Zain langsung mengejar Senja yang terus berlari menuruni anak tangga sembari memegangi pipinya. Dasen, Derya dan Beyza saling melempar pandang penuh tanya. Mereka tahu persis mamanya sedang menangis.
"Mama ... Ma ...." Zain berhasil menangkap tangan Senja.
"Kita berangkat!" Senja terus berjalan keluar rumah mendekati mobil yang sudah disiapkan Rudi.
Zain menarik tangan sang mama, memaksa perempuan itu untuk berhenti, lalu memeluknya erat. Tangis Senja semakin tumpah di dada Zain.
Seumur hidup baru pertama kali ini dia merasa gagal menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu. Perih di pipinya, tidak seberapa dibanding sakit di hati melihat suami dan anak saling melempar kata menyakitkan demi mempertahankan ego masing-masing.
"Maafkan Zain, Ma ... Maaf ... Zain terlalu emosi."
Senja menggeleng lemah, sedikitpun tidak ingin menimpali dan berdebat lagi. Semakin besar anak-anak rasanya semakin lelah hatinya. Saat mereka masih kecil, hanya fisik yang diuji. Tidur tidak terarur, siang harus berkejaran ke sana ke mari. Sekarang saat masing-masing anak merasa memiliki prinsip, beginilah jadinya. Mereka merasa berhak menyuarakan isi hati, tanpa berfikir yang terucap menyakitkan atau tidak.
Zain menjapit dagu Senja, menaikkan wajah mamanya yang sejak tadi hanya menunduk. Hati Zain sakit, tamparan itu lebih pantas untuknya. Jelas kekuatan Darren ketika emosi tidak bisa dianggap remeh. Sepelan apapun tetap saja sakit, perih dan pasti meninggalkan jejak jari yang kentara di pipi putih mulus milik mamanya.
"Kita tidak akan pergi!" putus Zain, dia tidak tega melihat wajah mamanya yang sangat sedih.
"Kamu sudah berhasil mengecewakan hati Daddy dan Mama, sekarang kamu mau mengecewakan Airin dan orangtuanya juga? Siapa yang mengajarimu seperti ini, Zain? siapa? Jika kamu kecewa sama Daddymu, cukup berhenti di daddymu. Jangan tambah dengan kekecewaan yang lain. Terserah kamu datang apa tidak, mama akan tetap menemuaaai Airin. Kamu tadi mengatakan akan menanggung semua resikonya kan? Buktikan!" Senja langsung masuk ke dalam mobil. Zain dengan langkah berat mengikiti perempuan yang sangat dihormatinya itu.
Di dalam rumah, Dasen, Beyza dan Derya langsung berhamburan naik ke lantai dua begitu mendengar ada suara kaca pecah. Mereka langsung menuju ke ruang kerja daddynya.
Benar saja, meja kaca yang biasanya digunakan untuk meletakkan minuman orang yang bertamu, pecah berserakan di lantai.
"Dadd ... No!" teriak Beyza, menyadari tangan Daddynya mengucurkan darah segar.
"Ambil kotak obat, Der!" Dasen memberi perintah pada adiknya.
Darren tidak menolak dan tidak pula menunjukkan reaksinya, begitu Dasen dan Berya menuntunnya ke wastafel untuk membersihkan lukanya di bawah kucuran air mengalir.
Perih di tangannya tidak sedikitpun membuat wajahnya bereaksi. Tangannya pantas terluka lebih parah ini. Sepanjang usia pernikahannya, dia menjaga Senja dengan segenap jiwa raga. Nyamuk pun tidak akan dia ijinkan menempel di kulit istrinya, tapi yang baru saja dilakukannya justru lebih menyakitkan.
Dasen mengelap tangan daddynya sedikit kasar. Mereka tahu daddynya sedang sangat emosi. Meski tidak tau pasti apa yang memicu Darren sampai bisa meluapkan emosi lebih dari biasanya. Ketiganya hanya bisa menduga kalau daddy Darr pasti sedang bertengkar dengan Senja dan Zain.
"Kita bawa daddy ke kamar saja, biar maid membersihkan ruangan ini," ajak Dasen sembari merangkul daddynya.
Beyza mengangguk, Derya yang baru saja datang diikuti Wati langsung memberikan kotak obat pada saudara kembarnya, lalu membantu Dasen memapah Darren yang hanya diam dengan tatapan mata kosong.
"Daddy kenapa bisa begini?" Beyza tidak bisa menahan rasa penasarannya. Sementara Derya dengan telaten mengobati dan menutup luka dengan menggunakan perban.
"Daddy salah ... Daddy sudah menyakiti hati mama kalian, tangan Daddy sudah menampar pipi mama kalian." Darren menengadahkan wajahnya, menghindari air mata penyesalan yang menetas.
"Daddy selalu mengingatkan pada kami, jangan sampai melakukan kekerasan pada perempuan. Tapi apa yang Daddy lakukan? Das tidak akan membiarkan mama dekat-dekat dengan Daddy lagi." Dasen meninggalkan kamar orangtuanya dengan penuh emosi.
Dasen bisa saja konyol, paling pembangkang, semaunya sendiri dan casanova cilik. Tapi dia mencintai Senja lebih dari apapun. Gejolak muda tidak akan membuatnya memahami kepelikan yang dialami Darren, Senja dan Zain saat ini.
Derya dan Beyza kompak diam dan enggan berkomentar dengan apa yang dialami daddynya. Apapun masalah yang sedang dihadapi, mereka hanya berharap daddy dan mamanya bisa kembali akur. Beyza, tidak tega melihat daddynya murung seperti ini.
Sementara itu, di dalam kamar rawat inapnya, Airin terlihat sudah berdandan cantik. Pucat di wajahnya tersamarkan dengan goresan make up sederhana dari seorang MUA. Kecantikan Airin begitu luar biasa, wajahnya lembut tapi sifat dan sikapnya tegas. Tidak jauh berbeda dengan Senja saat seusianya. Itulah salah satu alasan mengapa Zain sangat mencintai Airin.
"Kamu cantik sekali, Nak. Zain pasti akan terpesona melihat kamu." lena--ibunda dari Airin memuji anak semata wayangnya.
Wajah Airin merona merah. "Aa' selalu terpesona pada Airin, Bund." ucapnya.
"Aa' memang baik. Orang kaya biasanya sombong. Tapi aa' beda. Sikapnya santun," timpal Rasyid--ayahanda dari Airin.
Airin menggerakkan kursi rodanya mendekati backdrobe sederhana yang menghias salah satu sisi dinding kamar inapnya. Bunga anyelir merah muda dan putih yang masih segar membentuk huruf Z dan A dengan begitu indah.
Hanya satu yang menjadi kekhawatiran Airin saat ini. Ayah Ibunda Airin belum tahu kalau daddynya Zain tidak merestui hubungan mereka.
Bukan karena status ekonomi Airin yang biasa saja, dia paham betul bukan karena itu. Darren pernah menyampaikan langsung padanya, kalau menantu perempuannya tidak harus orang kaya. Yang penting perempuan itu harus mempunyai jaminan untuk selalu membuat anak lelakinya bahagia.
Dengan penyakit yang diderita Airin, tentu jaminan untuk membuat Zain bahagia hanya sebatas angan. Yang ada dia akan menyuguhkan kekhawatiran dan kesedihan. Airin sempat ingin mundur, tapi Zain selalu berhasil meyakinkannya dengan baik.
Kehadiran Senja beberapa kali, juga memberikan secercah kelegaan baginya. Senja sudah saling kenal dengan Lena.
"Bund ... Nanti jangan kaget ya, kalau Aa' hanya datang bersama mamanya saja." Airin memutuskan untuk menyampaikan kemungkinan terburuk dengan hati-hati. Hingga saat ini, Zain belum memberikan kabar dia akan datang dengan siapa saja.
"Memang kenapa?" tanya Rasyid, langsung merasa heran.
Airin mencoba mencari alasan yang paling masuk akal. "Daddy Darr itu sibuk sekali, Yah. bisnisnya lintas negara. Aa' saja jarang ketemu."
"Orang kaya itu aneh. Makin banyak uangnya, kok makin susah kumpul keluarga. Harusnya, makin kaya itu makin santai. Pegawai banyak, buat apa tidak diandalkan. Mereka dibayar buat kerja keras. Lagian ini hari minggu, kok masih kerja saja," cerocos Rasyid, sedikit terlihat tidak senang.
Sebagai seorang Ibu, Lena merasa ada yang disembunyikan oleh Zain dan juga Airin. Tapi untuk bertanya lebih jauh, dia tidak ingin melakukan. Apapun yang terbaik untuk Lena, akan dia terima. Sekalipun harus menutup mata pada hal yang menyakitkan bagi orang lain.
"Ayah tidak akan menerima lamaran Zain jika dia tidak datang bersama orangtuanya lengkap. Kalaupun tidak bisa datang langsung, kita lihat saja nanti, apakah dia mau dihubungi atau tidak," tegas Rasyid. Ayah, Airin itu memang sangat memegang prinsipnya.
Mendengar ucapan ayahnya membuat Airin lemas, darah keluar dari hidungnya.
"Rin ...." Lena seketika panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Langitⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈N⃟ʲᵃᵃ࿐
duh emosi di aduk2 nih
2023-01-27
0
❤️⃟Wᵃf🕊️⃝ᥴͨᏼᷛAna
kenapa zain makin besar bukan makin dewasa dan bahkan terkesan makin meremehkan kasih sayang daddy dar terhadap nya, siapapun yg ada diposisi daddy dar pasti sakit rasanya diragukan bahkan disalahkan oleh anak yg dia sayangi sepenuh hati
2022-11-23
0
Alitha Fransisca
Semoga sukses Dwi
2022-03-10
1