Seperti yang sudah diduga Holly, mama yang bertemperamen tinggi dan gampang sekali meledak menyambut Holly dengan semburan kata-kata umpatan, seperti langit yang menguntur, suara besar mama nyaris seperti teriakan saat Holly melintas di ruangan jahit mama. Tidak mungkin menghindari kemarahan mama.
"Bagus kamu ya, mulai berani sekarang, gak ngerti kesusahan orang tua, gak ngerti mama cape, main pergi aja. Anak tak tahu adab, kurang a*jar!!! Mau apa kamu ikutan Hanie, biar bisa santai, dasar anak perempuan malas! Mau cari laki-laki di sana?? Masih ingusan kebelet mau kawin kamu hahh?? Kecentilan!!!"
Tangan mama mendorong kepala Holly. Keseringan diperlakukan seperti ini, sudah biasa tapi tetap saja ada pedih di dada.
"Sana, pekerjaan di rumah gak ada yang beres, pergi gak ingat waktu, mau jadi perempuan lont*e kamu hahh???"
Tidak ada akses lain, pintu masuk rumah hanya satu. Seluruh halaman telah berisi bangunan. Aslinya rumah ini adalah bangunan berukuran 8x6 meter dengan 2 kamar, 1 ruang tamu dan 1 dapur sekaligus ruang makan. Papa yang notabene seorang tukang bangunan menambahkan beberapa kamar di beberapa sisi, memanfaatkan sisa halaman, ruangan akhirnya sambung menyambung menjadi satu karena kebutuhan anggota keluarga yang banyak. Sekarang rumah ini entah bentuknya seperti apa, dengan ventilasi seadanya. Bagian paling depan adalah ruangan jahit mama, tidak mungkin sembunyi dari mama.
"Ma, dia belajar di tempat kerjaku, mama kasar banget..."
Hanie meraih Holly sembunyi di belakang tubuh kekarnya karena melihat mama yang geregetan masih terlihat mau mendorong kepala Holly sekali lagi.
"Belajar belajar... alasan! Mau jadi profesor kabirator bocor!!!"
"Ma!"
Suara Hanie meninggi.
"Holly mau ujian ma, benar-benar belajar. Kenapa mama gak mau ngerti?"
"Justru dia yang harus mengerti, jangan terlalu tinggi berkhayal. Lulus SMA cukup, gak ada kuliah-kuliah, tinggal ujian terakhir gak perlu belajar itu, untuk apa juga!"
"Dia gak berkhayal ma, hargai usahanya untuk lebih maju. Orang tua macam apa yang gak mendukung usaha anaknya untuk berhasil. Mama doang orang tua yang seperti itu."
"Sombong kamu! Mau hakimin mama? Merasa hebat? Sok mau bilang orang tua kamu gak bener hahh? Jadi kurang aja*r setelah punya uang sendiri hahh?? Merasa bisa menilai mama sekarang??? Mentang-mentang kamu, merasa udah berhasil jadi mau seenaknya sama mama?? Kurang aj*ar kalian berdua!!"
"Ma, gak seperti itu maksud aku..."
"Apa?? Kenapa belain Holly! Dia ikutan kamu ngelawan mama. Dia gak boleh ikut kamu lagi. Denger Holly, gak boleh ikut Hanie lagi, mama besarkan dengan susah payah sekarang kelakuan kayak anji**!!"
"Astaga maaa, kenapa mama seperti itu sama Holly? Dia anak mama kan? Kenapa mama bedain dia? Denger aku, ma... kenapa mama tidak adil sama Holly? Ada anak mama yang lain, ada Hellen, ada Henny, kenapa mereka gak mama tuntut untuk kerja. Mama pernah mikir gak sih kalau anak mama ini jadi seperti pembantu di rumah ini? Pernah gak mikir itu ma? Anak yang mama bilang kurang aj*ar ini, Holly ma... Holly yang kerjain semua dan dia hanya minta beberapa hari untuk belajar karena ada UN... ya Tuhan... apa Holly anak pungut, ma? Bukan darah daging mama? Kenapa mama tega sama dia? Harusnya mama yang mendukung cita-citanya..."
