta takkan membutuhkan apapun lagi.

Ibunya penyembuh lukanya. Jika sampai wanita ini hilang dari hidupnya, Arnetta yakin ia bisa gila. Ia bisa kehilangan semangat untuk hidup. Selamanya.

"Tidak. Kau tidak akan kubiarkan mati, Bu. Aku akan melakukan apa saja untuk mencegah semua itu." Arnetta mulai terisak. Wanita itu pun berjongkok didepan sang ibu. Membiarkan tangis yang akhirnya mengalir dengan sempurna menjaraki mereka.

Ratih menjalarkan tangannya membelai sang putri. Betapa gigihnya sang anak yang kini telah dewasa. Ia tahu wanita muda yang kini telah berubah menjadi setangkai bunga mawar yang telah mekar sedang memperjuangkan dirinya untuk hidup. Arnetta berjuang mati-matian hanya untuk mempertahankan kehidupan seorang wanita renta yang tahu seberapa lama lagi hidupnya akan bertahan.

Tapi, Ratih tak bisa menyiksa sang putri lebih lama lagi. Arnetta harus kembali ke jalan yang seharusnya. Banyak yang sudah ditinggalkan oleh putrinya itu demi melakukan pengobatan untuknya. Disini ... tak ada satu pun yang mereka kenal dan akan membantu ketika susah. Rivai telah menghentikan pembiayaan untuk penyembuhannya. Lelaki itu tanpa memberitahu terlebih dahulu membuat mereka harus berpindah tempat tinggal sampai menyebrang ke negara lain.

Arnetta.

Ratih harus memaksa Arnetta kembali. Ia tahu apa yang dilakukan putrinya saat ini adalah hal yang salah. Sebanyak apapun wanita itu menutupi pekerjaan yang dilakukannya setiap malam, kenyataannya Ratih sudah melihat semuanya. Ia harus menahan tangis kala melihat sang putri harus menjajakan tubuhnya diantara pria hidung belang yang datang ke tempatnya bekerja sebagai Host. Beberapa memandang rendah wanita yang telah lahir dari rahimnya itu.

Ratih tak bisa melihatnya lebih lama.

"Percayalah, Arnetta. Kita akan kembali bersama-sama. Disana aku akan bersamamu, putriku. Aku yakin kita akan kembali merajut benang yang telah terputus karena waktu. Lupakan pria itu. Lupakan semua kenangan pahit yang menghantui kita, nak." Ratih mengelus puncak kepala sang putri. Bahkan, menjadi pemulung sampah lebih terhormat dari pada pekerjaan Arnetta yang sekarang dilakoninya. Ratih lebih menyukai itu.

"Ibu ..."

"Kita akan kembali."

Kehilangan cinta tak membuat Arnetta hancur. Ia begitu bangga pada putrinya. Ia yakin sang putri memiliki kehidupan yang lebih baik setelah ini. Doanya tak pernah putus untuk Arnetta. Ia meyakini iman putrinya akan kuat melihat pria itu. Arnetta pasti bisa memutuskan tali yang menyambungkan kehidupannya dengan pria bejat itu.

"Lupakan, Jullian. Lanjutkan hidupmu, sayang."

****

Arnetta memandangi langit-langit kamarnya. Malam telah menjemput, bersamaan dengan kegalauan hatinya. Meski waktu telah menunjukkan hari yang sudah berganti, namun tak sedikit pun rasa kantuk menjemputnya. Pikirannya terus melayang pada apa yang tadi diucapkan oleh sang ibu, dimana wanita itu meminta mereka agar kembali ke Indonesia. Entah mengapa ada perasaan yang memberatkan hatinya.

Selama lima tahun ia telah berjuang mati-matian untuk mengenyahkan perasaan sakit yang melanda hatinya. Ia berusaha sekuat tenaga melupakan perasaan yang tumbuh karena pria itu. Ia selalu menganggap bahwa momen indah yang pernah dijalaninya bersama pria itu hanyalah mimpi indah. Arnetta harus bangun untuk menerima kenyataan, bahwa seorang Jullian Basuki bukanlah untuknya.

Ia sadar dengan apa yang terjadi dulu adalah ketukan dari alam nyata untuk membangunkannya. Sejak awal hubungan mereka adalah sebuah kesalahan. Sepatutnya lelaki itu berdiri dipelaminan bersama Lusi, dan bukan bersamanya. Angan-angan perasaan mereka menyatu seperti bayangannya hanyalah busur pemanah yang menghujam jantungnya.

Jullian tidak pernah mencintainya.

