Jakarta, 7 tahun kemudian ..,
“Fatiiiiiin! Buruan aduh ya, Allah!”
Fatin yang mengemudikan mobilnya seperti kesetanan hanya bisa mengambil napas dan istighfar untuk menenangkan diri.
“Fatin, aku nggak kuat. Gimana ini, aduh!”
“Sabar Kay, aku secepat mungkin ini. Coba atur napas lalu dzikir atau istighfar. Wus wus haaa, wus wus haaa. Aku dah ngebut banget.”
Kayla berusaha mengatur napasnya diselingi kalimat-kalimat dzikrullah, namun dua bayi dalam perutnya seperti sudah tidak sabar ingin bertemu ibunya.
Kayla yang sedang hamil anak ke dua memaksakan diri hadir di pembukaan pameran perhiasan karya Fatin. Di tengah acara ketika sedang menemani beberapa tamu mengagumi hasil karya sahabatnya, Kayla merasa ada air mengalir di kedua pahanya.
Ibu-ibu yang bersamanya langsung panik. Fatin dengan sigap mengambil mobilnya, membaringkan Kayla di kursi belakang lalu melaju kencang menuju rumah sakit bersalin.
“Duh Fatin, masih jauh nggak sih. Ini gw dah bukaan dua puluh kali ya …”
“Gelo, mana ada bukaan dua puluh keles. Merosot dong anak-anak kamu. Kay, ini Rayyan belum bisa ditelepon kayaknya masih di pesawat, aku dah tinggalin pesen. Mama papa kamu juga nanti ketemu di rumah sakit.”
“Mas Rayyan lagi di pesawat dari Yogya … aaaaaaah sakiiit! Fatin cepetan nyetirnya aku nggak tanggung kalau ngelahirin di mobil kamu!”
Fatin kembali fokus ke jalanan. Ada telepon masuk dari Ale, suaminya.
“Fatin, kamu masih di jalan? Nanti di perempatan Jalan Kasunanan akan ada fore raider. Aku tadi minta temenku yang di kepolisian kirim anak buahnya. Aku on the way ke rumah sakit bersalin. Kamu nyetirnya ati-ati, jangan ngebut …”
Belum selesai Ale bicara Kayla memotong, “Kak Ale itu Fatin harus ngebut! Malah disuruh pelan-pelan, ini sakit banget ka - aaaaaaaah …”
“Kak, nanti kita ketemu di sana ya, Fatin nyetir dulu. Itu udah keliahatan fore raidernya. Love you.”
Mereka tiba di rumah sakit bersalin dan langsung dibantu. Sebelumnya Fatin sudah menelepon sehingga para suster dan dokter yang menangani sudah bersiap.
Kayla ditidurkan di bangkar lalu langsung didorong ke ruang bersalin. Teriakannya menggema di sepanjang lorong rumah sakit.
Fatin menuju ke area administrasi. Sambil memeriksa chat di hape, seorang suster lari-lari menghampiri dan berkata, “Bu Fatin, diminta Bu Kayla untuk menemani di ruang bersalin.”
“What? No, no, no, saya nggak kuat liat darah, Sus. Saya urus ini aja ya bentar lagi suaminya datang,” elak Fatin. Ia memang tidak kuat melihat segala sesuatu yang terkait tindakan medis.
Suster itu dengan wajah sangat memaksa kemudian menarik lengan Fatin dan mengarahkan ke ruang bersalin.
“Yaelah Kay,” gumam Fatin dengan langkah berat mengikuti perawat. Suster tetap menggandeng tangan Fatin karena melihat gelagat-gelagat bakal kabur.
Setelah memakai jubah medis, masker, dan penutup kepala, Fatin masuk. Ia shock melihat posisi Kayla yang sudah bersiap melahirkan. Lututnya lemas.
“Fatin! Awas kalau pingsan, sini kamu!”
Fatin pernah mendengar bahwa saat melahirkan seorang wanita bisa berubah menjadi singa. Di depannya ini bukan lagi Kayla yang lemah lembut dan santun, tapi mama singa yang akan melahirkan bayi kembar.