Hanie mengeluarkan uneg-unegnya, dia tak tahan lagi dengan perlakuan mama yang terlalu miring pada Holly. Kata-kata yang dia ucapkan penuh emosi, sampai kedua tangannya dia kepal, rasa-rasanya ingin melampiaskan gelora dalam dada dengan memukul seseorang atau meninju dinding, mukanya memerah dengan rahang yang mengeras.
Sementara Holly di balik punggung Hanie di pipinya mulai menetes airmata, apa yang Hanie ucapkan adalah apa yang menjadi pertanyaan dan keluhannya yang tersembunyi dalam hatinya, yang sering membuat dia sedih, yang sering membuat air matanya menetes.
"Mama sadar gak... mama seperti ibu tiri yang jahat buat Holly, dia gak bisa ngomong ini ma, tapi aku tahu apa yang dia rasakan selama ini... "
Kalimat terakhir Hanie membuat pertahanan Holly ambruk, tangisan akhirnya pecah walaupun dengan suara tertahan, suara yang keluar begitu memilukan. Tak hanya Holly yang menangis, hati Hanie yang trenyuh karena Holly pun membuat pria itu ikut meneteskan air mata dan mama Lisbeth terdiam. Seolah baru terbangun pada kenyataan dengan sebuah tamparan berbentuk kata-kata dari anak lelakinya.
Mama temperamennya keras, dibesarkan di lingkungan yang keras, bahasa dan cara berucap pun tak pernah lembut selalu kasar dan tajam menyakitkan, kosakata yang mama punya pun selalu sinis. Suaranya yang besar menjadikan profil keras mama semakin kuat.
Holly sejak kecil begitu penurut, suka sekali mengulurkan tangan membantu dirinya, minta diajarin masak, ikut mencuci baju dengan tangan kecilnya setiap kali mama Lisbeth mencuci. Menyapu, menggosok dan beberapa pekerjaan rumah tangga lainnya. Mama kemudian terbiasa apa-apa minta Holly yang mengerjakan, karena lebih mudah meminta Holly dari pada anak perempuannya yang lain. Kemudian berubah menjadi suatu keharusan bagi Holly, dan anak-anak mama yang lain pun ikut memanfaatkan Holly. Tanpa sadar semua orang di rumah ini bergantung pada Holly dan merampas banyak waktu dan hak Holly. Si bungsu yang suka mengalah menjadi upik abu di rumah sendiri.
"Ayo... ke kamarku aja..."
Hanie mendorong lembut tubuh Holly yang masih bergetar karena tangisannya belum berhenti. Ini puncak kesedihannya, setelah sekian lama hanya menangis dalam diam, menyimpan tangisannya, kini semua seperti terbuka tanpa penghalang di depan mama dan Hanie.
Dalam kehidupan semua pasti pernah merasakan disakiti, sakit hati... ada saja orang yang menyebalkan dan tidak mau mengerti, memanfaatkan, mengintimidasi, menyinggung dengan kata-kata dan perbuatan, menuduh, bertindak semena-mena. Sakit hati itu, sakit yang teramat sakit, terlebih jika penyebabnya adalah orang yang dekat.
Holly ingin berhenti menangis tapi tak bisa, rasa sakit yang tertoreh sejak lama begitu mendalam sekarang, dan baru sekarang dia bisa menangisinya dengan tangis yang sebenarnya. Bukan lagi tetesan airmata yang dengan cepat dihapusnya, tangisannya seperti bendungan yang meluap membuat pintu air jebol. Hanie membiarkan Holly meringkuk di tempat tidurnya.
Kamar Hanie kamar yang ternyaman di rumah ini. Ruangan seluas 3x4m menempel di bagian samping rumah utama, Hanie membayar papa untuk membuat ruangan ini. Bahan bangunan tentu tak susah, Ci Cun yang tahu menyuruh Hanie mengambil apa saja yang diperlukan dari toko. Tapi Hanie cukup tahu diri mengambil bahan bangunan umumnya bahan contoh dari distributor atau bahan yang sudah tak laku dijual karena stok lama. Dia juga membuat wc/km tambahan di samping kamarnya. Penghuni rumah yang banyak tak cukup hanya dengan satu km/wc di bagian belakang.
"Mana Holly, dia di dalam kan?"
Herlina mau menerobos pintu kamar, Hanie tepat berada di depan pintu.
