"Eits.. Pengantin baru!" celoteh Riko saat melihat Arka masuk ke dalam base camp-nya.
Riko merupakan sahabat Arka yang paling dipercaya oleh Arka untuk mendengarkan keluh kesahnya.
Riko juga alasan Arka betah tinggal di base camp sopir truck pengangkut makanan ringan itu.
Dan Arka yang merasa sangat suntuk hanya di rumah mengurung diri di kamar setelah Mamanya pulang ke rumahnya, akhirnya pun memutuskan untuk pergi ke base camp Riko agar tidak diajak berbicara oleh Gika.
Ya, Arka lebih memilih menghindar daripada ia harus berduaan dengan Gika. Wanita yang tengah hamil muda, yang entah anak siapa. Dan sialnya harus menjadi istri dadakannya.
Kebetulan base camp Riko hanya selang beberapa rumah dari base camp Arka dan laki-laki itu cukup dengan berjalan kaki untuk main ke base camp Riko.
"Siang-siang kesini mau ngapain? Enggak bikin tambahan ronde mumpung masih cuti?" celoteh Riko lagi yang membuat Arka hanya mengendikkan bahunya sebagai jawaban.
Laki-laki itu tak berminat sama sekali membahas pernikahan dadakannya dengan wanita yang ternyata tengah berbadan dua.
Riko mengernyitkan dahinya heran saat melihat respon Arka yang hanya diam dan terlihat sangat malas menanggapi.
Biasanya jika Arka seperti itu, pasti ada hal berat yang sedang dipikirkannya dan Riko cukup paham dengan harus sama memperlakukan Arka sama diam agar laki-laki yang menjadi sahabatnya itu nyaman untuk bercerita.
"Aku mau tanya sama kamu Ko." gumam Arka tiba-tiba yang membuat Riko yang tadinya sedang memegang gitar dengan duduk bersila, berganti menegakkan duduknya dan meletakkan gitarnya.
"Tanya apa?" Riko pun lantas bertanya.
"Kalau kamu disuruh nikah, terus istri kamu itu ternyata lagi hamil--" ucapan Arka terpotong saat Riko langsung menyelanya dengan membelalakkan matanya. "Istri kamu udah hamil, Ar?" tanyanya.
Arka lantas menganggukkan kepala sebagai jawaban dan seketika Riko pun membulatkan mulutnya membentuk huruf O.
"Kok bisa Ar? Kalian melakukan ITU sebelum menikah?" tanya Riko lagi seakan rasa penasaran kini sedang berada di titik tertinggi dari apa yang sedang dirasakannya sekarang.
"Bukan.. Bukan aku." Arka seakan bingung untuk menjawab.
"Bukan kamu? Lantas anak siapa? Istrimu hamil dengan siapa?" Riko pun bertanya dengan deretan pertanyaan yang sialnya Arka pun juga belum tahu jawabannya.
Arka lagi-lagi mengendikkan bahunya sebagai jawaban, dan Riko yang tadi bahunya sempat menegang saat melayangkan pertanyaan yang juga belum bisa dijawab Arka hanya bisa meluruhkan bahunya lalu duduk menyandar.
Dua laki-laki itu tiba-tiba saling memijit pelipisnya masing-masing saat migrain tiba-tiba menyerang mereka.
Arka dan Riko saling menyimpan satu pertanyaan di hati dan pikiran mereka, tapi juga penasaran akan jawabaannya yang sialnya mereka belum tahu apa jawabannya.
***
Semenjak Mama Anita pulang dari base camp-nya, Arka belum terlihat lagi batang hidungnya hingga jingga di ufuk barat hampir terlihat.
Gika yang seharian kerjanya hanya menonton televisi sendirian pun akhirnya merasa bosan.
Wanita yang tengah hamil muda itu mengambil sapu lalu menyapu halaman dan teras base camp Arka, setelah sebelumnya menyapu lantai dalam base camp-nya.
"Neng Gika!" sapa Bu Retno--Wanita yang dibayar oleh Mama Anita untuk menemani Gika sebelum acara pernikahannya dengan Arka berlangsung.
Gika yang tadinya menunduk karena fokus pada lantai yang tengah disapunya pun mendongak saat mendengar suara wanita yang kemarin menemaninya.
"Bu Retno?" Gika tersenyum bahagia saat membalas sapaannya dan langsung meletakkan sapunya.
Bahkan Gika meniru perilaku Arka pada Mamanya, yakni mengambil tangan Bu Retno lalu menciumnya dengan khidmad sebelum bertanya, "Bu Retno darimana? Baru pulang kerja?"
"Iya Neng.. Saya lagi pulang kerja." Bu Retno pun menjawab sembari mengusap rambut Gika yang bergelombang.
"Kerja apa memangnya, Bu? Kalau Saya mau ikut kerja sama Ibu, boleh tidak?" Gika pun bertanya lagi, tapi dengan nada sedikit mendesak.
Tidak munafik kalau Gika memang ingin bekerja, selain karena ia tengah berbadan dua dan biaya persalinan belum ada di tangan, ia juga ingin pergi ke kampung halamannya di Kota Semarang untuk mengunjungi Ayahnya dan melihat kondisinya.
