"Pagi sayang-sayangnya, Mama.." ujar Anita sembari melenggang masuk ke dalam base camp Arka yang pintunya sudah dibuka oleh Arka.
Base camp di tempat Arka bekerja memang seperti perkampungan pada umumnya, yang pintunya jarang sekali ditutup ataupun dikunci jika siang hari orangnya berada di rumah.
Disitu bebas ingin berkunjung ke rumah tetangganya tanpa rasa sungkan yang terlalu kecuali yang ingin dikunjunginya adalah pasangan suami istri yang baru menikah ataupun berbeda jenis.
"Pagi, Ma." balas Gika seraya bangkit dari duduknya di depan televisi.
Penjelasannya pada Arka tentang dirinya yang tengah hamil muda tidak juga mendapat respon dari suaminya, dan Arka langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa bertanya ataupun meminta penjelasan apapun darinya setelah mencuci mangkuk bekas makananannya.
"Bagaimana malam pertamanya, Sayang? Aman?" tanya Anita langsung pada point-nya, tentang maksudnya berkunjung pagi-pagi ke base camp anaknya.
Apalagi, sekarang Anita melihat jika rambut Gika basah dan menandakan jika Gika dan Arka sudah seperti pengantin baru pada umumnya yang sudah menunaikan malam pertama mereka dan harus keramas pagi-pagi itu membuat Anita senang karena ia akan segera mempunyai cucu dan bisa seperti teman-teman sosialitanya.
Gika tersenyum kecut mendapati pertanyaan dari Mama mertuanya yang tidak bisa dijawabnya.
Namun, mendengar pesan seorang pemuka agama yang kemarin berceramah di acara pernikahannya bersama Arka.. Jika seorang istri adalah pakaian suaminya. Dan seorang suami adalah pakaian istrinya membuat Gika sadar diri jika ia harus sebisa mungkin menutupi kisah pernikahannya yang berlangsung baru dua puluh empat jam itu.
"Aman, Ma." jawab Gika sembari menunduk, pura-pura malu yang membuat Anita menyolek dagu menantunya itu dengan senyum gembira.
"Arka mana, Sayang?" Anita pun mencari anak sulungnya yang belum kelihatan batang hidungnya.
"Arka masuk kamarnya, Ma. Dia lagi sibuk." jawab Gika pelan yang membuat Anita mengernyitkan dahinya.
"Sibuk? Sibuk apa?" Anita pun bertanya lagi tanpa mempermasalahkan panggilan Gika pada Arka yang jelas-jelas lebih tua beberapa tahun di atas Gika.
Menurut Anita.. Gika memanggil anaknya hanya nama tanpa embel-embel "mas", atau "kak", atau "bang" Itu karena kebiasaan mereka sewaktu pacaran dan ia tidak mau terlalu rumit memikirkan.
"Gika kurang tahu, Ma. Mama masuk aja ke kamar Arka." ujar Gika yang membuat Anita menatapnya dengan tatapan tak terbaca.
"Enggak apa-apa Mama masuk ke dalam kamar kalian?" Anita pun lantas bertanya.
"Ya enggak apa-apa dong, Ma. Mama kan Mamanya Arka. Bukan orang lain." jawab Gika dengan tertawa pelan yang membuat Anita pun mengangguk lantas melangkah ke kamar Arka yang ternyata pintunya ditutup.
Tok tok~~~
"Arka! Ini Mama, Sayang." teriak Anita sembari mengetuk pintu.
"Iya, Ma." Arka pun langsung menyahut yang membuat Gika menghela napasnya.
Berulang kali ia mencoba mengajak Arka berbicara, dari memberinya teh panas, mengajaknya sarapan bahkan menjelaskan tentang keadaannya yang sebenarnya, tapi Arka sama sekali tidak menghiraukan keberadaannya.
Laki-laki yang baru kemarin syah menjadi suaminya itu tetap mendiamkannya dan membuat Gika merasa kurang nyaman karena merasa berinteraksi satu arah tanpa ada jawaban.
Ceklek~~
Arka membuka pintunya dan tatapannya tak sengaja bertubrukan dengan tatapan Gika yang tidak sengaja berdiri tepat di depan pintu dengan Anita di sampingnya.
Gika tak memutus tatapan intens yang belum pernah terjadi itu, tapi beda halnya dengan Arka yang mungkin hanya satu detik tidak sengaja menatapnya lalu mengalihkannya menatap Mamanya.
"Ada apa Mama kemari?" tanya Arka begitu datarnya tanpa senyum sedikitpun.
Tapi.. Laki-laki itu selalu menjunjung adab dan sopan santunnya dengan mengecup punggung tangan Mamanya dahulu sebelum bertanya.
Kebiasaan Arka itu membuat mata Gika seketika memanas saat melihatnya.