"Mau apa?"
Hanie dengan cepat menutup pintu di belakang tubuhnya yang tinggi.
"Anak-anak belum mandi, ke mana aja dia sih, udah sesore ini anak-anak gak diurusin..."
Herlina baru sampai, masih dengan seragam kerjanya.
"Udah ada kamu, kenapa bukan kamu yang mandiin... kenapa semua harus Holly?"
Emosi Hanie yang belum reda sepenuhnya naik lagi, suaranya begitu tajam, kakak yang satu ini lagi, perlu ditatar biar tidak terlalu tergantung pada Holly.
"Itu tugas dia kan, aku cape kerja seharian, masa pulang rumah harus urus mereka lagi? Mana Holly?"
"Anak-anakku juga belum pada mandi, di dapur gak ada makanan juga, apa sih kerjaan dia hari ini?"
Helny yang baru dari dapur ikut menimpali saat berada di dekat dua adiknya. Dia juga baru pulang kerja sebagai tenaga administrasi di sebuah perguruan tinggi swasta. Tambah naik emosi Hanie.
"Emang dia baby sitter kalian berdua? Apa kalian bayar dia untuk itu? Bagus banget kalian, pulang tinggal makan, anak-anak ada yang urusin... pernah gak kalian beli sesuatu, ngasih apa kek, beliin bedak buat Holly selama ini? Ngasih baju aja bekasan kalian, udah gak kalian pake baru dikasih ke Holly..."
"Hei... kenapa kamu yang sewot, aneh deh...!"
"Otak kalian yang aneh, gak bener, adik sendiri diperlakukan kayak pembantu. Mana ada perhatian kalian buat dia...?
"Dia gak pernah minta, dia gak mengeluh, kenapa kamu yang marah-marah?"
Herlina masih mendebat Hanie, sementara Helny langsung ngacir.
"Aku udah gak bisa diam sekarang, cukup ya kalian seenaknya suruh-suruh Holly. Anak-anak kalian urusin sendiri, jadi mama gak becus banget..."
"Heiii... apaan kamu Han? Holly aja gak nolak, cuma urusan kecil juga masa gak bisa minta tolong..."
"Urusan kecil katamu? Mandiin anak lima, suapin anak lima yang gak bisa makan dengan bener yang gak bisa diatur, buatin PR apalagi coba, banyak banget yang Holly lakukan sendiri, ingat... hanya sendiri! Dengan dua tangannya yang kecil. Kalau itu urusan kecil lakukan sendiri. Ingat ya kalian berdua, aku gak ijinin lagi kalian nyuruh-nyuruh Holly!"
"Siapa sih kamu kakak doang, aneh gitu atur-atur hidup Holly, mama aja gak kayak gitu... Minggir ahh... Holly... Holly..."
Herlina mencoba masuk, tapi Hanie gak bergeser dari depan pintu.
"Karena aku kakak jadi aku punya hak juga ngatur hidup dia, dari pada kalian kakak yang gak punya perasaan hanya pintar memanfaatkan tenaga adik sendiri, mental biadab itu namanya."
"Hiiih... sombong banget. Udah merasa jadi boss, jangan karena laki-laki ya sok-sok ngatur rumah ini... Baru juga pelayan toko mental udah kayak yang punya toko."
"Masih mending aku laki-laki pelayan toko, punya penghasilan, dari pada laki-laki parlente keluar rumah tampang udah kayak boss tapi pengangguran, kasihan banget jadi istri banting tulang punya suami cuman diam di kamar..."
"Hanie! Bangsa t kamu ya!!!!"
Hanie membuka pintu kamarnya dang langsung menghilang di sana. Di rumah ini kenapa orang-orang suka sekali memaki dan berkata kasar.
.
.
.
Aduuuh... lebih gampang nulis yang manis-manis dari pada yang kayak gini 🙄🙄
Tapi aku pengen coba sesuatu yang lain...
Semoga bisa dinikmati, maafkan ada kata-kata yang kurang berkenan... 🤦
.
🦋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Uci Suhartinah
makin asyik cerita nya.
2022-11-15
0
Putri Minwa
siip, cerita yang menarik thor
2022-11-10
0
Putri Minwa
lanjut, jangan lupa tetap semangat ya
2022-11-10
0