Begitulah pada akhirnya, dan yang seharusnya terjadi. Pria itu mungkin saja bisa mengucapkan rasa manis itu dengan penuh cinta, tapi jika pada akhirnya yang terjadi adalah sebuah kepahitan, maka hanya akan membawa duka. Dan, Jullian pasti takkan pernah memikirkan dampak dari semua itu.

Terutama untuk seorang wanita miskin dan lugu seperti seorang Arnetta.

Kini setelah perlahan ia bisa melupakan semuanya, ibunya memintanya untuk kembali ke tempat laknat itu. Arnetta tahu jika dirinya kembali, sudah tak ada lagi jalan untuknya melarikan diri. Hatinya pasti akan berpihak lagi pada Jullian. Cinta pertama yang akan selalu melekat meski pada akhirnya pria itu lebih memilih Lusi, yang berdiri diatas segala-galanya.

Arnetta takut. Perasaannya mengatakan bahwa kepulangan mereka akan membawa hal buruk bagi hidupnya. Ia pasti takkan pernah bisa hidup tenang disana. Ada banyak kenangan bersama orang-orang yang telah menyakitinya, merusak hidupnya tanpa sadar. Nyatanya setelah bertahun-tahun mencoba membenci, mendengar kata "pulang", Arnetta masih merasa tubuhnya gemetar hebat.

Wanita itu pun membalikkan tubuhnya menjadi menyamping. Ia menyanggah kepalanya dengan tangan. Entah apa yang menahannya disini, Arnetta merasa ditempat asing inilah rumahnya berada. Di sana sudah bukan lagi menjadi rumahnya. Membayangkan dirinya menginjakkan kaki disana saja sudah membuat Arnetta merasakan neraka kedua. Entah apa yang akan terjadi saat mereka tiba disana.

Mungkin saja Neraka telah berpindah tempat.

Bayangan wajah Jullian yang masih lekat dalam benaknya menjadi momok yang menyeramkan. Itulah pintu neraka yang akan menyambutkan. Perasaan sakit itu akan mendera, bahkan akan selalu menyiksanya. Kenyataan bahwa pria yang dicintainya adalah kakak iparnya sendiri. Mantan kekasih yang sempat mengisi relung hatinya, atau mungkin masih hingga kini adalah milik wanita yang masih memiliki ikatan darah dengannya.

Ya, Arnetta mencintai Jullian, kakak iparnya sampai saat ini.

Bagaimana bisa ibunya mengatakan dirinya harus melupakan pria itu. mencintainya saja sudah membuatnya menderita selama bertahun-tahun, apalagi melupakannya. Mungkin itu adalah kematiannya.

"Aku masih mencintainya, Tuhan." Gumamnya tanpa sadar.

***

"Jadi, wanita itu akan pulang tiga hari lagi?"

Di sebuah ruangan yang megah, terlihat seseorang tampak duduk disalah satu kursi yang berada di belakang meja utama disana. Ruangan yang dikelilingi oleh rak buku yang melingkar menjadi pemandangan menakjubkan yang terjadi didalam sana. Seorang pria yang tampak sedang menelepon seseorang menjadi pelengkap suasana elegan disana. Suara berat yang khas terdengar begitu senang mendengar apa yang baru saja didengarnya dari salah satu sumber yang memberikan info penting kepadanya.

Sepasang mata kelam itu semakin menggelap kala sosok yang berada di sebrang telepon sana mengabarkan sesuatu hal penting lainnya kepada pria itu. seringai liciknya tampak semakin menyeramkan.

Tak ada yang bisa menebak apa yang ada dalam pikiran pria itu. yang pasti, bukanlah hal baik mengingat senyuman itu tampak sangat misterius. Ketika sambungan teleponnya terhenti, sontak saja pria itu tertawa kencang. Tawa mampu meremangkan bulu halus pada kulit siapa saja yang mendengarnya.

Jullian telah menantinya. Selama lima tahun, rencananya untuk menghancurkan wanita itu akhirnya terlaksana. Kini wanita itu takkan bisa lagi melarikan diri. Cepat atau lambat, pria itu akan menunjukan kepada Arnetta siapa yang akan hancur pada akhirnya.

Ya, Jullian akan membuat wanita itu hancur sampai hidupnya tak lagi berharga.

"Arnetta, bersiaplah untuk datang ke tempat penyiksaanmu, karena aku akan memindahkan neraka untukmu. Kali ini kau akan hancur ditanganku." Ucapnya dengan kilatan mata yang tajam penuh dendam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!