Mendengar jika sang Ayah sakit dan sampai tidak bisa ikut ke Jakarta untuk menjadi wali nikahnya, sudah cukup jadi bukti jika sakit Ayahnya memang agak parah dan ia harus secepatnya bisa menemuinya.
Melihat sikap Arka yang begitu acuh dengannya, walaupun laki-laki itu suaminya. Rasanya tidak memungkinkan jika nanti Gika akan mendapatkan nafkah lahir dari Arka.
Dan belum tentu Arka mau membiayai kepergiannya ke kota di mana ia dilahirkan.
Belum-belum, Gika sudah berprasangka buruk dengan suaminya, padahal mereka menikah belum genap dua hari.
Tapi.. Istri mana sih yang enggak berprasangka buruk jika suaminya bersikap acuh dan terlihat sama sekali tidak mempedulikannya?
Tapi.. Hati kan tempatnya ada di dalam.
Bisa saja Arka bersikap acuh dan seperti tidak peduli dengan Gika, tapi.. Jika hatinya tergerak untuk baik sama Gika.. Kita kan belum tahu ya.. Hehehe
"Eh! Enggak usah Neng! Kerja Ibu itu berat. Kasihan Neng Gika nanti punggungnya pegal-pegal. Lagi pula Den Arka belum tentu ngijinin kan Neng? Sebaiknya Neng Gika di rumah aja. Nungguin suami di rumah. Biar Den Arka semangat kerjanya." Bu Retno menolak halus, dengan senyum yang tidak pudar saat mengatakannya.
Mengambil hati Gika, agar Gika tidak tersinggung dengan penolakan darinya.
"Arka pasti ngijinin kok, Bu." Gika pantang menyerah sepertinya. "Memangnya Bu Retno kerja apa? Bu Retno yang sudah tua saja bisa. Masa Saya yang masih muda enggak bisa. Pasti Saya juga bisa, Bu.." kekeh Gika yang membuat Bu Retno salah tingkah di tempatnya.
Bu Retno hanya bisa tersenyum saat merasa belum punya jawaban untuk Gika.
Tapi, saat ia mengingat satu hal.. Bu Retno pun kembali berbicara. "Ibu kerjanya nyuci gosok di rumah-rumah di dekat sini, Neng. Uangnya hanya cukup untuk makan.."
"Hanya cukup untuk makan? Memangnya mereka memberi upah berapa pada Ibu?" Gika pun lantas bertanya.
"Di bawah standard pokoknya mah, Neng. Ibu enggak bisa ngasih tahu sama, Neng. Karena itu memang harga dari Ibu biar mereka mau Ibu yang nyuci gosok bajunya." jawab Bu Retno dengan menunduk.
Gika menganggukkan kepalanya paham mendengar penjelasan Bu Retno yang bermaksud merahasiakan 'harga' agar langganannya tetap dengan dia menyuci dan gosoknya.
"Bagaimana kalau Neng buka laundry aja? Di sini jauh dari tempat laundry, Neng. Sopir-sopir disini juga jarang nyuci sendiri. Banyak yang di laundry, tapi tak enggak mau Ibu yang nyuci katanya kurang bersih kalau pakai tangan." Bu Retno bermaksud memberi solusi agar Gika mau buka usaha.
Dan maksud Bu Retno juga agar dia mendapatkan pekerjaan dari Gika.
Mengingat mertua Gika bukanlah orang sembarangan, mereka berdua pemilik Maheswara Hotel.
Hotel yang begitu terkenal banyak sekali peminatnya dengan segala fasilitas mewahnya.
"Buka laundry, Bu?" Gika pun bertanya dengan mengerutkan keningnya.
"Iya, Neng. Buka laundry. Nanti biar Ibu kerja sama Neng bantu Neng nyetrika." Bu Retno pun langsung menawarkan diri.
"Memang buka laundry itu butuh modal awal berapa, Bu?" Gika pun sepertinya berminat, dan dia mulai menghitung uang yang masih tersimpan di tabungannya.
Uang sisa belanja yang diberikan oleh suaminya setiap minggunya, di simpan Gika di tabungan atas namanya sendiri walaupun dalam kurun dua tahun menikah ia baru bisa mengumpulkan uang menyentuh angka satu juta lebih.
"Neng Gika ngomong aja dulu sama Den Arka.. Ibu mah kurang tahu Neng modal begituan." Bu Retno pun menjawab apa adanya lalu Gika pun menganggukkan kepalanya.
"Udah mau maghrib. Ibu ke rumah dulu ya, Neng. Nanti kalau Neng butuh bantuan Ibu, datang aja ke rumah Ibu. Enggak jauh kok dari sini." ujar Bu Retno lagi yang lagi-lagi dijawab anggukan kepala oleh Gika.
Selepas Bu Retno pergi, Gika pun kembali masuk ke dalam base camp-nya dengan Arka yang ternyata juga hampir sampai di daun pintu masuk base camp-nya.
Gika menatap sendu Arka. Sedangkan Arka langsung masuk begitu saja tanpa menghiraukan Gika.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments