Hot Family
Zainan Abrizal Hutama, menatap bayangan dirinya di depan cermin. Tuxedo warna biru navi yang dikenakan, semakin menegaskan ketampanan dan kharisma yang kental diwarisi dari mendiang sang papa.
Gurat kebahagiaan jelas terlihat dari wajahnya. Meski pertunangan yang dilakukan nanti, bukanlah pertunangan yang ada dibayangan atau dipikiran orang pada umumnya.
Tidak ada tamu undangan, dekorasi mewah, musik romantis apalagi pesta. Pertunangan digelar sederhana, mendadak dan di tempat yang tidak semestinya.
Ya, dia melangsungkan pertunangan di sebuah ruangan rawat president suite salah satu rumah sakit internasional di ibu kota.
Airin Mikhayla Putri, perempuan cantik dan lembut yang akan bertunangan dengannya, sedang berjuang melawan kanker darah yang di deritanya sejak dua tahun yang lalu.
Pengalaman Zain, yang pernah berada di antara hidup dan mati melawan penyakit yang sama, membuatnya sangat dekat dengan penderita kanker.
Dengan latar belakang keluarga bisnis, Zain memantapkan langkah untuk menjadi Dokter, jauh dari harapan mendiang papa dan juga Daddynya. Pria yang sudah resmi bergelar Dokter umum itu, kini juga sedang melanjutkan pendidikannya untuk mengambil gelar spesialis onkologi.
Sebagian besar uang yang dia punya juga dihabiskan untuk mendanai pengobatan anak penderita kanker yang tidak mampu. Bisa dikatakan, Zain memang idaman mertua.
Puas memandangi dirinya sendiri, Ia pun memutar badan dan melangkahkan kaki mendekati sang mama. Perempuan itu sedari tadi terlihat duduk melamun di tepian ranjang. Paras yang sendu, tidak membuat kecantikan mamanya itu pudar.
"Terimakasih untuk semua yang mama berikan pada Zain selama ini. Terimakasih selalu ada dalam hidup Zain. Maafkan Zain kalau belum bisa membuat mama bangga." Zain menciumi punggung tangan Senja bertubi-tubi.
"Mama selalu bangga sama kamu, Zain. Selalu ... Zain yang mengajarkan pada mama untuk tidak menyerah pada keadaan. Dari Zain mama belajar sabar dan ikhlas."
"Zain, sayang mama. Sampai kapanpun, Mama adalah perempuan paling hebat dan sempurna di mata Zain," Laki-laki itu menatap mata mamanya dengan berkaca-kaca.
"Tidak sayang, berikan perasaan itu pada Airin. Kamu harus menjadikan dia ratu di hatimu. Selain mama, ada perempuan lain yang sekarang juga harus kamu sayangi. Ibu dari Airin. Perempuan itu melahirkan dan mendidik Airin dengan luar biasa. Mama bukan satu-satunya lagi. Mengerti?" tangan Senja membelai lembut pipi Zain.
"Zain minta maaf, karena tetap memilih Airin sebagai pendamping hidup Zain."
"Kamu sudah dewasa, Zain. Hidupmu ... kamu yang tentukan. Mama dan Daddy memang tidak seharusnya ikut campur. Wajar jika setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Zain, tidak marah kan sama Daddy?" Senja mengelus rambut Zain penuh cinta.
Zain menggeleng kuat. "Tentu saja tidak."
"Daddy hanya butuh waktu yang lebih lama di bandingkan mama. Kamu tahu pasti, Daddy tidak sekejam itu."
"Zain tahu, Ma ... Zain akan menanggung apapun resikonya. Zain tahu pasti apa kekhawatiran Daddy."
"Kita berangkat sekarang!" ajak Senja.
Zain mengangguk lemah. "Daddy, benar-benar tidak ikut?"
Dalam hati kecilnya, tentu Zain sangat berharap, sang Daddy yang menyampaikan niat baiknya pada orangtua Airin. Bukan hanya mama Nja saja yang datang untuk melamar.
"Mau mencoba bicara dengan Daddymu dulu?"
Sedikit ragu, Zain menjawab, "akan Zain coba untuk terakhir kalinya."
Zain beranjak berdiri, merapikan kembali Tuxedonya lalu membuka pintu kamarnya. Dia berniat menemui Daddynya sendirian.
Pintu ruang kerja ceo Mahendra Corps itu terbuka lebar. Zain memberanikan diri langsung masuk ke sana. Darren sedang melihat ke arah langit melalui jendela kaca dengan kedua tangan di masukkan ke dalam kantong samping celana.
"Dadd ...," panggil Zain, hati-hati.
Darren menoleh sekilas. "Hmmmm...."
"Zain dan mama mau berangkat. Zain masih berharap, Daddy ikut bersama kami. Maaf mengecewakan Daddy. Zain minta, Daddy tidak pernah berhenti menyayangi dan mendoakan, Zain."
