"Pagi, Ar.." sapa Gika saat melihat Arka masuk ke dalam dapur, tempat ia sedang meracik segelas teh panas untuk Arka.
Semalam, niatnya ingin jujur dengan Arka ternyata gagal karena Arka mengunci pintu kamarnya dari dalam dan ia pun harus terpisah saat malam pertamanya menjadi pasangan suami istri dengan Arka.
Kepercayaan diri yang sudah dipupuk begitu tinggi oleh Gika untuk berkata jujur pada suaminya itu pun tidak bisa terealisasikan hingga pagi menjelang.
Bahkan sekarang Arka terlihat diam tak menanggapi, laki-laki itu langsung mengambil gelas bersih yang tersedia di dekat tudung saji lalu menuangkan air mineral dari teko yang sudah tersedia hingga gelas yang diambilnya penuh terisi dengan air, lalu meneguknya hingga tandas tanpa menghiraukan sapaan dari Gika.
"Ini teh panas buat kamu, Ar." Gika mengangsurkan segelas teh panas yang tadi dibuatnya pada Arka, demi baktinya menjadi seorang istri.
Pengalamannya yang sudah pernah menikah walaupun dalam usia yang masih terbilang muda, membuat Gika mencoba memberi perhatian agar Arka mau menganggapnya ada dalam menjalani rumah tangga.
Lagi.. Arka tak menganggapnya ada. Dan Gika pun tidak bisa menahan rasa kecewanya saat Arka sama sekali belum mau menatapnya.
Laki-laki itu terlihat membuka kitchen island-nya lalu mengambil sebungkus mie instant dengan telur, lalu mengambil pancinya dan menuangkan air sedikit untuk merebus lalu menyalakan kompor tanpa menghiraukan ujaran Gika.
Sakit hati? Mungkin itu yang kini dirasakan oleh Gika.
Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya diam dalam menghadapi keterdiaman Arka.
Bukan salah Arka jika laki-laki itu kini mendiamkannya.
Bukan salah Arka juga jika laki-laki itu kini tak menganggapnya ada.
Dia.. Yang ceroboh masuk ke dalam truck yang Arka kendarai.
Dia.. Yang memaksa meminta gethuk yang memang bukan haknya pada Arka dan memaksa Arka memberikannya, walaupun mereka belum pernah kenal sebelumnya.
Dia.. Juga yang membuat Arka tiba-tiba menikah dengannya dengan keputusan sepihak dari Mamanya.
"Aku udah masak oseng kangkung sama tempe goreng, Ar. Kalau kamu mau sarapan." ujar Gika lagi begitu pelan walaupun Arka dari tadi belum mau sama sekali mendengar perkataannya, menghiraukan keberadaannya dan menyahut setiap kata yang dilontarkannya.
Arka tetap konsisten dalam keterdiamannya, laki-laki itu tidak menjawab ujaran Gika, juga tidak berniat memakan masakan wanita yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Perempuan yang tiba-tiba saja datang ke kehidupannya, dan sialnya perempuan itu adalah perempuan yang dipaksakan oleh Mamanya untuk dinikahi olehnya.
Kesialan yang sungguh rumit kan? Itu yang ada dalam pikiran Arka saat ini.
Bertahun-tahun ia bisa menyakinkan Papa Mamanya jika ia bisa move on dari kekasihnya yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar darinya.
Alasan yang dipakai Arka untuk menyembunyikan alasan sebenarnya.
Bertahun-tahun ia bisa menolak keinginan Mamanya yang ingin menjodohkannya dengan banyak wanita yang telah disiapkan oleh Mamanya.
Tapi, dalam beberapa hari ini setelah kesialan karena ia tidak sengaja ingin memberikan gethuk pada wanita yang dengan tidak tahu diri naik ke dalam truck yang ia kendarai karena melihat matanya yang sembab dan bengkak, wanita yang sedari tadi berdiri di sampingnya ini mampu merubah semuanya.
Merubah tatanan kehidupan yang ia rancang dengan apik, dengan tatanan dadakan serba baru yang belum bisa dimengertinya.
Baiklah, wanita ini memang dari kemarin pagi sudah syah jadi istrinya.
Tapi.. Apa Arka bisa begitu saja menerimanya?
Apa Arka bisa begitu saja menganggapnya ada setelah kesialan yang terjadi di hidupnya karena wanita yang ada di sampingnya?
Rasanya semuanya sulit bagi Arka.
Dia bukan tipe laki-laki yang gampang menerima wanita baru dalam hidupnya.
Merasa Arka tidak membalas ujarannya, Gika pun menghela napasnya lalu duduk di kursi yang tersedia di dapurnya.
Mengambil piring bersih yang sudah ditata rapi olehnya, lalu mengambil secentong nasi beserta lauk untuk Arka.
"Ini sarapan buat kamu, Ar. Udah aku siapin." ujar Gika dengan menoleh pada Arka, tapi lagi-lagi Arka mengacuhkannya.
Laki-laki itu terlihat sibuk mengaduk mie instant yang sedang direbus bersama telur dan sama sekali tidak menoleh bahkan mengangguk untuk menjawab ujaran Gika.
Gika pun diam mencoba melebarkan harapan dengan mengusap dadanya untuk menerima perlakuan Arka yang belum mau menghiraukannya.
Wanita cantik itu mengambil piring untuk dirinya sendiri, lalu ditaruhnya sedikit nasi dan lauk yang sudah dimasaknya, lalu kembali duduk di kursi untuk sarapan pagi bersama Arka.
Tepat saat Gika baru saja duduk di kursi, Arka pun sedang menumpahkan mie yang sudah matang pada mangkuk yang disediakan sendiri olehnya.
Gika mencoba tetap tersenyum saat mendapati Arka berbalik badan hendak makan di meja yang sama dengannya.
Namun, seketika senyum itupun sirna saat Arka memilih untuk tidak duduk di dekatnya melainkan pergi ke depan televisi lalu duduk di sana dan terlihat menikmati mie yang tadi direbusnya dengan menonton serial televisi kesukaannya, dan lagi tak menghiraukan keberadaannya dan perkataannya sedari tadi hanya dianggapnya omongan kosong belaka.
Atau mungkin lebih tepatnya, Arka hanya menganggapnya angin lalu.
"Apa begini rasanya berumah tangga dengan orang yang tidak kita kenal sebelumnya? Kenapa semua ini terasa begitu hampa?" gumam Gika dengan tetesan air mata yang tanpa sadar terjun bebas membasahi wajah cantiknya.
Wanita itu mencoba tegar dengan memakan sarapan hasil karyanya seorang diri di dapur yang terasa begitu sepi.
Sedangkan Arka, laki-laki itu terlihat seperti santai memakan makanannya tanpa terganggu dengan suara isakan tertahan yang terkadang tak sengaja keluar dari bibir Gika.
Beberapa menit berlalu, Gika pun keluar dari dapur setelah mencuci piring bekas sarapannya, dan menutupi makanan yang sudah disiapkan olehnya untuk Arka dengan tudung saji yang tersedia.
Lauk yang dimasak pun ia simpan di almari khusus yang ada di dapur itu agar jika Arka kekurangan lauk, Arka bisa mengambilnya sendiri.
Pelan-pelan, Gika berjalan mencoba mendekati Arka yang terlihat sudah menghabiskan makanannnya.
Wanita itu baru saja akan duduk di kursi tunggal yang tersedia tepat di samping Arka untuk berkata jujur tentang keadaannya yang tengah berbadan dua.
Bagaimanapun, rasanya tidak adil jika Arka belum mengetahui keadaannya.
Apalagi, pasti nanti Arka akan menuduhnya menjebaknya atau membohonginya.
Kalaupun Arka akan menalaknya, mungkin Gika akan menerimanya karena memang ia telah membohongi Arka walaupun itu tidak terniatkan olehnya.
Tapi, dalam waktu tiga hari yang diberikan oleh Anita saat Mama mertuanya itu pergi ke kota dimana orang tuanya berada bseharusnya waktu itu bisa dimanfaatkan oleh Gika untuk berkata jujur dengan Arka bukan?
Gika mengesah dalam hati memikirkan kejujuran yang akan ia ungkapkan pada Arka.
Tapi, lagi-lagi harapannya untuk berkata jujur dengan Arka seakan sirna saat baru saja ia duduk di kursi yang sama dengan Arka, laki-laki itu kontan berdiri tanpa menoleh pada Gika dan membawa mangkuk bekas makanannya tadi menuju dapur base camp-nya.
"Arka.." panggil Gika pelan saat Arka sedang mencuci mangkuk bekas makanannya.
Wanita berbadan dua itu tak berniat mengambil mangkuk itu lalu mencucikannya untuk Arka, tapi wanita itu hanya berniat meluruskan tentang keadaan sebenarnya pada Arka yang telah syah menjadi suaminya.
"Aku cuma mau bilang sama kamu soal keadaan aku sebenarnya." gumam Gika melanjutkan perkataannya walaupun Arka tak menyahut sedikitpun.
"Aku menginginkan gethuk yang kamu makan kemarin.. Karena aku.. Aku.. Aku sedang hamil muda dan aku sedang mengidamkan gethuk itu Arka."
"Maaf kalau aku belum pernah berkata jujur tentang keadaanku sebelumnya, tapi kamu selalu mengunci dirimu di kamar dan aku tidak bisa menjelaskannya sebelum kita menikah." lanjut Gika dengan menunduk, lalu sedetik kemudian ia pun berbalik badan hendak pergi ke depan televisi karena merasa telah mengataka hal yang ingin ia katakan pada Arka.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments