“Siap laksanakan, Komandan!” Ale dan kesatuannya keluar dari ruangan komandan. Masing-masing membawa secarik surat tugas. Mereka akan ditugaskan di Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah.
Dalam satu bulan ke depan, mereka akan mengikuti kegiatan pra tugas untuk mempersiapkan fisik, keterampilan, dan mental saat bertugas di sana.
Selama menikah, Ale memang beberapa kali ditugaskan di garis depan, namun kali ini adalah yang terjauh dan terlama.
Ale kembali ke ruangannya. Ia duduk lalu membuka hape dan melihat gallery foto. Ada banyak foto Fatin baik yang candid maupun yang berpose. Ia tersenyum melihat wajah istrinya. Setiap ia merasa gundah, wajah cantik ini yang selalu berhasil membuatnya tenang.
“Hey, ngapain senyum-senyum sendiri?” Andreas rekan seangkatannya duduk di samping Ale.
“Enggak, gue lagi mikir mau kasih tau Fatin nanti malam.”
“Dasar bucin nggak kelar-kelar. Kita dicariin tuh di ruang strategi. Yuk.” Ale menyimpan hape dan berjalan bersama Andreas.
***
Di sebuah sasana kebugaran Fatin dan Kayla baru menyelesaikan kelas Thai Boxing.
“Gilingan ya Coach Tiffany, sampe ngos-ngosan gini aku.” Fatin mengambil handuk lalu mengeringkan keringat yang bercucuran.
“Ha! Biarin biar kencang badan ini, cyin. Mosok belum tiga puluh tahun udah glember sana-sini,” Kayla menjawab sambil meneguk air membasahi tenggorokannya yang kering.
“By the way, aku kayaknya mau ke dokter deh. Akhir-akhir ini sering black out. Terus badan kayaknya ngga fit. Temenin dong, besok yuk, Fat.”
“Semoga kecapean ngurus si kembar aja. Besok boleh, kasih tahu di mana dan jamnya kalau kamu udah bikin appointment ya. Kamu jemput aku di butik aja, Kay.”
“In syaa Allah. Yuk aku udahan ni, Mas Rayyan mau jemput. Mau dinner.”
“Okay, see you. Aku masih mau lanjut cardio bentar terus pulang. Kak Ale katanya agak malam pulang hari ini. Bye, Kay.”
Dua sahabat itu lalu berpisah.
***
Fatin dan Ale sedang menikmati makan malam di apartemen. Mereka membuka tirai-tirai sehingga dapat melihat pemandangan kota di malam hari.
Lampu gedung-gedung, lalu lintas yang sepertinya belum ingin tidur, serta bintang-bintang yang tersebar menaburi langit memberikan latar suasana malam yang romantis buat mereka berdua.
Ale dan Fatin adalah pasangan yang suka memasak. Malam itu Ale memasak fillet mignon, baked potato, dan asparagus panggang dengan saus putih.
Fatin menyiapkan pudding almond segar dengan topping lemon dan cherry. Untuk minuman ia menyiapkan kesukaan Ale yaitu Italian Soda.
Mereka mematikan lampu-lampu dan hanya memasang lilin. Mereka menikmati makan malam sambil mengobrol tentang banyak hal. Dari pekerjaan hingga gosip teman.
“Kak, ehm, kakak mau ditugasin kemana?” Tanya Fatin sambil menyuapkan pudding almond ke Kak Ale. Kini mereka sudah berada di ruang tengah. Fatin duduk di karpet, Kak Ale merebahkan kepalanya di paha Fatin.
“Kok Fatin tau, kakak mau pergi?”
“Tau lah, Kak, dari tadi kayak ada yang mau diomongin.”
“Kakak terpilih jadi anggota Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah. Kurang lebih kakak setahun di sana.” Setelah berkata, Ale bangun lalu menatap wajah istrinya.
Untuk beberapa detik, Fatin merasa jantungnya berhenti berdetak. Ketika melihat wajah Ale yang khawatir ia segera tersenyum lalu berkata, “Maa syaa Allah, selamat ya, Kak. Dari dulu kan Kakak pengin gabung ke sana.”
Fatin mencium pipi suaminya. Ia menutupi rasa khawatir dengan tatapan bangga terhadap suaminya.
“Yup. Tapi kenapa ya sekarang kakak ada sedikit rasa berat ninggalin kamu.”
Alis Fatin berkerut. “Cuman sedikit, Kak? Serius cuman sedikit? Gitu? Malam ini kakak nggak tidur sama Fatin, ya.”
“Hey enak aja. Mana bisa aku nggak tidur sama kamu. Lagian pasti akhirnya kamu juga nyusulin kakak. Kamu kan nggak bisa tidur kalau nggak denger kakak shalawat. Ya, kan. Ngaku hayo …” Balas Ale sambil mencubit pipi istrinya.
Fatin terkekeh sambil menjauhkan pipinya. Namun cubitan tentara itu tetap tidak lepas
“Kakak nggak usah khawatir. In syaa Allah aku baik di sini. Kakak fokus aja kerja di sana, ya.”
Ale tersenyum lalu melepaskan cubitannya dan mengelus pipi Fatin yang kini kemerahan.
“In syaa Allah,” katanya sambil tersenyum.
“Kak, Fatin … Fatin pengin …” Ucap Fatin malu-malu.
“Pengin apa nih?” Ale yang tahu persis apa yang diinginkan istrinya malah menggoda.
“Kak Ale, ah!” Fatin mendekatkan wajahnya untuk mencium Ale.
“E apa ini? Nyosor!”
“Kakak gitu ya, fix tidur di luar!”
“Nggak mau, sini kamu!” Ale merebahkan tubuh istrinya ke atas karpet, meletakkan bantel di bawah kepala Fatin dan membuatnya nyaman. Ia menatap wajah Fatin yang bersemu merah karena malu.
“Kamu ni kok makin hari makin gemesin sih, Fatin …” Lalu Ale mulai menciumi istrinya hingga mereka meneguk indahnya cinta malam itu.
***
Keesokan harinya, Kayla dan Fatin duduk di depan Dokter Sheila. Ia membaca hasil tes darah Kayla. Keningnya berkerut. “Saya kasih beberapa obat dan vitamin, kalau gejala masih berlanjut kita tes lagi lebih lanjut.”
“Ini kecapean aja ya, Dok? Maklum saya punya tiga anak masih kecil-kecil.”
Dokter Sheila tersenyum lalu berkata, “Coba kita lihat ya, Bu. Jaga kondisi juga jangan terlalu lelah. Jika malam lembur jaga anak-anak, usahakan keesokannya dikurangi kegiatan.”
***
Di mobil dalam perjalanan ke butik, Fatin mengabarkan jika Ale akan ditugaskan ke Timur Tengah selama setahun.
“Berangkatnya kapan, Fatin?”
“Mungkin 2 bulanan, in syaa Allah. Kenapa ya aku was-was Kak Ale berangkat yang kali ini.”
Kayla memegang pundak Fatin berusaha menenangkan sahabatnya, “Hey, istri tentara harus kuat! Sekarang mumpung Kak Ale belum berangkat kalau ada waktu bareng, kalian nikmati dan syukuri. Aku akan sering nemenin kamu nanti, in syaa Allah.”
Fatin menggangguk dalam hatinya ia memohon lindungan Allah SWT buat suaminya.
***
Dua bulan berlalu. Fatin dan Ale menikmati kebersamaan hingga waktunya Ale harus berangkat.
Pagi itu keluarga Ale dan keluarga Fatin berkumpul di apartemen. Ale berpamitan satu persatu. Ia memeluk bundanya dan mohon maaf atas semua kesalahan. Umi Mariam mencium kening putranya sambil memohon perlindungan agar Ale bisa pulang dengan selamat.
Fatin tidak kuasa menahan air matanya. Ale menatapnya lalu berjalan mendekati Fatin. Dihapusnya air mata dari wajah Fatin sambil berucap, “Hey you, jangan nangis, aku nggak kuat liat kamu nangis, sayang.”
Dengan segera direngkuhnya Fatin dan dipeluk erat-erat. Ale membenamkan kepalanya ke ceruk leher Fatin. Ia menghirup aroma tubuh yang pasti akan membuatnya rindu.
Kemudian ia menangkup wajah Fatin, menatapnya lama.
“Selama apapun, aku nggak akan puas liat kamu, sayang. Janji ya, kamu akan jaga diri, jangan kecapean, doain aku, dan … jangan lupain aku ya, please.”
Fatin mengangguk lalu memeluk erat suaminya sambil berbisik, “Kamu juga jaga diri di sana ya, jaga sholatnya. Kamu harus pulang selamat, inget kamu punya janji nemenin aku sampe tua, main sama anak cucu kita. Janji ya, sayang.”
Ale mengangguk lalu mencium pucuk kepala Fatin. Ia memuaskan kemesraan di sini sebelum harus berpisah.
Walaupun Fatin akan mengantarkan ke markas namun tentunya akan rikuh untuk memeluk dan mencium istrinya di sana.
“Al, kamu udah mesti berangkat.” Ayah Ale, Abi Suhail mengingatkan.
Setelah berswafoto bersama anggota keluarga, Ale memandang semuanya, mencoba menangkap dan menyimpan momen ini dalam ingatannya. Ia menggangguk pelan lalu berpamitan untuk terakhir kalinya, “Ale berangkat, ya, semuanya, titip Fatin. Assalamualaykum.”
“Waalaykumussalam, Ale.”
***
Di parkiran markas, Kayla dan Rayyan sudah menunggu kehadiran Ale dan Fatin.
“Itu mereka,” tunjuk Kayla begitu melihat mobil yang dikendarai Ale dan Fatin.
Setelah memarkir mobil, Ale mengeluarkan barang-barangnya.
“Hey, bro, thanks udah datang,” kata Ale sambil menyalami Rayyan. Ia mengangguk ke arah Kayla.
“Pasti lah, bro. No worries. Lu hati-hati di sana, ya. Fatin pasti kita jagain di sini,” balas Rayyan sambil menepuk pundak Ale.
Kayla merangkul erat Fatin. Ia melihat mata sahabatnya mulai berkaca-kaca. Ale menoleh ke arah Fatin yang buru-buru menghapus air mata yang hampir tumpah.
“Aku nggak nangis kok, Kak.”
Ale menghampiri lalu memeluknya erat.
“Aku cinta kamu Fatin Azahra. Selamanya. Kakak pamit dulu, ya.”
“Fatin cinta banget sama Kakak. Hati-hati di sana.” Mereka saling memeluk dan mencium sekilas sebelum akhirnya Ale melangkah menuju markas.
Fatin, Kayla, dan Rayyan menunggu sampai Ale masuk ke dalam markas. Kayla merangkul Fatin memberi kekuatan padanya.
Tepat sebelum masuk markas, Ale berbalik lalu berseru, “Fatin, tunggu aku pulang ya. Assalamualaykum!”
Fatin pun berseru membalas salam, “Waalaykumussalam! Aku akan tungguin kakak! I love you!”
Ale tersenyum lalu melangkah masuk.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
Aku baru baca... bagus...
2023-12-11
1
Bunda windi❤ 💚
mungkin akan terjadi sesuatu pada Ale
2022-10-28
1
Aris Pujiono
bikin nyesek nie
2022-03-31
1