Darren menghembuskan nafasnya perlahan. "Pikirkan lagi niatmu, Zain. Jika kamu terluka, ada seseorang yang akan lebih terluka dan berhentilah berharap Daddy akan ikut bersama kalian."
"Zain akan menanggung resikonya sendiri, Dadd tidak perlu khawatir. Apapun yang terjadi ke depan. Zain siap. Sebenarnya siapa yang sedang ingin Daddy lindungi perasaannya? Zain atau mama?" rupanya emosi Zain mulai terpancing. Harapannya untuk ditemani sang daddy telah pupus. Membawa rasa kecewanya menjadi dominan, mendekati kekesalan dan juga amarah yang tertahan.
"Daddy tidak perlu menjawabnya bukan? Perpisahan karena kematian adalah perpisahan yang paling menyakitkan, Zain. Bahkan kalian tidak tahu akan bertemu lagi atau tidak. Kamu ini seorang Dokter, seharusnya kamu lebih berpikiran logis. Kondisimu dulu dan Airin sekarang sangat berbeda." tegas Darren.
"Justru perpisahan karena kematian itu pasti, Dadd. Kalau rindu kita cukup berdoa. Lagi pula, Airin masih ada harapan. Daddy jangan mendahului Tuhan. Dengan adanya cinta kami yang besar, Airin akan sembuh dan berjuang maksimal. Airin beruntung mempunyai Zain. Airin bukan Papa Rafli yang menderita di ujung hidupnya. Melihat pernikahan mama dengan Daddy dan merelakan pengorbanannya sia-sia." Zain mulai merembet kemana-mana.
Senja yang kebetulan lewat, segera berinisiatif untuk mengalihkan pertikaian dengan menarik tangan anaknya itu. "Zain, sudah! Kita berangkat sekarang!"
"Aku belum selesai bicara, Ask!" Darren menatap tajam istrinya. Membuat langkah kaki Senja seketika terhenti.
"Apa maksud ucapanmu barusan, Zain? Kamu menyesali pernikahan Daddy dan Mama? Kamu berharap Mamamu saat itu kembali pada Papa Rafli dan meninggalkan Daddy yang sudah resmi menjadi suaminya? Begitu? Kamu bepikir kalau Mama dan papamu bersatu, maka papamu akan hidup lebih lama?" Darren bertanya dengan tatapan tajam pada Zain.
"Ask ... Stop it! Please?!" Senja menatap suaminya sedikit memelas.
"Biarkan, Ma. Biar Zain jawab. Hari ini Zain merasa, andai yang ada di sini sekarang adalah papa Rafli. Pasti papa bersedia mengantar Zain meminang perempuan pilihan Zain . Suka atau tidak suka, pasti papa akan menekan egonya demi kebahagiaan anaknya." Zain semakin menantang Daddynya.
Rahang Darren seketika mengeras, wajahnya memerah, tangannya mengepal menahan emosi. Senja menggelengkan kepalanya begitu lemah pada Zain. Seolah mengatakan 'cukup.'
"Apa ini yang dinamakan darah lebih kental daripada air? Kamu mirip sekali dengan papamu di masa muda, Zain. Dia sama menjengkelkannya dengan kamu." Darren sedikit membentak, tapi sebulir air matanya menetes.
"Sudah ... Kalian berhenti. Biarkan papamu tenang di atas sana, Zain! Tidak ada yang perlu disesalkan dan tidak perlu berandai-andai lagi. Kamu juga, berhenti Ask. Sudah! lebih baik kamu diam." Senja merasakan dadanya sesak. Berada di posisi tengah-tengah, memang paling sulit.
"Mama seharusnya bersyukur lebih dan berterimakasih pada papa. Karena pengorbanan papa, Mama bisa melihat Zain sampai detik ini. Mama sempat kehilangan kami, tapi kehidupan mama jauh lebih enak. Setelah Zain bertahun-tahun merasakan dicintai sebagai anak kandung. Detik ini, Zain baru sadar, sekali anak tiri tetap anak tiri." Dia menatap mamanya tajam. Keduanya sama-sama menyimpan air yang menggenang di pelupuk mata.
Senja juga merasa terluka dengan kata-kata Zain. Seolah dia adalah seorang ibu yang egois, menikah lagi demi kesenangan sendiri.
"Jaga ucapanmu, Zain. Kamu boleh menghina Daddy apa saja. Tapi hargai mamamu," bentak Darren.
"Kenapa? Memang kalian egois bukan?" Zain membuat Darren semakin emosi, tangannya melayang di udara, hendak menampar pipi Zain, tapi Senja menghalangi dengan memasang badan tepat di depan Zain. Tangan itu akhirnya tepat mendarat keras di pipi Senja.
"Dadd ...." Zain membentak Daddynya dengan penuh amarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Sandisalbiah
sambutan menegangkan di oart awal.. menarik
2024-09-14
0
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
wow part awal sudah bikin darting🙈
2023-01-27
0
N⃟ʲᵃᵃ࿐DHE-DHE"OFF🎤🎧
konflik nya kayak nya rada berat nih
2022-09-08
0