“Fatin sinii!” Dengan langkah ragu Fatin mendekati Kayla yang segera mencengkeram tangannya.
“Aaaah aaah aaaaah! Sakit! Kayla lepas tanganku, Kaylaaaaa!”
Di luar, mereka yang menunggu di depan ruang bersalin saling bertatapan mendengar teriakan sahut-sahutan dari dua wanita di dalam.
Tidak berapa lama namun terasa seperti seabad bagi Kayla, pintu ruang bersalin terbuka. Rayyan yang baru tiba langsung masuk dengan wajah khawatir mendengar kegaduhan di dalam ruangan. “Kay…”
“Mas Rayyan … ” Kayla langsung terlihat lebih tenang, begitu pula Fatin.
“Bu Kayla, ini bukaannya sudah cukup, kita mulai ya, Bu, bismillaah,” ucap dokter yang membantu Kayla.
“Fatin, lu dah bisa ke luar, gue aja yang nemenin Kayla.” Rayyan iba melihat Fatin memegangi tangannya yang penuh bekas cengkraman . Ia tahu betapa kuatnya Kayla mencengkeram. Saat melahirkan anak pertama, lengannya sampai biru-biru. Apalagi Kayla kali ini akan melahirkan anak kembar.
“Enak aja lu ya, udah tinggal berojol juga, gue disuruh pergi. Ngak mau gue mau di sini!” Seru Fatin keras kepala.
“Ya, tapi kan gue udah …”
“Berisik kalian! Kak pegang tangan aku. Fatin dah kamu baek-baek aja di situ!” Kayla menatap dengan mata nyalang berganti-ganti ke arah Rayyan dan Fatin. Keduanya langsung kicep dan menjalankan tugasnya masing-masing.
***
Tiga puluh menit berlalu. Pintu ruang bersalin terbuka. Rayyan keluar mendorong kereta bayi berisi dua bayi perempuan. Di belakangnya ada Fatin yang mengikuti. Kayla masih memulihkan tenaga pasca berjuang melahirkan dua bayi kembar melalui persalinan normal.
Keluarga Kayla dan Rayyan, anak sulung Kayla yaitu Nayaka, serta Ale suami Fatin langsung berdiri dan menghampiri.
“Bismillaah, eyang, oom, tante, kakak Naya, perkenalkan ini Baby Ranjana dan Baby Kirana.” Rayyan dengan senyum bahagia memperkenalkan putri kembarnya.
Kedua bayi cantik itu langsung menarik perhatian. Rayyan menggendong anak sulungnya yang baru berusia tiga tahun supaya jelas melihat adik-adiknya.
“Adik-adik cantik ya, Pa. Alo Adik Jana dan Adik Kila, aku Kak Naya,” ucap Nayaka yang masih cadel. Ucapannya langsung mengundang kecupan bertubi-tubi dari para eyang di pipi gembilnya .
“Wah, identik ya, maa syaa Allah!” Bu Wiranata tidak bisa menutupi kebahagiannya. Ia dan suaminya hanya memiliki Kayla, sekarang mereka sudah punya tiga cucu.
Fatin berdiri di samping Ale yang langsung merangkul dan mengecupnya. “Hebat banget istri kakak ini. Berani nemenin di dalem.”
Sambil tersenyum Fatin membalas kecupan di pipi Ale, yang masih memakai seragam militer, lalu tiba-tiba tubuhnya merosot dan langsung ditangkap oleh Ale.
“Fatin, bangun, Fatin!”
***
Di ruang perawatan, Ale memegang tangan istrinya, mengecupi pipi dan kening Fatin berkali-kali sambil berbisik, “Bangun yuk, sayang …”
Tidak berapa lama Fatin membuka mata. Ale langsung memeluknya erat karena lega.
“Kak, Fatin sesek …”
“Kamu kenapa? Kakak panggilin dokter, ya.”
“Nggak usah, kakak aja meluknya kekencengan.”
Ale melihat wajah istri tercintanya memastikan semua baik-baik saja, lalu berbisik, “Bukannya udah biasa dipeluk kenceng-kenceng?”
Fatin yang mendengar tersenyum malu-malu.
“Ada sih ya, tentara bucin.” Fatin menoleh ke asal suara lalu tersenyum lebar. Kayla duduk di atas kursi roda. Rayyan duduk di sofa tidak jauh dari Kayla.
“Kamu tau nggak Fatin, ada kali Kak Ale ciumin muka kamu itu seribu kali, sambil bisik-bisik gak jelas,” sambung Kayla sambil mengedip sebelah mata ke arah suaminya yang senyum-senyum.
“Eh Kay, kok kamu udah bisa duduk aja sih, jagoan amat!” Fatin lega karena kondisi Kayla sudah terlihat lebih baik.
“Bisa lah, ngelahirin anak ke dua dan ke tiga mah, keciiil …” Kayla menyahut bangga sembari menjentikan jari-jarinya.
“Kecil apanya? Kamu tu di mobil dah kayak orang kesurupan tauk! Kecil? Halu!” Fatin mendengus namun sorot matanya tetap jenaka.
Kayla terkekeh lalu meminta Rayyan untuk mendorongnya supaya dekat dengan Fatin. Diraihnya tangan Fatin sambil menatap wajah sahabatnya yang masih kelihatan lemas, “How are you? Kita perlu cek ginjal kamu, nggak?”
Fatin menoleh ke arah Ale yang langsung menjawab, “Besok memang jadwal Fatin check-up, tapi ini moga-moga karena efek shock menyaksikan langsung proses persalinan aja.”
“Ya udah, kamu istirahat ya, aku di kamar sebelah, tadi nitip debaybay ke mama dan papa,” Kayla berkata sambil terus menatap wajah Fatin, memastikan sahabatnya tidak apa-apa.
“Debaybay?”
“Kan bayinya dua jadinya adek bayi-bayi,” jawab Kayla sambil terkekeh lagi.
“Garing kriuk,” balas Fatin singkat sambil mencebikkan bibirnya.
Ale tersenyum melihat ekspresi Fatin yang menggemaskan. Ingin rasanya menggigit bibir istrinya. Ia berharap Rayyan dan Kayla segera kembali ke kamarnya.
***
Karena kondisi Fatin yang memiliki masalah ginjal, dokter memintanya untuk diobservasi selama satu hari. Kayla yang sudah lebih segar membawa bayi-bayinya ke kamar Fatin.
Nayaka bergelendot manja kepada Fatin. Mereka memang sangat akrab. Fatin tidak bisa menemani kelahiran Nayaka karena saat itu masih bekerja sebagai desainer perhiasan di Swiss.
Sepulangnya ke Indonesia, ia melimpahkan kasih sayang kepada putra sulung sahabatnya. Mereka menjadi sangat dekat. Malah terkadang Nayaka minta menginap di rumah Ale dan Fatin.
Fatin melihat bayi Ranjana dan Kirana yang sedang tidur pulas.
“Kay kamu udah ASI belum?”
“Udah, lahap banget mereka. Kak Nayaka aja jadi pingin nen lagi ya, Kak? Tapi nggak boleh kakak udah besar.”
Nayaka mengangguk lalu berkata, “Sekayang nyen mama buat adek-adek.”
“Buat papanya kapan?” Gumam Rayyan lirih.
“Rayan kamu ya, ada Nayaka.” Fatin menutup kedua telinga Nayaka menyelamatkannya dari pembicaraan 21+.
Ke empat orang dewasa itu tertawa yang langsung diganjar dengan tangisan serentak dari Ranjana dan Kirana.
Suasana bahagia sangat terasa di ruangan itu. Ale tetap setia berada di sisi istri yang baru dinikahinya sebulan lalu. Masih bucin kalau kata Rayyan.
***
Hallo readers! Salam kenal, aku Freya Alana. Ini novel pertama aku. Semoga pada suka ya … silakan kasih komen, likey, sama vote juga ya…
Met baca lovelies..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Miasell Tea
mampir nih ka,,
2024-02-02
1
Bunda windi❤ 💚
salut sama Key yang rela berkorban demi sahabat nya 😊😊
2022-10-28
1
.
aku suka bagus ,tapi bacanya pelan pelan aja biar dapet aj❤️
2022-09-29
0