Di saat laki-laki yang begitu datar bahkan tak menghiraukannya bisa bersikap manis dan begitu sopan dengan kedua orang tuanya, dia malah yang sebagai anak perempuan yang merupakan anak bungsu yang seharusnya bisa memperlakukan kedua orang tuanya jauh lebih baik dibanding Arka malah memutuskan sepihak pernikahannya dahulu dan tak menganggap kedua orang tuanya ada.
Air mata Gika tanpa sadar terjun bebas memikirkannya.
Apa.. Apa sikap Arka yang tidak mau menganggapnya adalah bagian dari karmanya karena telah dengan beraninya dulu tidak menganggap kedua orang tuanya?
Apa pernikahannya dengan Arka yang diputuskan sepihak oleh Anita adalah karma karena dulu ia memutuskan sepihak pernikahannya dengan mantan suaminya tanpa restu bahkan tanpa menghadirkan kedua orang tuanya dalam pernikahannya?
Tiba-tiba rasa bersalah kembali menggelayuti hati Gika dan membuat Gika seketika berlari menuju kamar mandi untuk menuntaskan tangisnya.
Menyesal? Mungkin satu kata itu yang kini bersarang di hatinya.
Andai dulu ia mendengarkan kata Arman untuk tidak meneruskan pikiran konyolnya tentang nikah lari dalam usia yang masih sangat terbilang muda, mungkin sekarang ia bisa hidup bahagia bersama kedua orang tuanya dan menikah dengan pria yang dicintai olehnya, yang mencintainya dan tentu dengan restu kedua orang tuanya.
Andai dulu ia mendengarkan kata Arman, mungkin Ayahnya sekarang tidak sakit-sakitan dan bisa menyaksikan pernikahannya yang terjadi di kota yang berbeda dan tentu bisa menjadi wali nikahnya.
Tapi, saat ini semua itu hanya angan semata.
Karena sekarang ia sudah menikah dengan Arkana Maheswara, laki-laki yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Tapi dengan lantang dan dalam satu tarikan napas mengucapkan ijab qobul untuk menikah dengannya dengan wali nikah Kakak kandungnya.
Hah? Tangisan Gika tambah deras memikirkan semuanya.
"Istrimu kenapa, Ar?" Anita pun bertanya pada Arka yang terlihat sama sekali tidak peduli pada istrinya saat melihat Gika tiba-tiba berbalik badan sembari mengusap air matanya.
Arka menjawabnya dengan hanya mengendikkan bahunya. "Mama ada apa kemari pagi-pagi?" Arka pun mengulangi pertanyaannya.
"Oh ya.. Mama sampai lupa tadi mau ngapain kesini. Mama itu nganterin mobil baru buat kamu, Ar. Kamu sekarang kan sudah menikah--" ucapan Anita terpotong saat Arka menyelanya. "Aku tidak butuh mobil baru, Ma."
"Kamu butuh, Sayang. Kamu sudah menikah. Cepat atau lambat kalian akan mempunyai anak dan Mama akan mempunyai cucu. Mama enggak mau ya melihat kamu anterin istrimu periksa kehamilan pakai truck kamu itu. Kamu itu bisa memberikan fasilitas yang lebih untuk istrimu. Jangan pelit jadi suami, Ar." jelas Anita yang membuat Arkana mengembuskan napas kasar.
"Mama sudah mempersiapkan semuanya sejauh itu?" Arka pun lantas bertanya dengan senyum tipisnya.
'Wanita yang Mama paksa untuk aku nikahi itu sedang hamil muda, Ma. Bahkan aku enggak tau siapa Ayah dalam anak kandungnya. Wanita itu sudah menjebak kita, Ma. Dia bukan wanita baik-baik, dan bagaimana aku menjelaskannya pada Mama tentang dia yang sebenarnya.' Yang diucapkan Arka dalam hatinya.
"Iya dong, Arka. Mama jelas sudah mempersiapkan semuanya. Mama ingin yang terbaik untuk anak dan menantu Mama." jelas Anita dengan bangganya.
Bahkan senyum merekah dan binar bahagia yang terpancar di matanya membuat Arka tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya.
Perempuan yang sangat ia hormati, yang sangat ia sayangi, yang telah melahirkannya ke dunia itu berhak bahagia dan permintaannya dari dahulu padanya hanya sederhana.
Perempuan itu hanya meminta cucu darinya. Tidak lebih, bahkan tidak pernah menuntutnya macam-macam bahkan materi berlimpah yang memang sudah didapatkan perempuan yang melahirkannya ke dunia itu dari lahir.
"Arka akan segera memberikan Mama cucu." tandas Arka akhirnya yang membuat Gika yang baru saja akan bergabung di depan televisi terhenyak mendengarnya.
Apa maksud dari perkataan suaminya pada Mama mertuanya?
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments