"Senja hanya ingin sendiri sebentar."
"Ask ... Maafkan Aku. Sungguh Aku lepas kontrol. Jangan pergi! bagaimana Aku dan anak-anak?" Darren kembali mengiba.
Perempuan itu menggeleng pelan. "Kalian semua sudah bisa mengurus diri kalian sendiri. Senja hanya butuh waktu untuk sendiri."
"Please ... Kamu boleh menghukum Aku, apapun. Tapi jangan pergi. Kalau perlu injak tangan lancang ini dengan kakimu." Darren mengangkat tangannya yang sudah berbalut perban dengan rapi.
Lagi-lagi istri Darren itu hanya menggeleng. "Senja tidak akan menghukummu. Penyesalan yang kamu rasakan, itu sudah lebih dari cukup. Jika bukan di pipiku ini. Pasti tanganmu itu sudah mendarat di pipi Zain."
Darren melihat bekas kemerahan yang kentara di wajah istrinya. Tangannya terangkat tapi bergetar ketika akan menyentuh pipi itu. "Maafkan Aku, Ask ... Maaf."
"Senja yang salah, Ask ... tidak bisa menjadi istri sekaligus Ibu yang baik. Ucapanmu dan Zain, mencerminkan kegagalanku menjaga keutuhan keluarga kita. Kamu tidak sepenuhnya salah, begitu pula dengan Zain. Senja yang salah." Perempuan itu melepaskan genggaman tangan suaminya. Lalu menutup kopernya.
Zain yang sedari tadi melihat dan mendengar pembicaraan Darren dan senja, hanya berdiri terpaku di depan pintu kamar yang tidak sepenuhnya tertutup rapat.
Beyza yang ingin berpamitan dengan mama dan daddynya melewati Zain begitu saja.
"Dad ... Bey mau jalan-jalan sama teman." Gadis cantik itu langsung bergelayut di lengan Darren.
Senja memperhatikan penampilan anak perempuan satu-satunya itu. Masih aman, karena Beyza memang tidak menyukai baju yang terlalu terbuka. Celana jeans press body, t-shirt polos dipadu outer kekinian. Tas slempang senada dengan warna flat shoes yang dikenakan.
"Teman yang mana?" selidik Darren seperti biasa.
"Teman sekolah Beyza lah, Caroline, Ine, sama Derya dan Genta juga. Cuma mau nonton dan makan, setelah itu pulang. Driver Genta yang akan menjembut Bey dan Der," jawab Beyza dengan santai.
Gadis itu bukannya tidak tahu raut sedih yang tampak di wajah kedua orangtuanya. Beyza berharap, semua akan kembali baik-baik saja. Semoga rencana Derya dan dirinya bisa berhasil.
"Jangan pulang terlalu larut, Bey ... Ingat, jam malam kalian hanya sampai pukul delapan." Senja mengingatkan dengan tegas.
Tidak jauh berbeda dengan Beyza, Derya pun melewati Zain tanpa menyapa. Seolah tidak melihat kakaknya itu. "Sudah siap Bey? Genta sudah di bawah. Dad ... Ma ... Kami pergi dulu." pamit Derya mencium punggung tangan sang daddy lalu memeluk mamanya sekilas.
"Hati-hati," ucap Senja dan Darren dengan kompak.
Beyza dan Derya tersenyum dan mengangguk bersamaan. Kedua saudara kembar itu saling melempar pandang penuh arti.
Senja berjalan menyeret koper kecilnya , Darren kembali menahan dengan mengunci pintu kamar secepat kecil.
"Kamu mau ke mana, Ask? Kita tidak pernah seperti ini. Sesulit apapun. Kita pasti bisa melalui berdua. Jika aku salah, ingatkan dan marahi aku. Tapi jangan pergi. Aku lebih baik melihat wajahmu yang cemberut dan omelanmu. Aku lebih suka seperti itu, daripada harus tidak melihatmu sama sekali."
Senja melempar senyuman yang selalu menyejukkan. "Senja hanya pindah kamar. Sendiri tidak harus jauh, cukup berada di lantai empat. Jangan sesekali menyusul Senja ke sana dan jangan berfikir urusan kita kali ini akan selesai di ranjang. Senja tidak mau tahu, kamu dan Zain harus kembali berbicara."
Darren menarik nafas lega, setidaknya tidak keluar dari rumah. Dia masih bisa pura-pura mengigau untuk sampai ke sana.
Senja terperanjat, karena saat membuka pintu ada Zain di sana. Setelah melempar senyuman tipis, dia memutuskan melenggang santai meninggalkan suami dan anak pertamanya itu. Senja ingin mengambil camilan di lantai satu dulu sebelum menepi ke lantai empat.
Zain, dengan sedikit keberanian masuk ke kamar untuk menemui daddynya.
"Dad ...." panggil Zain dengan hati-hati.
"Hemmm ...." jawab Darren tanpa melihat pada Zain.
"Zain minta maaf, Dadd ... gara-gara Zain, daddy tidak sengaja menampar mama. Zain sangat menyesal." Zain menatap daddy nya dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu berhasil membuat hati Daddy hancur, Zain. Apapun usaha Daddy untuk menghapus perbandingan antara Daddy dan papamu, kata-kata itu ternyata tetap ada. Entah keluarnya dari mulut siapa lebih dulu. Sudah Daddy katakan dari awal, daddy tidak akan sanggup jika menjadi seperti papamu. Tapi kalau sekedar memperlakukan sama dengan Dasen, Derya dan Beyza. Daddy sangat sanggup." Darren menghentikan sejenak ucapannya, menatap lekat wajah Zain yang tertunduk lesu. Tinggi keduanya kini sudah sama.
"Daddy tidak pernah menyakiti fisik dan hati mamamu sedalam hari ini. Apa yang kita lakukan tadi, sama-sama menyakiti hati mamamu. Apakah ini yang memang kamu inginkan? Kamu berharap kami berpisah bukan? Kamu selalu merasa Daddy dan mamamu seharusnya tidak menikah bukan?" suara Darren sangat pelan saat mengucapkannya.
Zain menggeleng kuat. "Tentu saja tidak, Dadd. Zain hanya emosi"
"Emosi kita, sudah membuat mamamu merasa gagal. Menjadi seorang istri dan sebagai seorang ibu. Menurutmu, kita sekarang harus bagaimana?"
"Meminta maaf saja tidak cukup, Dadd. Pasti mama menginginkan apa yang membuat kita emosi juga selesai." Zain memahami Senja dengan baik.
Dalam hati, Darren membenarkan ucapan Zain. Tapi haruskah dia menurunkan egonya? menyetujui hubungan Zain begitu saja? Itu sama sekali bukan dirinya.
"Bagaimana acara tadi?" tanya Darren.
"Ayah Airin, menunda pertunangan kami. Karena Daddy tidak datang. Setiap moment penting, harusnya yang kedua orangtua menjadi saksi kebahagiaan anaknya. Mungkin Ayahnya Airin merasa kalau Daddy tidak merestui hubungan kami."
"Sikap Ayah Airin itu benar, Zain. Kami seorang Ayah, memang harus menjaga anak dari segala kemungkinan yang membuat hati anaknya terluka."
Zain mencoba mencerna ucapan sang daddy. "Tapi Zain mencintai Airin, Dadd," ucapnya.
"Daddy hanya peduli padamu, Zain. Jika kamu bersedih, mamamu akan lebih sedih. Daddy juga ingin melindungi perempuan yang sangat Daddy cintai," tegas Darren.
"Zain tahu, Daddy pasti akan menyukai Airin kalau daddy mau lebih dekat dengannya. Airin tidak jauh berbeda dengan mama. Please, Dadd. Beri kami membuktikan. Kalau apapun yang terjadi, kami tidak akan sampai down. Apalagi sampai membuat mama sedih. Itu tidak akan terjadi."
"Daddy sedang tidak ingin berdebat, dua hal yang harus kamu lakukan. Buat mamamu kembali ke sini, malam ini juga." Darren selalu pandai memanfaatkan keadaan seperti biasa.
"Yang kedua?" tanya Zain.
"Daddy akan pertimbangkan untuk melamar Airin, asalkan Airin bersedia tinggal di rumah ini selama satu minggu. Daddy akan lihat bagaimana sikapnya lebih jauh."
Zain senyum-senyum sendiri, membayangkan akan banyak waktu yang bisa dihabiskan bersama Airin. Jiwa nakalnya pun seketika keluar.
"Jangan senang dulu, hanya Airin yang tinggal di sini. Kamu? silahkan untuk sementara tinggal di apartemen."
Mendengar ucapan daddynya, seketika Zain melengos dan keluar kamar. Benar-benar percuma memelas dengan daddynya. Ujung-ujungnya tidak akan menang.
"Zain ... kita baikan, bukan?" tanya Darren, membuat Zain menghentikan langkah dan kembali menoleh pada daddynya.
"Baikan ... syarat dan ketentuan nurut Daddy saja. Nego bisa lewat mama. Siapa tahu boleh seatap sama Airin." Zain menjawab asal, sembari kembali berjalan cepat meninggalkan daddynya.
Sementara itu Senja yang baru saja menginjakkan kaki di lantai empat, tersontak kaget melihat Dasen ternyata sedang bersama teman perempuannya.
"Dassss!" teriak Senja sembari menarik tangan Dasen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
hadeehh das🙈
2023-01-28
0
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
cinta saja tidak cukup untuk memulai pernikahan Zain🙈
2023-01-28
0
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
emosi hanya Krn kehadiran airyn ya Zain.. melupakan semua kebaikan dadar😥
2023-01-28
0